KPK panggil empat saksi kasus suap Pemkot Pasuruan
20 Desember 2018 12:39 WIB
Arsip Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (6/12/2018). Setiyono diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka kasus penerimaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan Tahun Anggaran 2018. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan Tahun Anggaran 2018.
Empat saksi itu dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono (SET).
"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa empat orang saksi untuk tersangka SET terkait suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan Tahun Anggaran 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Empat saksi itu antara lain dua Ketua Pokja di Bagian Layanan Pengadaan Kota Pasuruan Tahun Anggaran 2017 Agus Sudarmanto dan Agus Widodo, Kepala Bidang Binamarga pada Dinas PUPR Kota Pasuruan Akung Novajanto, dan Kasubid Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Pasuruan Dedik Usdikari.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih terus mendalami terkait dugaan pemberian "fee-fee" untuk tersangka Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan.
KPK total telah empat tersangka dalam kasus itu antara lain Setiyono. staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH), dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Empat saksi itu dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono (SET).
"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa empat orang saksi untuk tersangka SET terkait suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan Tahun Anggaran 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Empat saksi itu antara lain dua Ketua Pokja di Bagian Layanan Pengadaan Kota Pasuruan Tahun Anggaran 2017 Agus Sudarmanto dan Agus Widodo, Kepala Bidang Binamarga pada Dinas PUPR Kota Pasuruan Akung Novajanto, dan Kasubid Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Pasuruan Dedik Usdikari.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih terus mendalami terkait dugaan pemberian "fee-fee" untuk tersangka Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan.
KPK total telah empat tersangka dalam kasus itu antara lain Setiyono. staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH), dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: