Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menilai pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah yang menyebut Presiden Soeharto sebagai guru korupsi menjadi momentum untuk mengingatkan publik bahwa upaya pengusutan kasus-kasus korupsi Soeharto belum selesai.

"Kita justru harus berterima kasih kepada Pak Basarah karena telah mengingatkan publik atas hal-hal yang belum selesai pada bangsa ini," ujar Hendardi dalam Focus Group Discussion (FGD) "Pencemaran Nama Baik vs Menolak Lupa" di Kampus UKI, Jakarta, Jumat.

Hendardi mengatakan, pengusutan kasus-kasus korupsi Soeharto, keluarga, dan kroninya tidak boleh terhenti karena mantan penguasa Orba itu sudah meninggal dunia. Sebab, Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 yang menjadi dasar pengusutan juga berlaku untuk keluarga dan kroninya.

"Jadi, kroni-kroni Soeharto agar diusut untuk tetap diadili," kata Hendardi.

Aktivis antikorupsi Saor Siagian berpendapat pernyataan Basarah bukan pencemaran nama baik.

"Memang menjadi kewajiban Ahmad Basarah sebagai pimpinan MPR RI untuk menyampaikan hal tersebut," kata Saor.

Dosen FH UKI Petrus Irwan Panjaitan mengatakan hasil FGD akan dijadikan semacam pendapat hukum resmi dari Ikatan Alumni UKI sebagai penyelenggara.

"Dan akan diberikan ke pemangku kepentingan untuk dikaji lebih lanjut," ujar Petrus.

Sebelumnya, pada 5 Desember lalu, Tim Advokat Peduli Soeharto (TAPS) melaporkan Juru Bicara Tin Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Ahmad Basarah ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pernyataannya mantan Presiden Soeharto guru korupsi pada akhir November 2018.

Aktivis TAPS Captain Indonesia Oktoberiandi mengatakan pernyataan Ahmad Basarah terkait Soeharto sebagai guru korupsi tidak berdasar dan tidak memiliki fakta hukum.

Menurut dia, pernyataan Ahmad Basarah yang menyatakan hal itu sesuai dengan Tap MPR No XI/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN juga tidak benar karena dalam ketetapan MPR tersebut tidak ada satu pun pernyataan terkait Soeharto apalagi guru korupsi.

"Selama 20 tahun reformasi Pak Harto tidak pernah dihukum secara inkrah terkait korupsi, ini melukai hati kami," katanya.

Untuk itu, ia berpendapat, pernyataan tersebut diduga telah melanggar Pasal 280 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 521 UU No 7/2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal itu disebutkan pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan atau peserta pemilu lainnya.

Baca juga: TAPS laporkan Ahmad Basarah ke Bawaslu soal pernyataan Soeharto guru korupsi
Baca juga: Eks anggota DPR laporkan Ahmad Basarah ke Bareskrim