Magelang, Jateng, (ANTARA News) - Aliansi Penambang Merapi dan Aliansi Pengemudi Jawa Tengah keberatan dengan pajak galian golongan C berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 543/45 tahun 2018 tanggal 18 Juni 2018, tentang Penetapan Pajak Bukan Logam dan Batuan.

Ketua Merapi Trans Community selaku penambang, Danur Affandi di Magelang, Sabtu menyatakan, pihaknya keberatan dengan SK Gubernur Jateng tersebut, karena pajak yang sudah ditetapkan itu tidak melibatkan pendapat dari penambang maupun sopir yang berada di lapangan.

Ia menyampaikan hal tersebut usai sosialisasi Penetapan Pajak Bukan Logam dan Batuan di Pendopo Soepardi, Mungkid Kabupaten Magelang.

"Memang benar, untuk di daerah lain pajak galian C ini sudah naik, sedangkan di Kabupaten Magelang ini memang sudah seharusnya juga dinaikkan untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Namun demikian, setidaknya pajak tersebut dinaikkan secara bertahap," katanya.

Menurut dia, kenaikan pajak yang telah ditetapkan tersebut tidak berbanding lurus dengan biaya operasional bagi para pelaku penambangan di Merapi, apalagi daya beli masyarakat akhir-akhir ini juga mengalami penurunan yang signifikan.

"Biaya operasional alat berat sendiri saat ini sudah mahal. Di samping itu, untuk saat ini daya beli masyarakat juga sangat menurun drastis apalagi di musim penghujan. Hampir tidak ada pembangunan karena musim hujan ini. Permintaan kami itu sangat sederhana sebenarnya, yaitu ikut dilibatkan dan duduk bersama untuk merumuskan terkait penetapan pajak tersebut," katanya.

Ketua Aliansi Pengemudi Jawa Tengah (API) Suroso juga merasa keberatan atas kenaikan pajak yang terlampau tinggi bagi para sopir.

"Sebaiknya sebelum menetapkan kebijakan, pemerintah melibatkan para pelaku penambang maupun pengemudi untuk merumuskan hal tersebut. Paling tidak kami ini diajak rembukan, sehingga tidak kaget dengan keputusan penetapan pajak ini," ujar dia.

Pada 2017, penambang juga sudah melakukan aksi demo terkait kebijakan tersebut.

"Sebenarnya kami tidak ingin seperti itu, karena dapat mengganggu kepentingan umum. Maka kami minta duduk bersama untuk membahas penetapan pajak ini," katanya.

Sekretaris Camat Ngluwar Imam Wisnu Kusuma dalam sosialisasi tersebut menyampaikan bahwa koordinasi sangat penting antara pemerintah daerah dan pemerintah di tingkat kecamatan atau desa.

"Penetapan pajak tersebut, sebaiknya juga ada koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah di tingkat kecamatan maupun desa, karena hal tersebut juga akan berdampak pada rencana anggaran biaya (RAB)," tambahnya.

Jadi kalau harga pasir nantinya akan naik, kata Imam, maka akan sangat mempengaruhi RAB di tingkat kecamatan dan desa, maka ini juga harus dikoordinasikan.

Pejabat Sekda Kabupaten Magelang Adi Waryanto mengatakan sosialisasi penetapan pajak ini merupakan tindak lanjut dari Penetapan Pajak Bukan Logam dan Batuan yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah dalam SK Nomor 543/30 tahun 2017.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 543/30 tahun 2017, harga patokan penjualan mineral bukan logam dan batuan, yaitu pasir dan batu (sirtu) di Kabupaten Magelang saat itu Rp125.000 per meter kubik.

Setelah berkoordinasi dengan pemerintah di tingkat provinsi, katanya maka penetapan pajak tersebut akhirnya direvisi dengan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 543/45 tahun 2018 dengan menetapkan harga patokan penjualan mineral bukan logam dan batuan, antara lain untuk armada jenis tronton dengan ukuran volume angkut 13,4 meter kubik, besaran pajaknya Rp304.850.

"Kemudian jenis armada engkel besaran pajaknya Rp218.400, jenis armada colt disel pajaknya Rp192.200. Armada jenis bak terbuka besaran pajaknya Rp31.850," katanya.

Pada sosialisasi tersebut para anggota aliansi penambang dan aliansi pengemudi diminta menuliskan pendapat serta usulan yang nantinya akan diserahkan kepada Bupati Magelang sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan pajak bukan logam dan batuan pada tahun 2019.

Baca juga: Seorang penambang pasir Merapi tewas tertimbun longsoran tebing

Baca juga: Penambangan Merapi ditutup sementara