Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Dalam Negeri menilai Perda KTR Kota Bogor bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Perwakilan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Agus Rahmanto mengatakan memang ada masalah yang muncul dan menjadi perdebatan dari pelaksanaan Perda KTR.

"Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Tidak boleh bertentangan dengan nilai umum dan kesusilaan," kata Agus dalam keterangan yang diterima, Jumat.

Perda KTR memberikan masalah bagi para pelaku usaha, terkait pelarangan pemajangan produk rokok di toko-toko ritel di Bogor, sedangkan peraturan nasional yang wajib menjadi acuan dalam menyusun Perda tidak melarang hal ini.

Agus mengatakan Pemkot seharusnya hanya membuat aturan yang sesuai dengan kewenangannya. Maka itu, Kemendagri, sambungnya, senantiasa mengkaji setiap perda yang dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Terkait kontroversi Perda KTR, Kemendagri sudah melakukan fasilitasi soal Perda KTR ini dalam bentuk Surat Dirjen Otonomi Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

“Gubernur adalah wakil pemerintah pusat dan pembina kabupaten kota. Kami meminta Gubernur Jawa Barat untuk klarifikasi adanya Perda KTR ini,” ujarnya.

Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Bogor yang melarang pemajangan produk tembakau atau rokok di toko-toko ritel modern menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk warga usaha yang berada di Kota Bogor.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Gunawan Baskoro mengatakan, “Peraturan Daerah yang tidak sesuai dengan Peraturan Nasional jelas menimbulkan kebingungan di lapangan. Kami tidak memiliki aturan main yang jelas, karena di level nasional (pemajangan produk rokok) boleh, sementara di level daerah dilarang. Tidak ada jaminan ketidakpastian usaha. Terlebih, kami tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan peraturan tersebut atau minimal disosialisasikan.”

Pedagang toko retail di Kota Bogor, Farida, mengeluhkan adanya larangan pemajangan produk rokok. Larangan tersebut membuat pendapatannya berkurang hingga 40 persen. “Waktu itu, saya tanya apa alasannya dagangan rokok harus ditutup? Lalu, saya dikasih lihat surat edaran dari Pemerintah. Kami sebagai pedagang memohon agar usaha kami didukung agar bisa maju,” ungkapnya.

Hal ini juga disampaikan oleh Juru bicara Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Estyo Herbowo. Ia mengaku memahami itikad dari Perda KTR ini adalah untuk membatasi konsumen rokok di Kota Bogor. Yang menjadi persoalan, dia meneruskan, adanya larangan pemajangan produk rokok. Padahal, pembatasan promosi dan pemasaran sudah diatur di dalam PP 109 Tahun 2012.

“Kami menitikberatkan pemajangan produk rokok itu sendiri karena selama ini tidak diatur mengenai pelarangan pemajangan. Kami ingin Perda ini selaras dengan peraturan nasional. Kami ingin diajak diskusi,” kata Estyo.