Perekonomian nasional 2019 masih dibayangi Ketidakpastian global
12 Desember 2018 20:59 WIB
Ekonom senior Destry Damayanti (kedua dari kiri), Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang juga Asisten Staf Khusus Presiden Fajar Hirawan (kedua dari kanan), dan Ekonom Syarkawi Rauf (paling kanan) dalam seminar bertema "Evaluasi Ekonomi 2018 dan Outlook 2019" di Jakarta, Rabu (12/12/2018). (ANTARA News/Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Destry Damayanti menilai bahwa ketidakpastian isu global masih menjadi salah satu faktor yang membayangi perekonomian nasional pada 2019.
"Masalah perdagangan Amerika Serikat dengan China masih belum selesai," ujar Destry Damayanti yang juga Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan normalisasi kebijakan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate/FFR) juga masih menjadi tantangan, meski kenaikan suku bunga The Fed pada 2019 nanti diperkirakan tidak seagresif pada 2018.
"Ada kenaikan tingkat suku bunga The Fed tapi tidak seagresif 2018, di mana diperkirakan kenaikannya hanya terjadi dua kali lagi saja. Perkiraan awal adalah sebanyak tiga kali pada 2019," paparnya.
Kendati demikian, Destry Damayanti menilai secara fundamental makroekonomi Indonesia masih berada dalam posisi yang kuat sehingga dapat menahan sentimen negatif yang datang dari global.
"Fiskal penerimaan negara melebihi target dengan prognosa 100 persen. Pendapatan dari pajak mencapai 94 persen. Budget deficit juga turun. Ini adalah pencapaian ekonomi Indonesia per September atau kuartal III-2018," paparnya.
Ia menambahkan dengan ekonomi nasional yang baik maka investasi asing masuk ke dalam negeri akan semakin deras terutama berkaitan dengan digital di tengah ekonomi China yang cenderung melambat.
"Investor akan mencari pasar baru, kondisi ekonomi Eropa juga masih bermasalah. Namun, itu harus diwaspadai oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kita," ucapnya.
Dalam kesempatan sama, Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Hirawan menilai bahwa indikator makroekonomi Indonesia saat ini masih cukup kuat.
"Sejak tahun 2014, kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik dan stabil," kata Fajar Hirawan yang juga Asisten Staf Khusus Presiden.
Selan itu, lanjut dia, inflasi indonesia juga cukup terkendali. Rata-rata inflasi 2015-2018 sekitar 3,12 persen, sesuai dengan target pemerintah.
"Inflasi adalah fenomena kenaikan harga secara umum. Inflasi yang terjadi masih berada dalam target 3,5 persen plus minus 1 persen. Optimis, potensi ekonomi Indonesia masih besar ke depannya," katanya.
"Masalah perdagangan Amerika Serikat dengan China masih belum selesai," ujar Destry Damayanti yang juga Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan normalisasi kebijakan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate/FFR) juga masih menjadi tantangan, meski kenaikan suku bunga The Fed pada 2019 nanti diperkirakan tidak seagresif pada 2018.
"Ada kenaikan tingkat suku bunga The Fed tapi tidak seagresif 2018, di mana diperkirakan kenaikannya hanya terjadi dua kali lagi saja. Perkiraan awal adalah sebanyak tiga kali pada 2019," paparnya.
Kendati demikian, Destry Damayanti menilai secara fundamental makroekonomi Indonesia masih berada dalam posisi yang kuat sehingga dapat menahan sentimen negatif yang datang dari global.
"Fiskal penerimaan negara melebihi target dengan prognosa 100 persen. Pendapatan dari pajak mencapai 94 persen. Budget deficit juga turun. Ini adalah pencapaian ekonomi Indonesia per September atau kuartal III-2018," paparnya.
Ia menambahkan dengan ekonomi nasional yang baik maka investasi asing masuk ke dalam negeri akan semakin deras terutama berkaitan dengan digital di tengah ekonomi China yang cenderung melambat.
"Investor akan mencari pasar baru, kondisi ekonomi Eropa juga masih bermasalah. Namun, itu harus diwaspadai oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kita," ucapnya.
Dalam kesempatan sama, Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Hirawan menilai bahwa indikator makroekonomi Indonesia saat ini masih cukup kuat.
"Sejak tahun 2014, kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik dan stabil," kata Fajar Hirawan yang juga Asisten Staf Khusus Presiden.
Selan itu, lanjut dia, inflasi indonesia juga cukup terkendali. Rata-rata inflasi 2015-2018 sekitar 3,12 persen, sesuai dengan target pemerintah.
"Inflasi adalah fenomena kenaikan harga secara umum. Inflasi yang terjadi masih berada dalam target 3,5 persen plus minus 1 persen. Optimis, potensi ekonomi Indonesia masih besar ke depannya," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2018
Tags: