BPPT rekomendasikan verifikasi elektronik untuk Pemilu 2019
17 Desember 2018 17:32 WIB
Dokumentasi petugas memperlihatkan Kartu Pintar Pemilihan elektronik atau Smart Card e-Voting untuk Sistem Pemilu Elektronik, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/10/2017). Kartu buatan Badan BPPT) bersama PT Industri Telekomunikasi Indonesia ini merupakan inovasi teknologi pemungutan suara sistem elektronik guna mendukung KPU dalam pelaksanaan pemungutan, penghitungan suara dan pengiriman data sebagai solusi mengurangi kesalahan DPT serta mencegah kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu. (ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra)
Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memberikan rekomendasi kepada perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait verifikasi elektronik terhadap calon pemilih pada Pemilu 2019.
"Rekomendasi sudah kita bicarakan dengan KPU dengan sekretaris jenderal, komisioner. Yang kita usahakan itu dalam Pemilu nasional 2019 hanya dua pertama adalah e-verifikasi mengetahui bahwa orang yang datang ke TPS (tempat pemungutan suara) adalah memang orang yang berhak memilih dengan menggunakan KTP-el reader," kata Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, Michael Purwo, di Jakarta, Senin.
Dalam implementasi konsep itu, para pemilih pada Pemilu 2019 hanya perlu membawa KTP, lalu diverifikasi dengan menggunakan sidik jarinya. "Jadi kita memastikan bahwa orang yang datang adalah orang yang berhak, tidak ada jual beli surat undangan, tidak ada pemalsuan nama orang," ujarnya.
Dengan verifikasi elektronik, maka dapat menghindari pemalsuan nama orang karena teridentifikasi keaslian identitas orang.
Selain verifikasi secara elektronik itu, BPPT juga merekomendasikan tanda tangan digital untuk foto Form C1 Plano kepada KPU.
"Di foto ditandatangani secara digital oleh ketua KPPS untuk dikirimkan ke KPU Pusat sehingga jika terjadi permasalahan, katakanlah sengketa Pemilu, maka cukup foto itu yang digunakan sebagai alat bukti hukum. Tdak lagi perlu membawa kotak surat dari TPS-TPS yang terpencil, yang jauh itu ke Mahkamah Konstitusi," katanya.
Ia menuturkan, sejak 2013, BPPT melaksanakan pemilihan kepala desa melalui pemilihan berbasis elektronik, di 987 pemilihan kepala desa di 18 kabupaten di 11 provinsi.
Ia mengatakan, tantangan mengenai menggunakan sistem pemilu elektronik antara lain sumber daya manusia tim KPS yang harus dilatih untuk menggunakan pembaca KTP elektronik. Lalu, ketua KPS atau orang yang diminta untuk memfoto harus dilatih untuk membuat foto yang baik dan layak yang kemudian akan diberi tanda tangan digital.
Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material BPPT, Eniya L Dewi, menuturkan, hingga saat ini belum ada jawab tertulis untuk memakai rekomendasi itu, namun pihaknya terus mendorong penggunaan Pemilu berbasis elektronik.
Meski demikian, KPU telah mempersilakan untuk melakukan verifikasi elektronik lewat pemilihan kepala desa.
Menurut dia, pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum untuk presiden dan wakil presiden dengan menggunakan e-voting sangat memungkinkan karena pilihannya sedikit. Sementara, untuk pemilihan legislatif, banyak pilihan sehingga perlu penyesuaian.
"Kalau pilihannya banyak pileg saat ini terlalu kompleks, adjustnya ke sana kita akan lihat dalam lima tahun ke depan ini," katanya.
"Rekomendasi sudah kita bicarakan dengan KPU dengan sekretaris jenderal, komisioner. Yang kita usahakan itu dalam Pemilu nasional 2019 hanya dua pertama adalah e-verifikasi mengetahui bahwa orang yang datang ke TPS (tempat pemungutan suara) adalah memang orang yang berhak memilih dengan menggunakan KTP-el reader," kata Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, Michael Purwo, di Jakarta, Senin.
Dalam implementasi konsep itu, para pemilih pada Pemilu 2019 hanya perlu membawa KTP, lalu diverifikasi dengan menggunakan sidik jarinya. "Jadi kita memastikan bahwa orang yang datang adalah orang yang berhak, tidak ada jual beli surat undangan, tidak ada pemalsuan nama orang," ujarnya.
Dengan verifikasi elektronik, maka dapat menghindari pemalsuan nama orang karena teridentifikasi keaslian identitas orang.
Selain verifikasi secara elektronik itu, BPPT juga merekomendasikan tanda tangan digital untuk foto Form C1 Plano kepada KPU.
"Di foto ditandatangani secara digital oleh ketua KPPS untuk dikirimkan ke KPU Pusat sehingga jika terjadi permasalahan, katakanlah sengketa Pemilu, maka cukup foto itu yang digunakan sebagai alat bukti hukum. Tdak lagi perlu membawa kotak surat dari TPS-TPS yang terpencil, yang jauh itu ke Mahkamah Konstitusi," katanya.
Ia menuturkan, sejak 2013, BPPT melaksanakan pemilihan kepala desa melalui pemilihan berbasis elektronik, di 987 pemilihan kepala desa di 18 kabupaten di 11 provinsi.
Ia mengatakan, tantangan mengenai menggunakan sistem pemilu elektronik antara lain sumber daya manusia tim KPS yang harus dilatih untuk menggunakan pembaca KTP elektronik. Lalu, ketua KPS atau orang yang diminta untuk memfoto harus dilatih untuk membuat foto yang baik dan layak yang kemudian akan diberi tanda tangan digital.
Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material BPPT, Eniya L Dewi, menuturkan, hingga saat ini belum ada jawab tertulis untuk memakai rekomendasi itu, namun pihaknya terus mendorong penggunaan Pemilu berbasis elektronik.
Meski demikian, KPU telah mempersilakan untuk melakukan verifikasi elektronik lewat pemilihan kepala desa.
Menurut dia, pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum untuk presiden dan wakil presiden dengan menggunakan e-voting sangat memungkinkan karena pilihannya sedikit. Sementara, untuk pemilihan legislatif, banyak pilihan sehingga perlu penyesuaian.
"Kalau pilihannya banyak pileg saat ini terlalu kompleks, adjustnya ke sana kita akan lihat dalam lima tahun ke depan ini," katanya.
Pewarta: Martha Simanjuntak
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Tags: