KPK perpanjang penahanan tiga tersangka suap Pemkot Pasuruan
21 Desember 2018 21:27 WIB
PEMERIKSAAN SETIYONO Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono meninggalkan gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Senin (22/10/2018). Setiyono diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka kasus penerimaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan Tahun Anggaran 2018. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan terhadap tiga tersangka kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan, Jawa Timur, Tahun Anggaran 2018.
"Hari ini, ada perpanjangan penahanan selama 30 hari mulai 3 Januari 2019 sampai 1 Februari 2019 untuk tiga tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkot Pasuruan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Tiga tersangka itu antara lain Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono (SET), staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), dan staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH).
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih terus mendalami terkait dugaan pemberian "fee-fee" untuk tersangka Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan.
KPK total telah empat tersangka dalam kasus itu antara lain Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, Wahyu Ti Hardianto, dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus Pemkot Pasuruan
Baca juga: KPK panggil enam saksi suap di lingkungan pemerintah Kota Pasuruan
Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus suap Pemkot Pasuruan
"Hari ini, ada perpanjangan penahanan selama 30 hari mulai 3 Januari 2019 sampai 1 Februari 2019 untuk tiga tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkot Pasuruan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Tiga tersangka itu antara lain Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono (SET), staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), dan staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH).
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih terus mendalami terkait dugaan pemberian "fee-fee" untuk tersangka Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan.
KPK total telah empat tersangka dalam kasus itu antara lain Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, Wahyu Ti Hardianto, dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus Pemkot Pasuruan
Baca juga: KPK panggil enam saksi suap di lingkungan pemerintah Kota Pasuruan
Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus suap Pemkot Pasuruan
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: