Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung keberadaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan telah menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah pihak terkait hal tersebut.

"Kadin sebagai wadah organisasi pelaku usaha merasa perlu, di samping menyosialisasikan dan mendukung keberadaan UU JPH ini juga memberikan masukan kepada pemerintah agar UU JPH ini tidak mendapatkan kendala dalam implementasinya," kata Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kadin Fachry Thaib dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.

Kamar Kadin Indonesia Komite Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Jumat (21/12).

Fachry menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap adanya jaminan produk halal dan siap ikut membantu dalam menyosialisasikan keberadaan UU JPH, utamanya di lingkup dunia usaha.

Dia mengatakan, jauh sebelum lahirnya BPJPH, pihaknya telah beberapa kali menyelenggarakan diskusi baik melalui forum terbuka maupun diskusi terfokus (focus group discussion) yang mencoba mengupas manfaat dan kendala implementasi UU JPH atau UU 33/2014, baik secara domestik maupun kepentingan ekspor produk halal.

Dalam Pasal 53 UU JPH juga mengatur masalah partisipasi publik, yakni masyarakat termasuk pelaku usaha dapat berperan serta dalam penyelenggaraan UU JPH.

Peran serta itu dapat berupa ikut melakukan sosialisasi mengenai UU JPH juga mengawasi pelaksanaannya.

Menurut Fachry, UU ini dibuat pada hakekatnya sebagai perlindungan terhadap konsumen, khususnya masyarakat konsumen Islam.

Ia berpendapat, paling tidak ada pertimbangan pokok yang utama, yakni belum ada kepastian hukum dan jaminan hukum bagi umat Islam untuk dapat mengonsumsi atau menggunakan produk halal, sehingga menjadikan umat Islam menemui kesulitan membedakan mana yang halal dan mana haram, menimbulkan keraguan lahir dan ketidaktentraman batin dalam mengkonsumsi atau menggunakan produk.

Sampai saat ini, lanjutnya, masih dijumpai adanya upaya pelaku usaha impor untuk memasok kebutuhan pangan dan konsumsi lainnya dari bahan yang tidak halal, yang dapat dikonsumsi dengan mudah dan tanpa disadari oleh masyarakat melalui toko atau gerai atau pasar pasar swalayan.

"Pertimbangan lainnya adalah sistem produk halal Indonesia belum memiliki standar secara nasional. Padahal, negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand dan bahkan Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa sudah memiliki standar halal nasional," ucapnya.