Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengaku terkejut ada pegawai kementeriannya terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya sangat menyesalkan dan terkejut mengetahui peristiwa tersebut di tengah upaya kami menjalankan amanah pembangunan infrastruktur dengan sebaik-baiknya," kata Basuki dalam siaran pers Kementerian PUPR di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, berdasarkan informasi awal yang diterima melalui media dalam jaringan (online), ada pegawai Kementerian PUPR di bidang air minum yang berkantor di Pejompongan, Jakarta, terkena OTT KPK.

Menteri PUPR mengemukakan dirinya telah menugaskan inspektorat jenderal untuk mencari tahu ke KPK guna memperoleh informasi lebih lanjut mengenai siapa, berapa, dan terkait apa sehingga terkena OTT oleh komisi antirasuah itu.

Basuki menjelaskan Kementerian PUPR diserahi amanah dan tanggung jawab membangun infrastruktur di seluruh pelosok Tanah Air yang bersumber dari dana APBN.

Besaran anggaran belanja infrastruktur di Kementerian PUPR pada 2014-2018 berkisar antara Rp80 triliun hingga lebih dari Rp100 triliun.

Setiap tahunnya, jumlah pekerjaan yang dilelang Kementerian PUPR berkisar antara 10.000 hingga 11.000 paket yang diikuti kontraktor dan konsultan selaku penyedia jasa.

Pada 2018, jumlah itu adalah 78 persen atau senilai Rp88,4 triliun dari total anggaran Kementerian PUPR.

Sedangkan sebesar Rp113,7 triliun, yang merupakan kegiatan kontraktual yang termasuk dalam belanja modal terbagi atas 10.715 paket kegiatan konstruksi maupun konsultansi.

Terhadap paket kontraktual tersebut dilakukan pengadaan barang dan jasa oleh kelompok kerja (pokja) yang berjumlah 888 pokja dengan jumlah anggota 2.483 orang.

Belanja anggaran dilaksanakan oleh satuan kerja (satker) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) sebagai penanggung jawab kegiatan yang berada di kantor pusat dan kantor balai dengan jumlah sebanyak 1.165 satker dan 2.904 PPK yang tersebar di seluruh RI.

Mekanisme pengadaan barang dan jasa di Kementerian PUPR mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Perpres No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan LKPP No 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia.

Selanjutnya, Peraturan LKPP No 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen PU No 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Dalam proses pengadaan barang dan jasa hingga pelaksanaannya, Kementerian PUPR senantiasa didampingi dan diawasi secara internal oleh inspektorat jenderal, serta secara eksternal oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), dan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan di Pusat dan Daerah (TP4P/D) Kejaksaan Agung/Tinggi/Negeri.

Selain itu, Basuki juga menyampaikan bahwa Kementerian PUPR juga terus bekerja sama dengan asosiasi yang menjadi wadah organisasi kontraktor dan konsultan untuk penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa yang akuntabel, transparan, dan tertib.

Dalam berbagai rakor/raker yang bersifat khusus, atau dalam kesempatan lainnya, ia juga menyampaikan telah menekankan pentingnya untuk menghindari perilaku koruptif dalam rangka menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian PUPR.

Baca juga: KPK dalami dugaan proyek air minum untuk bencana dalam OTT pejabat PUPR
Baca juga: Konfirmasi OTT, Irjen Kementerian PUPR sambangi KPK