Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perhubungan resmi menyerahkan pengoperasian Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya, Kalimantan Tengah kepada PT Angkasa Pura II.

Penyerahan pengeoperasian tersebut dilakukan dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara pada Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Tjilik Riwut antara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, dalam hal ini, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti dan PT Angkasa Pura II, dalam hal ini, Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin yang disaksikan langsung oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Rabu.

Budi menuturkan selain bisa menghemat APBN dan meningkatkan pelayanan bandara, penyerahan pengoperasian juga agar pemerintah fokus pada tugas utamanya sebagai regulator, bukan operator.

"Di satu sisi, negara tidak perlu mengeluarkan APBN, bandara ini AP II yang melakukan pengembangan dengan belanja modal yang akan datang. Bandara ini lebih punya fasilitas prasarana dengan baik, selain itu kita harapkan lebih profesional karena membutuhkan orang-orang konsentrasi sebagai regulator dan mengelola bandara-bandara perintis, kita konstrasi regulasi," kata Budi.

Dia menambahkan agar setelah penandatangan ini diharapkan kinerja di Bandara Tjilik Riwut makin baik, pelayanan makin bagus, aset yang sudah ada dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

"Diharapkan dengan dukungan dana dari AP II, pembangunan di Bandara Tjilik Riwut bisa cepat terselesaikan sesuai target dan memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pelayanan penerbangan", katanya.

Bandara Tjilik Riwut nantinya dapat menampung pertumbuhan penumpang di Palangkaraya dan bisa menjadi pintu gerbang pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah dan sekitarnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti dalam laporannya menyampaikan bahwa terciptanya kerja sama ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta nasional dengan mengoptimalkan potensi daerah-daerah di wilayah Kalimantan Tengah.

"Kerja sama ini diharapkan dapat menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara baik untuk berkunjung maupun berinvestasi di Palangkaraya", ujar Polana.

Polana menyebutkan terkait dengan asset yang dikerjasamakan pada Bandara Tjilik Riwut, totalnya mencapai Rp3,68 triliun.

Aset tersebut terdiri dalam bentuk tanah satu bidang dengan luas 3.882.950 meter persegi; Peralatan dan mesin dengan jumlah 3.104 unit; Gedung dan Bangunan sejumlah 81 unit; Jalan irigasi dan jaringan sejumlah 74 unit; Aset tetap lainnya sejumlah 9 unit; Aset tidak berwujud sejumlah 5 unit", jelas Polana.

Kerja sama pemanfaatan barang milik negara untuk Bandara Tjilik Riwut layak untuk dilaksanakan karena telah memenuhi ketentuan dalam peraturan perundangan di bidang pengelolaan barang milik negara serta telah memenuhi kriteria kelayakan investasi dari aspek keekonomian.

Lebih lanjut Polana menjelaskan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, potensi penerimaan negara dari kerja sama pemanfaatan BMN di Bandara Tjilik Riwut berupa kontribusi tetap minimal mencapai 0,25 persen dari nilai wajar BMN berupa kompleks Bandara Tjilik Riwut yang menjadi obyek KSP dengan kenaikan sebesar 4,95 persen setiap tahunnya.

Pembagian keuntungan ditetapkan sebesar 3,7 persen dari pendapatan pertahun apabila pemanfaatan BMN menghasilkan keuntungan, hal tersebut berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Dalam penambahan investasi baik oleh pemerintah maupun mitra kerja dalam masa KSP maka akan dilakukan penilaian dan analisis ulang atas investasi dari masing-masing pihak, hal tersebut tentunya sebagai dasar penghitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.

Polana menegaskan guna menjamin kelangsungan proyek KSP selama 30 tahun masa kerja sama dan guna mengurangi potensi terjadinya kerugian negara, Ditjen Hubud juga memasukkan beberapa substansi dalam kesepakatan.

"Perlu dilakukan audit laporan keuangan oleh kantor akuntan publik, hal tersebut dilakukan guna meyakini kewajaran penyajian laporan keuangan sebagai dasar penentuan pembagian keuntungan antara Kemenhub dan Angkasa Pura II," katanya.

Selain itu, lanjut dia, adanya pengawasan baik dari pengguna dan pengelola barang harus serta melibatkan instansi teknis kompeten terhadap kelangsungan kerjasama serta selama masa kerja sama tidak diperkenankan adanya peralihan kepemilikan perusahaan apalagi menjadikan BMN sebagai jaminan ataupun digadaikan.

"Seluruh investasi mitra KSP pada akhir perjanjian menjadi barang milik negara," katanya.

Dari spesifikasi teknis, bandara ini memiliki runway dengan ukuran 2.500 meter x 45 meter, taxiway 129 meter x 23 meter, apron 85 meter x 80 meter, 199 meter x 56 meter dan 199 meter x 24 meter dapat didarati pesawat terbesar B 737-900 ER.

Untuk terminal penumpang yang ada (eksisting) berukuran 3.865 meter persegi dan saat ini masih tahap pengerjaan untuk terminal baru yang mencapai 29.144 meter persegi sehingga diharapkan sampai setelah masa KSP berakhir 30 tahun mendatang, Bandara Tjilik Riwut dapat melayani sekitar 7,795 juta penumpang.

Direktue Utama AP II Awaluddin mengatakan kebutuhan pengembangan Bandara Tjilik Riwut sebesar Rp483 miliar dan pekerjaan pertama yang mendesak dilakukan adalah pembangunan terminal baru.

"Selanjutnya prioritas kita pengoperasian terminal baru paling tidak di Triwulan I 2019 sudah bisa," katanya.
Baca juga: AP II-SMI tanda tangani perjanjian kredit Rp1,5 triliun