Kritikus : Perlu strategi seni rupa agar bergairah
20 Desember 2018 13:09 WIB
Pengunjung mengamati karya seni rupa yang dipajang pada pameran bertema Sak Sret di galeri Prabangkara, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/12/2018). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Jakarta (ANTARA News) - Kritikus seni rupa Tanah Air Bambang Bujono di Jakarta, Kamis, mengatakan perlu adanya strategi seni rupa agar ke depan lebih berkualitas dan juga lebih bergairah.
Dia menjelaskan selama ini belum ada strategi yang mengatur seni rupa yang ada, akibatnya seni rupa tidak berkembang sebagaimana mestinya.
"Akhir tahun 2018 menjadi semacam momen untuk kita duduk bersama membincang sekaligus merefleksi beberapa perkembangan seni rupa Indonesia. Hal itu dilakukan dengan harapan agar ke depan seniman, perupa, pemerintah, pengamat, kritikus, kolektor, akademisi bisa memberikan penekanan yang lebih sekaligus merumuskan kemajuan seni rupa Tanah Air di masa depan."
Padahal seni rupa Indonesia pernah berkembang pada era 1980-an yang terlihat pada tumbuhnya galeri dan museum pribadi yang kemudian memunculkan para kolektor lukisan dan juga museum.
Perkembangan seni rupa mencapai puncak saat digelar Jakarta Biennale pada 1993 yang menyuguhkan perkembangan mutakhir seni rupa yang tidak diminati pasar. Perkembangan itu bisa menampilkan seni rupa Indonesia di mata dunia.
Sejarahwan, Bonnie Triyana, mengatakan dinamika praktik, pergerakan serta perkembangan seni rupa Tanah Air sedikit banyak telah memberi inspirasi sekaligus pembelajaran bagi para seniman (perupa), pemerintah, pengamat dan kritikus serta pecinta seni rupa.
Inspirasi dan pembelajaran itu menjadi salah satu modal bagi seniman, pemerintah, pengamat dan semua kalangan untuk membaca seni rupa masa lalu menuju seni rupa masa depan yang lebih bergairah serta berkualitas.*
Baca juga: Nyoman Nuarta akan boyong puluhan karyanya ke China
Baca juga: Art Jakarta akan masuki dekade baru pada 2019
Dia menjelaskan selama ini belum ada strategi yang mengatur seni rupa yang ada, akibatnya seni rupa tidak berkembang sebagaimana mestinya.
"Akhir tahun 2018 menjadi semacam momen untuk kita duduk bersama membincang sekaligus merefleksi beberapa perkembangan seni rupa Indonesia. Hal itu dilakukan dengan harapan agar ke depan seniman, perupa, pemerintah, pengamat, kritikus, kolektor, akademisi bisa memberikan penekanan yang lebih sekaligus merumuskan kemajuan seni rupa Tanah Air di masa depan."
Padahal seni rupa Indonesia pernah berkembang pada era 1980-an yang terlihat pada tumbuhnya galeri dan museum pribadi yang kemudian memunculkan para kolektor lukisan dan juga museum.
Perkembangan seni rupa mencapai puncak saat digelar Jakarta Biennale pada 1993 yang menyuguhkan perkembangan mutakhir seni rupa yang tidak diminati pasar. Perkembangan itu bisa menampilkan seni rupa Indonesia di mata dunia.
Sejarahwan, Bonnie Triyana, mengatakan dinamika praktik, pergerakan serta perkembangan seni rupa Tanah Air sedikit banyak telah memberi inspirasi sekaligus pembelajaran bagi para seniman (perupa), pemerintah, pengamat dan kritikus serta pecinta seni rupa.
Inspirasi dan pembelajaran itu menjadi salah satu modal bagi seniman, pemerintah, pengamat dan semua kalangan untuk membaca seni rupa masa lalu menuju seni rupa masa depan yang lebih bergairah serta berkualitas.*
Baca juga: Nyoman Nuarta akan boyong puluhan karyanya ke China
Baca juga: Art Jakarta akan masuki dekade baru pada 2019
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: