KKP luncurkan teknologi Microbubble budidaya udang Vaname
26 Desember 2018 17:16 WIB
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja (kiri) meninjau langsung udang Vaname hasil budidaya dengan teknologi Microbubble di Jakarta, Rabu (26/12/2018). (Antara News/Aji Cakti)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM), secara resmi meluncurkan teknologi "Microbubble untuk budidaya udang Vaname Ultra Intensif".
Dalam sambutannya, Kepala BRSDM Sjarief Widjaja menjelaskan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh pembudidaya udang, seperti biaya listrik yang tinggi, modal cukup besar (untuk skala tambak), adanya limbah yang tidak dikelola dengan baik, serta daya dukung lingkungan yang menurun.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan rekayasa teknologi akuakultur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya adalah dengan pengembangan teknologi Microbubble dengan integrasi 'Recirculating Aquaculture System' atau RAS untuk budidaya udang Vaname,'" kata Sjarief di Jakarta, Rabu.
Teknologi ini dapat dikembangkan dengan kepadatan ≥1000 ekor per meter kubik (ultra-intensif), sehingga produktivitas yang dihasilkan sangat tinggi.
Sebelum adanya invensi teknologi tersebut, budidaya udang Vaname tertinggi dicapai pada budidaya Supra intensif dengan kepadatan 400 ekor per meter kubik.
Teknologi Microbubble dengan integrasi RAS ini memiliki beragam kelebihan, diantaranya tidak memerlukan penggantian air, serta tidak ada air limbah perikanan yang dibuang ke lingkungan.
Tidak hanya itu, menurut Sjarief, kelebihan lainnya dari teknologi ini adalah tidak menemukan proses penyifonan sehingga limbah dari sistem teknologi Microbubble dengan integrasi RAS tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.
Diluncurkan secara resmi di Laboratorium Kelautan IPB, Ancol, Jakarta pada hari ini, teknologi Microbubble tersebut didesain oleh peneliti Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) yang dibuat secara sederhana dan dapat diadopsi dengan mudah oleh masyarakat.
Dalam sambutannya, Kepala BRSDM Sjarief Widjaja menjelaskan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh pembudidaya udang, seperti biaya listrik yang tinggi, modal cukup besar (untuk skala tambak), adanya limbah yang tidak dikelola dengan baik, serta daya dukung lingkungan yang menurun.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan rekayasa teknologi akuakultur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya adalah dengan pengembangan teknologi Microbubble dengan integrasi 'Recirculating Aquaculture System' atau RAS untuk budidaya udang Vaname,'" kata Sjarief di Jakarta, Rabu.
Teknologi ini dapat dikembangkan dengan kepadatan ≥1000 ekor per meter kubik (ultra-intensif), sehingga produktivitas yang dihasilkan sangat tinggi.
Sebelum adanya invensi teknologi tersebut, budidaya udang Vaname tertinggi dicapai pada budidaya Supra intensif dengan kepadatan 400 ekor per meter kubik.
Teknologi Microbubble dengan integrasi RAS ini memiliki beragam kelebihan, diantaranya tidak memerlukan penggantian air, serta tidak ada air limbah perikanan yang dibuang ke lingkungan.
Tidak hanya itu, menurut Sjarief, kelebihan lainnya dari teknologi ini adalah tidak menemukan proses penyifonan sehingga limbah dari sistem teknologi Microbubble dengan integrasi RAS tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.
Diluncurkan secara resmi di Laboratorium Kelautan IPB, Ancol, Jakarta pada hari ini, teknologi Microbubble tersebut didesain oleh peneliti Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) yang dibuat secara sederhana dan dapat diadopsi dengan mudah oleh masyarakat.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2018
Tags: