Jakarta (ANTARA News) - Mungkin hampir semua orang Indonesia pernah mencicipi buah salak atau paling tidak mengetahui bentuknya, namun bagi Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva, Senin (17/12), menjadi kali pertama ia makan buah "kulit ular" itu.

Penutur bahasa Inggris menyebut salak sebagai snake's skin fruit atau "buah kulit ular", entah apa alasan pastinya, tetapi mungkin karena kulit buahnya yang tampak bersisik seperti kulit ular.

Usai melakukan wawancara eksklusif dengan Antara, Senin, Dubes Vorobieva diajak bermain menjajal rasa empat buah tropis Asia dari Indonesia, yakni mangga, manggis, nangka, dan salak.

Sesi permainan tersebut diatur sebagai segmen berita ringan setelah sekitar 30 menit menjawab pertanyaan seputar hubungan bilateral Indonesia-Rusia dan berbagai isu kawasan serta internasional.

"Saya tahu ada buah kulit ular ini, tapi belum pernah mencicipinya," kata Vorobieva.

Dubes yang baru menyerahkan surat kepercayaan pada Presiden Jokowi pertengahan 2018 lalu itu pun meminta pembawa acara untuk mengajarinya cara mengupas kulit salak.

Setelah melihat contohnya, perlahan-lahan Vorobieva menguliti buah itu hingga tuntas lalu mencoba menggigit daging buahnya setelah pembawa acara mengingatkan bahwa ada biji di dalamnya.

"Wah, menarik, rasanya manis dan segar, saya tidak menduga kalau di dalam sisik itu ada rasa manis," kata dia.

Takmenyangka akan langsung jatuh cinta, Vorobieva pun mengumumkan salak sebagai buah tropis favorit kedua setelah mangga, yang menurut dia, sudah sering ia nikmati.

Diplomat karier yang pandai bahasa Laos, Thailand dan Prancis itu menambahkan, ia akan mulai memasukkan salak dalam daftar belanja.

Setelah mangga dan salak, dari keempat buah yang perlu dicoba Vorobieva dalam permainan tersebut, dia memilih manggis sebagai nomor tiga dan nangka di nomor terakhir.

"Saya suka rasa nangka, unik dan manis, tapi ada sesuatu di aromanya yang mengingatkan saya pada durian yang saya kurang suka," kata dia.

Dubes Rusia perempuan pertama di Indonesia itu pun mengakui dia tidak menyukai durian, pernah mencicipi, namun kapok untuk mencobanya lagi. Vorobieva makan durian pertama kali saat ia bertugas sebagai minister counsellor di Bangkok, Thailand, pada sekitar 2005.

Sebelum menjadi dubes di Indonesia, ia menjabat sebagai dubes Rusia di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2010-2015, karena itu, Vorobieva mengatakan buah-buahan tropis sudah tidak asing lagi bagi dia. Namun, tentu saja setiap negara memilki kekhasan tersendiri, salah satunya, seperti salak di Indonesia.

Dubes yang masih berusaha belajar Bahasa Indonesia itu mengatakan buahan-buahan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terasa lebih manis dan segar. Selain keempat buah yang ia cicipi di ruang redaksi Antara, Vorobieva juga menyukai kelengkeng dan rambutan.

Saat mengetahui salak juga bisa dikeringkan dan dikalengkan seperti halnya mangga dan buah-buahan lainnya, Vorobieva mengaku tertarik pula untuk mencoba.

"Saya pernah mencoba mangga yang dikeringkan, tapi saya lebih memilih yang segar," kata dia.

Dalam wawancara sebelumnya, Vorobieva mengatakan buah tropis merupakan salah satu komoditas Indonesia yang diimpor Rusia, di samping minyak sawit yang menjadi komoditas terbesar.

Berdasarkan data statistik Rusia, nilai perdagangan bilateral dengan Indonesia pada 2017 mencapai 3,2 miliar dolar AS atau meningkat sekitar 25 persen. Angka itu dianggap menggembirakan, pemerintah Rusia pun menargetkan nilai perdagangan dengan Indonesia dapat mencapai 5 miliar dolar AS dalam beberapa tahun ke depan.

Dari sisi ekspor, sebagai salah satu negara penghasil gandum terbesar di dunia, Rusia juga menawarkan produk tersebut sebagai salah satu potensi dagang yang bisa dijajaki guna memenuhi kebutuhan tepung terigu di Indonesia.

Saat ini, Indonesia dan Rusia juga tengah merundingkan kerangka kemitraan strategis yang memungkinkan kerja sama bilateral yang lebih erat dan menjangkau berbagi bidang. Kedua negara menargetkan dapat menandatangani perjanjian kemitraan strategis itu pada 2019.

Sementara kemitraan strategis dengan Indonesia masih dibahas, Rusia telah menjadi mitra strategis ASEAN yang ditandatangani dalam KTT ASEAN di Singapura pada November 2018, yang menurut Vorobieva, merupakan salah satu rekan kunci bagi negaranya.

Oleh karena itu, sebagai bagian dari ASEAN, Indonesia juga penting bagi Rusia sehingga wakil Moskow di Jakarta itu berharap agar pembahasan kemitraan strategis kedua negara dapat segera diselesaikan.

Saat ini, Rusia juga tengah berupaya untuk memenuhi kontrak pengiriman sebelas pesawat tempur Sukhoi-35 yang dipesan Indonesia. Kontrak pembeliannya sendiri telah ditandatangani pemerintah kedua negara pada Februari 2018.

Vorobieva mengatakan semua hambatan teknis diharapkan selesai pada tahun depan dan Rusia dapat segera mengirim pesanan Sukhoi-35 ke Indonesia, namun dia tidak bisa mengatakan waktu pastinya karena pesawat itu perlu diproduksi lebih dulu.

Selain di bidang ekonomi dan pertahanan, melalui kemitraan strategis, Vorobieva optimistis hubungan bilateral Rusia dan Indonesia akan semakin erat dan dapat dikembangkan lebih baik lagi.

"Saya berharap hubungan bilateral dan kerja sama kita akan terus menguat, kita juga tengah membangun kemitraan startegis, karena itu semoga situasi global juga mendukung upaya kita," kata Vorobieva yang sekaligus menjadi harapannya bagi hubungan Rusia-Indonesia pada 2019.