Kementan fasilitasi perdagangan atasi hambatan ekspor kopi ke Filipina
15 Desember 2018 20:56 WIB
Duta Besar Indonesia untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang, Kepala Barantan Banun Harpini dan seluruh peserta pertemuan fasilitasi perdagangan sesaat berfoto bersama di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat. (Badan Karantina Pertanian)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) memfasilitasi hambatan perdagangan terkait tindakan pengamanan yang dilakukan oleh Pemerintah Filipina terhadap komoditas ekspor Indonesia, yakni kopi instan 3-in-1.
"Tentunya kepentingan nasional menjadi perhatian kami, termasuk menjaga neraca perdagangan kita tetap positif," kata Kepala Barantan Banun Harpini saat memimpin pertemuan koordinasi dagang Indonesia-Filipina melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Seperti diketahui, Pemerintah Filipina telah menerapkan pengamanan "Special Safeguards (SSG) duty" atas produk kopi instan 3-in-1 asal Indonesia. Special Safeguards merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berupa pengenaan tarif bea masuk tambahan produk impor yang dianggap memonopoli atau menguasai pasar dalam negeri sehingga merugikan petani negara pengimpor.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor produk yang tengah dikenakan kebijakan pengamanan oleh pemerintah Filipina ini berkisar antara 350 juta dolar AS sampai 400 juta dolar AS per tahun, dan ditambah dengan pendapat lainnya yang dapat mencapai 600 juta dolar AS.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang menilai pemberlakuan kebijakan ini sangat merugikan Indonesia karena potensi ekspor yang tinggi. Oleh karena itu, upaya negosiasi diperlukan.
Pada pertemuan yang juga dihadiri oleh pejabat dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri ini, Sinyo menyampaikan bahwa pihak Indonesia meminta Filipina untuk mencabut kebijakan SSG Duty yakni dengan mengubah dari penundaan pajak impor sementara terhadap kopi olahan PT Mayora menjadi pencabutan tarif pajak.
Hal ini merupakan upaya untuk mengantisipasi turunnya nilai ekspor Indonesia ke Filipina. Dan dari hasil negosiasi, pihak Filipina mengajukan beberapa tuntutan yakni berupa fasilitasi masuknya komoditas pertanian mereka berupa buah pisang, nanas maupun bawang merah agar dapat masuk ke Indonesia.
"Mereka juga minta agar dapat masuk melalui pelabuhan Bitung," kata Sinyo.
Menyikapi hal tersebut, pihak Kementerian Pertanian menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi permasalahan dagang ini.
"Presiden Jokowi bersama presiden Filipina beberapa waktu lalu sudah melakukan kesepakatan untuk membuka jalur perdagangan di Bitung. Jadi kami pun sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal tersebut," kata Banun.
Sebelumnya sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian 42/2012, pemerintah membatasi pintu masuk impor produk segar asal tumbuhan hanya melalui lima pintu masuk, yaitu Pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan Soekarno Hatta di Makasar dan Bandar Udara Soekarno Hatta di Banten serta daerah bebas dagang atau Free Trade Zone Area.
Dengan adanya negosiasi ini, Barantan segera mempersiapkan perangkat kebijakan, sarana dan prasarana perkarantinaan.
Banun mengatakan ada dua kunci yang menjadi pegangan karantina dalam memfasilitasi perdagangan yakni keamanan pangan dan daerah bebas hama penyakit tumbuhan atau pest free area (PFA).
"Dengan kedua kunci ini, meski pintu di pelabuhan Bitung terbuka, kami masih bisa mengendalikan dan mengontrol kesehatan tumbuhan dan keamanan pangan yang masuk ke Indonesia," katanya.
"Tentunya kepentingan nasional menjadi perhatian kami, termasuk menjaga neraca perdagangan kita tetap positif," kata Kepala Barantan Banun Harpini saat memimpin pertemuan koordinasi dagang Indonesia-Filipina melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Seperti diketahui, Pemerintah Filipina telah menerapkan pengamanan "Special Safeguards (SSG) duty" atas produk kopi instan 3-in-1 asal Indonesia. Special Safeguards merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berupa pengenaan tarif bea masuk tambahan produk impor yang dianggap memonopoli atau menguasai pasar dalam negeri sehingga merugikan petani negara pengimpor.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor produk yang tengah dikenakan kebijakan pengamanan oleh pemerintah Filipina ini berkisar antara 350 juta dolar AS sampai 400 juta dolar AS per tahun, dan ditambah dengan pendapat lainnya yang dapat mencapai 600 juta dolar AS.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang menilai pemberlakuan kebijakan ini sangat merugikan Indonesia karena potensi ekspor yang tinggi. Oleh karena itu, upaya negosiasi diperlukan.
Pada pertemuan yang juga dihadiri oleh pejabat dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri ini, Sinyo menyampaikan bahwa pihak Indonesia meminta Filipina untuk mencabut kebijakan SSG Duty yakni dengan mengubah dari penundaan pajak impor sementara terhadap kopi olahan PT Mayora menjadi pencabutan tarif pajak.
Hal ini merupakan upaya untuk mengantisipasi turunnya nilai ekspor Indonesia ke Filipina. Dan dari hasil negosiasi, pihak Filipina mengajukan beberapa tuntutan yakni berupa fasilitasi masuknya komoditas pertanian mereka berupa buah pisang, nanas maupun bawang merah agar dapat masuk ke Indonesia.
"Mereka juga minta agar dapat masuk melalui pelabuhan Bitung," kata Sinyo.
Menyikapi hal tersebut, pihak Kementerian Pertanian menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi permasalahan dagang ini.
"Presiden Jokowi bersama presiden Filipina beberapa waktu lalu sudah melakukan kesepakatan untuk membuka jalur perdagangan di Bitung. Jadi kami pun sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal tersebut," kata Banun.
Sebelumnya sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian 42/2012, pemerintah membatasi pintu masuk impor produk segar asal tumbuhan hanya melalui lima pintu masuk, yaitu Pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan Soekarno Hatta di Makasar dan Bandar Udara Soekarno Hatta di Banten serta daerah bebas dagang atau Free Trade Zone Area.
Dengan adanya negosiasi ini, Barantan segera mempersiapkan perangkat kebijakan, sarana dan prasarana perkarantinaan.
Banun mengatakan ada dua kunci yang menjadi pegangan karantina dalam memfasilitasi perdagangan yakni keamanan pangan dan daerah bebas hama penyakit tumbuhan atau pest free area (PFA).
"Dengan kedua kunci ini, meski pintu di pelabuhan Bitung terbuka, kami masih bisa mengendalikan dan mengontrol kesehatan tumbuhan dan keamanan pangan yang masuk ke Indonesia," katanya.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2018
Tags: