Kotjo sebut Dirut PLN tak pernah minta apa-apa
18 Desember 2018 20:12 WIB
Mantan Ketua DPR Setya Novanto dan pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo bersaksi dalam sidang untuk terdakwa anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap senilai Rp4,75 miliar serta gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura (sekitar Rp410 juta) di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (18/12). (Desca Lidya Natalia) (Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA News) - Pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo mengatakan Direktur Utama Sofyan Basir tidak pernah meminta apa-apa darinya.
"Seingat saya Pak Sofyan tidak pernah minta apa-apa dan seingat saya juga terdakwa tidak pernah minta apa-apa ke saya," kata Kotjo yang menjadi saksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Kotjo menjadi saksi untuk terdakwa Eni Maulani Saragih dalam perkara dugaan korupsi terkait proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan memutar percakapan pada 23 Februari 2018 antara anggota Komisi VII DPR nonaktif dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo.
JPU lantas menanyakan uang Rp4,75 miliar, yang oleh Kotjo dijelaskan bahwa uang itu untuk Munas Golkar dan pilkada suami Eni.
JPU mengatakan dalam BAP No. 9 terkait percakapan WhatsApp (WA) saksi mengatakan dalam pertemuan ada Idrus Marham meminta agar membantu munaslub Partai Golkar. 'Idrus minta berapa?" tanya jaksa Ronald.
"Dia tidak sebut jumlahnya, tapi saya kasih ke terdakwa Rp2 miliar dan untuk selamatan karena kemenangan butuh Rp500 juta," jawab Kotjo.
Jaksa Ronald mengejar dengan pertanyaan apakah campur tangan Idrus Marham untuk pemberian Rp2 miliar yang kedua.
"WA (whatsaap) terdakwa hanya untuk menggerakkan mesin partai, Pak Idrus saat itu belum muncul. Terdakwa pernah mengatakan ke saya nanti diperhitungankan, tapi tidak ada berkata yang lain dan saya juga tidak menjawab sama sekali," jawab Kotjo.
JPU KPK pun akhirnya menampilkan percakapan WA pada 27 Juni 2018 antara Eni dan Kotjo.
"Akhir pembicaraan terdakwa dengan saya tidak pernah membicarakan (fee), tapi saya cuma kasih wawasan ke beliau (Eni) di kantor PLN kalau saya dapat fee 2,5 persen dan beliau juga tidak tahu dikasih berapa. Kalau soal bayar utang di percakapan itu karena beliau mau utang ke bank dengan jaminan rumah, ya mungkin itu menganggap Rp4,75 miliar utang ke saya," ungkap Kotjo.
Baca juga: Eni sebut "fee" dari Kotjo halal
Baca juga: Kotjo akui peran Eni sebagai penghubung Dirut PLN
Baca juga: Penyuap Eni Maulani divonis 2 tahun 8 bulan penjara
"Seingat saya Pak Sofyan tidak pernah minta apa-apa dan seingat saya juga terdakwa tidak pernah minta apa-apa ke saya," kata Kotjo yang menjadi saksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Kotjo menjadi saksi untuk terdakwa Eni Maulani Saragih dalam perkara dugaan korupsi terkait proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan memutar percakapan pada 23 Februari 2018 antara anggota Komisi VII DPR nonaktif dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo.
JPU lantas menanyakan uang Rp4,75 miliar, yang oleh Kotjo dijelaskan bahwa uang itu untuk Munas Golkar dan pilkada suami Eni.
JPU mengatakan dalam BAP No. 9 terkait percakapan WhatsApp (WA) saksi mengatakan dalam pertemuan ada Idrus Marham meminta agar membantu munaslub Partai Golkar. 'Idrus minta berapa?" tanya jaksa Ronald.
"Dia tidak sebut jumlahnya, tapi saya kasih ke terdakwa Rp2 miliar dan untuk selamatan karena kemenangan butuh Rp500 juta," jawab Kotjo.
Jaksa Ronald mengejar dengan pertanyaan apakah campur tangan Idrus Marham untuk pemberian Rp2 miliar yang kedua.
"WA (whatsaap) terdakwa hanya untuk menggerakkan mesin partai, Pak Idrus saat itu belum muncul. Terdakwa pernah mengatakan ke saya nanti diperhitungankan, tapi tidak ada berkata yang lain dan saya juga tidak menjawab sama sekali," jawab Kotjo.
JPU KPK pun akhirnya menampilkan percakapan WA pada 27 Juni 2018 antara Eni dan Kotjo.
"Akhir pembicaraan terdakwa dengan saya tidak pernah membicarakan (fee), tapi saya cuma kasih wawasan ke beliau (Eni) di kantor PLN kalau saya dapat fee 2,5 persen dan beliau juga tidak tahu dikasih berapa. Kalau soal bayar utang di percakapan itu karena beliau mau utang ke bank dengan jaminan rumah, ya mungkin itu menganggap Rp4,75 miliar utang ke saya," ungkap Kotjo.
Baca juga: Eni sebut "fee" dari Kotjo halal
Baca juga: Kotjo akui peran Eni sebagai penghubung Dirut PLN
Baca juga: Penyuap Eni Maulani divonis 2 tahun 8 bulan penjara
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018
Tags: