Perkebunan kakao rakyat perlu perhatian khusus pemerintah
17 Desember 2018 19:21 WIB
Illustrasi: Seorang petani menunjukkan buah kakao di Desa Rahmat, Kec. Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. (FOTO ANTARA/Basri Marzuki)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dinilai perlu memberikan perhatian khusus terhadap perkebunan kakao rakyat karena produktivitasnya yang cenderung menurun dikuatirkan berdampak pada produksi nasional.
Pengamat perkebunan Gamal Nasir di Jakarta, Senin, mengatakan saat ini tren produksi kakao nasional meski meningkat tapi tidak signifikan.
Hal ini ditenggari dengan mayoritas tanaman yang dikelola masyarakat telah melewati umur produktif, sementara bantuan pemerintah baru menyentuh 30 persen dari perkebunan milik masyarakat yang telah berumur rusak atau telah menurun produksinya.
"Pemerintah harus serius menangani perkebunan kakao karena dari 1,7 juta hektare perkebunan kakao, lebih dari 90 persen dari luasan tersebut dikelola oleh masyarakat. Sementara luas tanaman rusak mencapai 526.061 hektare, sehingga perlu alokasi anggaran untuk peremajaan dan rehabilitasi tanaman kakao rakyat," ujarnya.
Gamal berharap agar pabrik pengolahan kakao juga ikut berperan melakukan kemitraan untuk memfasilitasi masyarakat dalam memperbaiki perkebunan kakaonya.
Sebab harus diakui bahwa selama ini kontribusi pabrik kakao terhadap penguatan perkebunan kakao masyarakat tidak signifikan, baru bersifat charity, lanjutnya, sehingga ada kesan pembinaannya hanya dalam skala terbatas dan hanya menyeret kelompok tani yang telah maju.
Menurut mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu, perbaikan kakao masyarakat tidak lagi semata-mata hanya membagikan bibit dan sarana pertanian lainnya. Namun juga dengan orientasi pada pengembangan kawasan terpadu, yang kemudian klaster tersebut dimitrakan dengan industri pengolaahan yang turut serta melakukan pembinaan terhadap petani.
"Sebab pelaksanaan program sebelumnya seringkali bersifat spot-spot yang hanya memperbaiki kebun kakao di satu desa lima hektare, lalu di desa lain yang berjauhan lima hektare," katanya.
Dengan kegiatan pengembangan kakao diharapkan terbangun sebuah kawasan kakao seluas 100 hektare atau 200 hektare yang dikelola oleh satu kelembagaan dan hasil panennya dikelola oleh satu kelembagaan.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, telah melakukan insiasi untuk menjadi salah satu program prioritasnya pada peningkatkan produksi perkebunan kakao rakyat.
Provinsi Sulawesi Selatan telah mencanangkan program "Mengembalikan Kembali Kejayaan Kakao Sulsel" yang difokuskan pada optimalisasi produksi, hilirasi, dan peningkatkan nilai tambah perkebunan kakao rakyat.
Baca juga: Kebun percontohan Kakao Sulbar jadi kebun promosi
Berdasarkan data sementara Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 tercatat luas areal perkebunan kakao di Sulawesi Selatan 232.710 hektare, tercatat tanaman rusak seluas 39.577 hektare. Namun dari data produksi produktivitas hanya 729 ton biji kering/hektare.
Bupati Pesawaran, Provinsi Lampung Dendi Ramadhona menyatakan dari pengembangan ekonomi kreatif dan klusterisasi kakao telah memberikan dampak kepada pengembangan komoditas kakao.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran telah menyusun rencana pengembangan kampung kakao yang berlokasi di Sungai Langka dan Wiyono, Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dengan luasan kakao 656 hektare. Sementara Kawasan Desa Sungai Langka telah ditetapkan sebagai desa agrowisata di Bandar Lampung sekaligus yang pertama di Provinsi tersebut.
Baca juga: Lampung kembangkan agrowisata kopi dan kakao
Baca juga: Program kemakmuran hijau tingkatkan produktivitas kakao petani
Pengamat perkebunan Gamal Nasir di Jakarta, Senin, mengatakan saat ini tren produksi kakao nasional meski meningkat tapi tidak signifikan.
Hal ini ditenggari dengan mayoritas tanaman yang dikelola masyarakat telah melewati umur produktif, sementara bantuan pemerintah baru menyentuh 30 persen dari perkebunan milik masyarakat yang telah berumur rusak atau telah menurun produksinya.
"Pemerintah harus serius menangani perkebunan kakao karena dari 1,7 juta hektare perkebunan kakao, lebih dari 90 persen dari luasan tersebut dikelola oleh masyarakat. Sementara luas tanaman rusak mencapai 526.061 hektare, sehingga perlu alokasi anggaran untuk peremajaan dan rehabilitasi tanaman kakao rakyat," ujarnya.
Gamal berharap agar pabrik pengolahan kakao juga ikut berperan melakukan kemitraan untuk memfasilitasi masyarakat dalam memperbaiki perkebunan kakaonya.
Sebab harus diakui bahwa selama ini kontribusi pabrik kakao terhadap penguatan perkebunan kakao masyarakat tidak signifikan, baru bersifat charity, lanjutnya, sehingga ada kesan pembinaannya hanya dalam skala terbatas dan hanya menyeret kelompok tani yang telah maju.
Menurut mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu, perbaikan kakao masyarakat tidak lagi semata-mata hanya membagikan bibit dan sarana pertanian lainnya. Namun juga dengan orientasi pada pengembangan kawasan terpadu, yang kemudian klaster tersebut dimitrakan dengan industri pengolaahan yang turut serta melakukan pembinaan terhadap petani.
"Sebab pelaksanaan program sebelumnya seringkali bersifat spot-spot yang hanya memperbaiki kebun kakao di satu desa lima hektare, lalu di desa lain yang berjauhan lima hektare," katanya.
Dengan kegiatan pengembangan kakao diharapkan terbangun sebuah kawasan kakao seluas 100 hektare atau 200 hektare yang dikelola oleh satu kelembagaan dan hasil panennya dikelola oleh satu kelembagaan.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, telah melakukan insiasi untuk menjadi salah satu program prioritasnya pada peningkatkan produksi perkebunan kakao rakyat.
Provinsi Sulawesi Selatan telah mencanangkan program "Mengembalikan Kembali Kejayaan Kakao Sulsel" yang difokuskan pada optimalisasi produksi, hilirasi, dan peningkatkan nilai tambah perkebunan kakao rakyat.
Baca juga: Kebun percontohan Kakao Sulbar jadi kebun promosi
Berdasarkan data sementara Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 tercatat luas areal perkebunan kakao di Sulawesi Selatan 232.710 hektare, tercatat tanaman rusak seluas 39.577 hektare. Namun dari data produksi produktivitas hanya 729 ton biji kering/hektare.
Bupati Pesawaran, Provinsi Lampung Dendi Ramadhona menyatakan dari pengembangan ekonomi kreatif dan klusterisasi kakao telah memberikan dampak kepada pengembangan komoditas kakao.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran telah menyusun rencana pengembangan kampung kakao yang berlokasi di Sungai Langka dan Wiyono, Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dengan luasan kakao 656 hektare. Sementara Kawasan Desa Sungai Langka telah ditetapkan sebagai desa agrowisata di Bandar Lampung sekaligus yang pertama di Provinsi tersebut.
Baca juga: Lampung kembangkan agrowisata kopi dan kakao
Baca juga: Program kemakmuran hijau tingkatkan produktivitas kakao petani
Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: