Pengaruh gawai tantangan kaum ibu mendidik anak, kata ulama
17 Desember 2018 15:09 WIB
Anak-anak Suku Bajo, di Desa Mola Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, bermain gawai, Senin (7/11/2016). Masih kurangnya kesadaran orang tua untuk berperan aktif menyekolahkan anak mereka membuat sekitar 80 persen anak-anak Suku Bajo di Desa Mola saat ini tidak mengenyam pendidikan meski fasilitas dan sarana sekolah mulai TK hingga SMA/SMK di wilayah tersebut telah tersedia. (ANTARA FOTO/ Dewi Fajriani)
Semarang, 17/12 (ANTARA News) - Ulama yang juga Ketua I Yayasan Masjid Raya Baiturrahman Semarang, KH Anashom, M. Hum. mengingatkan tantangan yang dihadapi kalangan ibu pada era sekarang ini dalam mendidik anak adalah melawan pengaruh gawai.
"Peran ibu begitu penting dalam upaya mendidik anak yang akan menentukan masa depan mereka. Peran vital tersebut jangan sampai tergantikan oleh keberadaan 'gadget' (gawai)," katanya saat menjadi narasumber dialog interaktif "Ulama Menyapa" bertema "Sosok Ibu dalam Perspektif Islam" yang disiarkan di TV KU Semarang, Jawa Tengah, Senin.
Menurut Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang itu, sekarang ini perilaku dan tata krama pada anak-anak semakin memudar akibat terpengaruh gawai.
Kondisi semacam itu, kata dia, berbahaya jika sampai sosok ibu sebagai orang tua lepas kontrol terhadap anak-anaknya sehingga perlu sentuhan lebih kreatif dalam mendidik anak.
Ia menyebutkan ada tiga karakteristik dan kodrati ibu terhadap anak, yakni mengajar, mendidik, dan mengasih yang ketiganya harus tetap melekat, tidak boleh luntur, apalagi terlupakan.
"Ketiga peran kodrati ini jangan sampai luntur karena yang akan menentukan kualitas anak-anak untuk tumbuh menjadi generasi yang tanggung sebagai tunas bangsa," katanya.
Menurut Kyai Anashom, kearifan lokal harus tetap dijaga, termasuk penyebutan berbagai istilah terhadap sosok ibu dalam budaya Jawa.
Panggilan "simbok", "emak", dan "biyung", kata dia, menggambarkan hubungan emosional luar biasa antara ibu dan anak sebagai kearifan lokal yang harus dijaga di tengah penetrasi budaya asing.
Mengenai munculnya pendapat bahwa peringatan Hari Ibu sebagai perbuatan bid'ah, ia menambahkan dalam amalan ibadah tidak bisa hanya fokus satu dalil yang justru menyempitkan pemahaman dan pemikiran.
Seperti "Wali Songo", kata dia, berhasil mengembangkan Islam di tanah Jawa karena menggunakan tradisi lokal, bukan menghilangkan tradisi yang sudah ada di masyarakat.
Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah dari Komisi Dakwah, Seni, dan Budaya Dr. K.H. Achmad Izzudin menambahkan sosok ibu mendapatkan porsi sedemikian terhormat dalam Islam.
Ia mencontohkan hadis yang populer mengenai "Surga berada di bawah telapak kaki ibu", kemudian Rasulullah Muhammad SAW menyebutkan ibu sebagai sosok yang dihormati sampai tiga kali, sebelum ayah.
Peringatan Hari Ibu, kata dia, merupakan hal esensial dan positif dilakukan sebagai momentum untuk "muhasabah", sekaligus menyampaikan rasa syukur atas peran ibu yang luar biasa di tengah keluarga dan masyarakat.
Baca juga: Kemenkes: gawai tingkatkan gangguan visus mata anak
Baca juga: Aturan gawai buat anak a la Carissa Puteri
Baca juga: Pentingnya orangtua lakukan "detoks" gawai
"Peran ibu begitu penting dalam upaya mendidik anak yang akan menentukan masa depan mereka. Peran vital tersebut jangan sampai tergantikan oleh keberadaan 'gadget' (gawai)," katanya saat menjadi narasumber dialog interaktif "Ulama Menyapa" bertema "Sosok Ibu dalam Perspektif Islam" yang disiarkan di TV KU Semarang, Jawa Tengah, Senin.
Menurut Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang itu, sekarang ini perilaku dan tata krama pada anak-anak semakin memudar akibat terpengaruh gawai.
Kondisi semacam itu, kata dia, berbahaya jika sampai sosok ibu sebagai orang tua lepas kontrol terhadap anak-anaknya sehingga perlu sentuhan lebih kreatif dalam mendidik anak.
Ia menyebutkan ada tiga karakteristik dan kodrati ibu terhadap anak, yakni mengajar, mendidik, dan mengasih yang ketiganya harus tetap melekat, tidak boleh luntur, apalagi terlupakan.
"Ketiga peran kodrati ini jangan sampai luntur karena yang akan menentukan kualitas anak-anak untuk tumbuh menjadi generasi yang tanggung sebagai tunas bangsa," katanya.
Menurut Kyai Anashom, kearifan lokal harus tetap dijaga, termasuk penyebutan berbagai istilah terhadap sosok ibu dalam budaya Jawa.
Panggilan "simbok", "emak", dan "biyung", kata dia, menggambarkan hubungan emosional luar biasa antara ibu dan anak sebagai kearifan lokal yang harus dijaga di tengah penetrasi budaya asing.
Mengenai munculnya pendapat bahwa peringatan Hari Ibu sebagai perbuatan bid'ah, ia menambahkan dalam amalan ibadah tidak bisa hanya fokus satu dalil yang justru menyempitkan pemahaman dan pemikiran.
Seperti "Wali Songo", kata dia, berhasil mengembangkan Islam di tanah Jawa karena menggunakan tradisi lokal, bukan menghilangkan tradisi yang sudah ada di masyarakat.
Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah dari Komisi Dakwah, Seni, dan Budaya Dr. K.H. Achmad Izzudin menambahkan sosok ibu mendapatkan porsi sedemikian terhormat dalam Islam.
Ia mencontohkan hadis yang populer mengenai "Surga berada di bawah telapak kaki ibu", kemudian Rasulullah Muhammad SAW menyebutkan ibu sebagai sosok yang dihormati sampai tiga kali, sebelum ayah.
Peringatan Hari Ibu, kata dia, merupakan hal esensial dan positif dilakukan sebagai momentum untuk "muhasabah", sekaligus menyampaikan rasa syukur atas peran ibu yang luar biasa di tengah keluarga dan masyarakat.
Baca juga: Kemenkes: gawai tingkatkan gangguan visus mata anak
Baca juga: Aturan gawai buat anak a la Carissa Puteri
Baca juga: Pentingnya orangtua lakukan "detoks" gawai
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018
Tags: