Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengatakan saat ini mobilisasi penduduk internal di Indonesia meningkat yang sebagian besar alasannya karena alasan ekonomi.

"Intinya adalah bagaimana kesempatan ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk, tapi faktor ekonomi lebih dominan," kata peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Mita Noveria, dalam diskusi tentang mobilitas penduduk, di Jakarta, Rabu.

Mobilitas penduduk internal dalam beberapa tahun terakhir cenderung kurang mendapat perhatian baik oleh pemerintah dan akademis di Indonesia.

Menurut dia belakangan ini fenomena mobilitas penduduk semakin kompleks dan dinamis, antara lain karena perubahan demografi dan proses pembangunan di tengah globalisasi dan perubahan lingkungan.

Perubahan demografi terlihat dari peningkatan proporsi penduduk usia produktif dari 66,1 persen pada 2010 menjadi 67,6 pada 2018. Peningkatan ini menuntut tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas, tidak hanya di daerah asal, tetapi juga di daerah lain.

“Perpindahan modal dapat terlihat dari penanaman investasi, dalam dan luar negeri, yang memungkinkan terbukanya kesempatan kerja di daerah-daerah tujuan investasi. Hal ini menjadi faktor penarik bagi tenaga kerja dari luar daerah untuk memanfaatkan kesempatan kerja yang ada,” kata Mita Noveria.

Dirinya menjelaskan, untuk mendapatkan pekerjaan penduduk dengan usia produktif cenderung melakukan strategi dengan berpindah ke daerah lain atau migrasi risen.

"Berdasarkan data sensus penduduk 2010, menunjukan migran risen berusia 15-34 tahun berkontribusi sebesar 63,9 persen dari seluruh migran risen di Indonesia,” jelasnya.

Mita menjelaskan, terkait dengan pembangunan, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan dunia usaha dan sektor industri yang ternyata mampu berkontribusi terhadap peningkatan arus mobilitas penduduk usia produktif.

“Paket ekonomi tahap ketiga berupa penyederhanaan ijin usaha diharapkan akan menumbuhkan industri-industri baru yang membuka kesempatan kerja, sehingga menjadi faktor penarik bagi penduduk usia kerja untuk melakukan mobilitas,” jelasnya.

Mita menambahkan, kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi serta transportasi menyebabkan terjadinya perubahan pola mobilitas penduduk dari permanen ke temporer serta perubahan volume dan intensitas mobilitas.

“Mobilitas tersebut terlihat dari data migrasi risen yang mengalami penurunan dari 5,6 juta di sensus 2000 menjadi 5,4 juta pada 2010, dan turun menjadi 4,8 juta pada 2015,” jelasnya.

Selain itu, ia menjelaskan, perubahan lingkungan berkontribusi terhadap kompleksitas dan dinamika mobilitas penduduk, terutama berkaitan dengan perubahan iklim.

Perubahan iklim yang terjadi mempengaruhi aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari, sehingga mendorong orang untuk melakukan mobilitas, baik permanen maupun non permanen.

“Hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan pola mobilitas karena perubahan lingkungan dari yang datang secara individu menjadi berkelompok pada saat meninggalkan tempat tinggal dan membuka daerah baru untuk tinggal,” kata Mita.

Mita mengungkapkan, pada masa depan, mobilitas penduduk akan makin kompleks dan dinamis, karena Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam.

“Kondisi yang rentan bencana alam berdampak terhadap mobilitas penduduk karena “memaksa” mereka untuk meninggalkan tempat tinggal, baik sementara maupun permanen. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, pengelolaan migrasi menjadi penting untuk diperhatikan,” kata dia.