Kementerian PUPR akan bangun rumah khusus korban tsunami
27 Desember 2018 13:22 WIB
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat memberikan keterangan pada awak media di Gedung Utama Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis. (ANTARA News/Citro Atmoko)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun rumah khusus atau rusus bagi warga yang rumahnya rusak karena tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) lalu.
"Kalau untuk rumah, akan kita bantu bangun tapi mungkin tidak di situ, harus direlokasi. Karena itu cuma lima meter dari pantai yang hancur itu, betul-betul di bibir pantai. Jadi bahaya, apalagi yang persis menghadap Krakatau," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai acara penyerahan izin prinsip Politeknik PUPR dari Kemenristekdikti kepada Kementerian PUPR di Gedung Utama Kementerian PUPR di Jakarta, Kamis.
Saat ini, lanjut Basuki, pihaknya tengah menunggu pendataan jumlah rumah warga yang rusak dan juga lokasi baru yang akan menjadi tempat pembangunan rumah khusus tersebut.
Berdasarkan data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 924 unit rumah rusak akibat tsunami yang menerjang Lampung dan Banten.
"Itu dananya dari APBN full. Untuk perhitungannya, Pak Bupati lagi mendata jumlah rumahnya. Kami akan bangun rusus tipe 36. Kami sedang menunggu lokasi daerah yang aman untuk bangun," ujar Basuki.
Berdasarkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman maupun dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2017 Tahun 2017 tentang Penyediaan Rumah Khusus, disebutkan kriteria masyarakat yang berhak untuk mendapatkan rumah khusus.
Beberapa di antaranya adalah untuk: masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan pesisir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayanm masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi terpencar di pulau terluar, daerah terpencil, dan daerah tertinggal, dan masyarakat korban bencana.
Basuki menambahkan, menurut aturan tata ruang, sudah diatur terkait sepandan pantai atau jarak aman untuk mendirikan bangunan dari bibir pantai. Bangunan-bangunan yang terkena terjangan tsunami Selat Sunda, memang terindikasi melanggar aturan tata ruang tersebut.
"Jadi tidak bisa harus 200 meter semuanya dari bibir pantai, ada kriteria berdasarkan intensitas bahayanya. Tapi kalau yang berhadapan langsung dengan Krakatau, mustinya agak jauh," ujar Basuki.
(T.C005/ )
"Kalau untuk rumah, akan kita bantu bangun tapi mungkin tidak di situ, harus direlokasi. Karena itu cuma lima meter dari pantai yang hancur itu, betul-betul di bibir pantai. Jadi bahaya, apalagi yang persis menghadap Krakatau," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono usai acara penyerahan izin prinsip Politeknik PUPR dari Kemenristekdikti kepada Kementerian PUPR di Gedung Utama Kementerian PUPR di Jakarta, Kamis.
Saat ini, lanjut Basuki, pihaknya tengah menunggu pendataan jumlah rumah warga yang rusak dan juga lokasi baru yang akan menjadi tempat pembangunan rumah khusus tersebut.
Berdasarkan data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 924 unit rumah rusak akibat tsunami yang menerjang Lampung dan Banten.
"Itu dananya dari APBN full. Untuk perhitungannya, Pak Bupati lagi mendata jumlah rumahnya. Kami akan bangun rusus tipe 36. Kami sedang menunggu lokasi daerah yang aman untuk bangun," ujar Basuki.
Berdasarkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman maupun dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2017 Tahun 2017 tentang Penyediaan Rumah Khusus, disebutkan kriteria masyarakat yang berhak untuk mendapatkan rumah khusus.
Beberapa di antaranya adalah untuk: masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan pesisir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayanm masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi terpencar di pulau terluar, daerah terpencil, dan daerah tertinggal, dan masyarakat korban bencana.
Basuki menambahkan, menurut aturan tata ruang, sudah diatur terkait sepandan pantai atau jarak aman untuk mendirikan bangunan dari bibir pantai. Bangunan-bangunan yang terkena terjangan tsunami Selat Sunda, memang terindikasi melanggar aturan tata ruang tersebut.
"Jadi tidak bisa harus 200 meter semuanya dari bibir pantai, ada kriteria berdasarkan intensitas bahayanya. Tapi kalau yang berhadapan langsung dengan Krakatau, mustinya agak jauh," ujar Basuki.
(T.C005/ )
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2018
Tags: