Butuh masyarakat berkemauan kuat untuk jalankan politik lingkungan
21 Desember 2018 00:45 WIB
Mencari Pemimpin Pro Lingkungan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bersiap menyampaikan orasi pada Rapat Akbar Gerakan Lingkungan Hidup Walhi di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (11/3). Acara tersebut merupakan konsolidasi nasional gerakan lingkungan hidup menyongsong tahun politik 2014 dimana rakyat diberikan kebebasan untuk memilih wakil rakyat dan presiden yang pro lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta, (ANTARA News) - Akademikus dari Universitas Indonesia Suraya Affif mengatakan perlu terlebih dulu membangun masyarakat berkemauan kuat pada lingkungan untuk bisa menjalankan politik lingkungan hidup di Indonesia.
"Buat saya, membangun gerakannya lebih penting. Jadi bangun masyarakatnya dulu yang memang berkemauan kuat terhadap lingkungan ," katanya di Jakarta, Kamis.
Membangun gerakan, menurut dia, menjadi tantangannya. "Tidak cukup hanya dengan informasi saja, karena itu tidak akan bisa menjadi sebuah tindakan di masyarakat," tambahnya.
Ia menegaskan, masih diperlukan pendidikan, ajakan dan sebagainya untuk dapat membuat masyarakat mau menjalankan politik lingkungan hidup.
Dalam kaitan itu, katanya, perlu strategi pengorganisasian, dan membangun gerakan untuk dapat membuat masyarakat menjalankan politik lingkungan.
"Jadi jangan berpikir hasil perjuangannya saat ini juga, tapi bisa 20 tahun ke depan baru sampai tujuannya. Panjang memang, tapi di titik ini perlu kita angkat terus isu politik lingkungan ini agar 20 tahun tercapai," kata Suraya Affif.
Mantan anggota DPR dari PKB Maman Imanulhaq menyarankan masyarakat di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan tidak boleh terus-menerus berada di zona nyaman.
Dirinya berharap mereka juga mau masuk ke politik lingkungan, menjadi legislatif.
Ia menyebut terlalu tebal tembok birokrasi di tingkat fraksi dan komisi untuk memperjuangkan satu isu kebijakan jika hanya dilakukan seorang diri.
"Sehebat apapun saya ngomong misalkan soal Undang-undang (UU) Disabilitas atau UU Kekerasan pada Perempuan, pasti kita dihadang. Suara saya tidak didengar karena ada pimpinan rapat, kalaupun jalan buntu, ya lobi," lanjutnya.
Dan saat lobi terjadi, kata dia, belum tentu partai lain miliki kepentingan yang sama.
Karena itu, Maman mengatakan jika ada aktivis LSM Lingkungan memutuskan menjadi bagian legislatif maka harus memiliki ambisi, jangan hanya mengalir mengikuti suasana di DPR, dan jangan duduk manis. Idealisme tetap ada dan harus dipegang.
Baca juga: Walhi: Agenda politik lingkungan pimpinan nasional harus jelas
Baca juga: Siti Nurbaya: Isu lingkungan hidup setara politik
"Buat saya, membangun gerakannya lebih penting. Jadi bangun masyarakatnya dulu yang memang berkemauan kuat terhadap lingkungan ," katanya di Jakarta, Kamis.
Membangun gerakan, menurut dia, menjadi tantangannya. "Tidak cukup hanya dengan informasi saja, karena itu tidak akan bisa menjadi sebuah tindakan di masyarakat," tambahnya.
Ia menegaskan, masih diperlukan pendidikan, ajakan dan sebagainya untuk dapat membuat masyarakat mau menjalankan politik lingkungan hidup.
Dalam kaitan itu, katanya, perlu strategi pengorganisasian, dan membangun gerakan untuk dapat membuat masyarakat menjalankan politik lingkungan.
"Jadi jangan berpikir hasil perjuangannya saat ini juga, tapi bisa 20 tahun ke depan baru sampai tujuannya. Panjang memang, tapi di titik ini perlu kita angkat terus isu politik lingkungan ini agar 20 tahun tercapai," kata Suraya Affif.
Mantan anggota DPR dari PKB Maman Imanulhaq menyarankan masyarakat di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan tidak boleh terus-menerus berada di zona nyaman.
Dirinya berharap mereka juga mau masuk ke politik lingkungan, menjadi legislatif.
Ia menyebut terlalu tebal tembok birokrasi di tingkat fraksi dan komisi untuk memperjuangkan satu isu kebijakan jika hanya dilakukan seorang diri.
"Sehebat apapun saya ngomong misalkan soal Undang-undang (UU) Disabilitas atau UU Kekerasan pada Perempuan, pasti kita dihadang. Suara saya tidak didengar karena ada pimpinan rapat, kalaupun jalan buntu, ya lobi," lanjutnya.
Dan saat lobi terjadi, kata dia, belum tentu partai lain miliki kepentingan yang sama.
Karena itu, Maman mengatakan jika ada aktivis LSM Lingkungan memutuskan menjadi bagian legislatif maka harus memiliki ambisi, jangan hanya mengalir mengikuti suasana di DPR, dan jangan duduk manis. Idealisme tetap ada dan harus dipegang.
Baca juga: Walhi: Agenda politik lingkungan pimpinan nasional harus jelas
Baca juga: Siti Nurbaya: Isu lingkungan hidup setara politik
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018
Tags: