Pengamat nilai pemerintah perlu waspadai maskapai penerbangan cepat berekspansi
12 Desember 2018 16:53 WIB
Lembaga Studi Hukum Indonesia menggelar diskusi panel bertajuk "Menggugat Pemerintah dan Lion Air akibat jatuhnya Lion Air JT-610" di Universitas Atma Jaya, Rabu (12/12). Diskusi tersebut dihadiri oleh pengamat penerbangan Marsekal (Purn) Chappy Hakim, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Prof Ida Bagus Rahmadi, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Borobudur Prof Faisal Santiago, Advokat Anggia Rukmasari, eks-Anggota DPR RI 1999-2014 Akhmad Muqowam dan dimoderatori oleh Ketua LSHI Dr Laksanto Utomo. (ANTARA News/Genta Mawangi)
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Ilmu Hukum Universitas Borobudur Jakarta Prof Faisal Santiago mengatakan usai insiden jatuhnya pesawat Lion Air nomor registrasi PK LQP/nomor penerbangan JT 610 di Tanjung Pakis, Karawang, pemerintah perlu lebih mewaspadai maskapai penerbangan yang terlihat cepat melakukan ekspansi usaha.
Usai berbicara dalam diskusi bertajuk "Menggugat Tanggung Jawab Pemerintah dan Lion akibat Jatuhnya Lion Air JT 610" di Jakarta, Rabu, Faisal menjelaskan, pengembangan usaha dari sisi bisnis tentu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, tetapi di balik sisi bisnis, pemerintah sebagai regulator perlu memeriksa kesiapan perusahaan penerbangan tersebut dalam menjamin keselamatan penumpang.
"Misalnya, Lion Air sempat membuat perjanjian pembelian ratusan pesawat, tetapi di balik itu pemerintah cq Kementerian Perhubungan sebagai regulator perlu memeriksa kesiapan mereka, khususnya terhadap aspek keselamatan seperti maintenance (perawatan), kesiapan kru," terang Faisal saat ditemui usai diskusi yang digelar Lembaga Studi Hukum Indonesia, di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, pemerintah memang telah membuat regulasi yang cukup terpadu terkait penerbangan. Namun masalahnya, Faisal menyebut, implementasi aturan dan pengawasan dari otoritas terkait yang kurang optimal.
Alhasil, insiden yang berkaitan dengan kesalahan teknis instrumen/mesin ataupun dari manusia-nya (human error) beberapa kali terjadi dalam dunia penerbangan di Indonesia.
Menurut Faisal, akar masalah dari insiden Lion Air PK LQP dan kasus serupa, khususnya dari sisi hukum, diantaranya kurangnya konsistensi operator penerbangan dalam menjalankan aturan yang ditetapkan pemerintah sebaga regulator.
Dalam kesempatan terpisah, kepala staf TNI Angkatan Udara 2002-2005 Marksel (Purn) Chappy Hakim, menjelaskan bahwa pemerintah hingga saat ini belum dapat mengambil sikap atau membuat kebijakan terkait jatuhnya pesawat Lion Air PK LQP, walaupun Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah melansir laporan awal terkait insiden tersebut.
"Pemerintah tetap harus menunggu KNKT mengeluarkan laporan lengkapnya," sebut Chappy saat ditemui usai diskusi. ***1***
Baca juga: Lion Air masih operasikan pesawat Boeing 737 MAX 8
Baca juga: KNKT: kelaikan terbang pesawat saat di udara tanggung jawab pilot
Baca juga: KNKT klarifikasi soal kelaikan Lion Air PK-LQP
Usai berbicara dalam diskusi bertajuk "Menggugat Tanggung Jawab Pemerintah dan Lion akibat Jatuhnya Lion Air JT 610" di Jakarta, Rabu, Faisal menjelaskan, pengembangan usaha dari sisi bisnis tentu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, tetapi di balik sisi bisnis, pemerintah sebagai regulator perlu memeriksa kesiapan perusahaan penerbangan tersebut dalam menjamin keselamatan penumpang.
"Misalnya, Lion Air sempat membuat perjanjian pembelian ratusan pesawat, tetapi di balik itu pemerintah cq Kementerian Perhubungan sebagai regulator perlu memeriksa kesiapan mereka, khususnya terhadap aspek keselamatan seperti maintenance (perawatan), kesiapan kru," terang Faisal saat ditemui usai diskusi yang digelar Lembaga Studi Hukum Indonesia, di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, pemerintah memang telah membuat regulasi yang cukup terpadu terkait penerbangan. Namun masalahnya, Faisal menyebut, implementasi aturan dan pengawasan dari otoritas terkait yang kurang optimal.
Alhasil, insiden yang berkaitan dengan kesalahan teknis instrumen/mesin ataupun dari manusia-nya (human error) beberapa kali terjadi dalam dunia penerbangan di Indonesia.
Menurut Faisal, akar masalah dari insiden Lion Air PK LQP dan kasus serupa, khususnya dari sisi hukum, diantaranya kurangnya konsistensi operator penerbangan dalam menjalankan aturan yang ditetapkan pemerintah sebaga regulator.
Dalam kesempatan terpisah, kepala staf TNI Angkatan Udara 2002-2005 Marksel (Purn) Chappy Hakim, menjelaskan bahwa pemerintah hingga saat ini belum dapat mengambil sikap atau membuat kebijakan terkait jatuhnya pesawat Lion Air PK LQP, walaupun Komite Nasional Keselamatan Transportasi telah melansir laporan awal terkait insiden tersebut.
"Pemerintah tetap harus menunggu KNKT mengeluarkan laporan lengkapnya," sebut Chappy saat ditemui usai diskusi. ***1***
Baca juga: Lion Air masih operasikan pesawat Boeing 737 MAX 8
Baca juga: KNKT: kelaikan terbang pesawat saat di udara tanggung jawab pilot
Baca juga: KNKT klarifikasi soal kelaikan Lion Air PK-LQP
Pewarta: Genta Mawangi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Tags: