Surabaya (ANTARA News) - Pakar Jurnalisme Investigasi dari Amerika Serikat (AS), Sherry Ricchiardi PhD, menyarankan kepada jurnalis Indonesia hendaknya tidak frustasi dengan jurnalisme selidik (investigasi) yang belum menampakkan hasil. "Jangan frustasi, karena anda sekarang merupakan pioner. Demokrasi di Indonesia `kan baru delapan tahunan, sedangkan di AS sudah 200 tahunan," kata profesor dari The Indiana University School of Journalism itu di Surabaya, Jumat. Ia mengemukakan hal itu di depan puluhan jurnalis radio se-Jawa Timur dalam diskusi "Jurnalisme Investigasi" yang digelar Konsulat Jenderal (Konjen) AS di Surabaya bersama Pengurus Daerah (PD) Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim. Menurut dosen yang pernah menjadi wartawan di Kroasia, Timur Tengah, Irak, dan Afghanistan itu, jurnalisme investigasi di Indonesia saat ini belum menumbuhkan kesadaran, bahkan justru ancaman seperti dalam kasus IPDN, Soeharto, Munir, dan Marsinah. "Yang penting ada kesadaran, karena perubahan akan tumbuh pada saatnya nanti. Saya sarankan untuk mengorganisir diri seperti Asosiasi Wartawan Investigasi di AS yang terbentuk pada 1976, karena dengan lebih terorganisir akan membuat lebih kuat melawan kejahatan," katanya. Penggagas Dark Centre for Journalism and Trauma itu menilai, kondisi media di Indonesia sudah baik dan menuju ke arah yang betul, karena itu jurnalisme investigasi hendaknya dikembangkan terus. "Jurnalisme Investigasi itu bukan cuma soal pejabat yang korup, tapi pelayanan publik juga patut disoroti, seperti pelayanan di rumah sakit, pelayanan di penjara, pelayanan di kepolisian, dan sebagainya," katanya. Dalam kesempatan itu, Sherry Ricchiardi menyampaikan empat langkah untuk jurnalisme investigasi, yakni apa yang menjadi hak publik harus dikritisi, apa reaksi publik tentang masalah yang dilaporkan, apakah pemerintah melakukan perubahan, dan pantau terus perubahan yang dijanjikan. "Jadi, jurnalisme investigasi harus dilakukan pada masalah yang menjadi hak publik, kemudian Jurnalisme Investigasi harus mempunyai target, apakah ada perubahan kesadaran masyarakat dan ada perubahan kebijakan pemerintah," katanya. Sherry Ricchiardi PhD menyampaikan beberapa contoh kecil tentang tulisan Jurnalisme Investigasi, diantaranya Badan Penanggulangan Bencana Alam yang membantu kepada orang yang bukan korban bencana alam, sikap duka penggali makam John Kennedy, dan arti karnaval atau festival di mata orang-orang tunanetra. "Surat kabar di Florida menulis tentang Badan Penanggulangan Bencana Alam yang memberikan bantuan kepada mereka yang bukan korban bencana alam hingga 31 juta dolar AS dan setelah ditulis akhirnya senat melakukan perubahan sistem kepengurusan dan sistem administrasi badan itu," katanya menambahkan. (*)