Jenewa (ANTARA News) - Pertukaran tawanan di Yaman akan memakan waktu berminggu-minggu dan mungkin melibatkan pemulangan warga negara ketiga, yang ditangkap dalam perang hampir empat tahun itu, kata pejabat tinggi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada Selasa.

Gerakan Houthi Yaman dan pemerintah dukungan Saudi pada Selasa bertukar daftar 15.000 tawanan untuk pertukaran, yang disetujui sebagai langkah membangun kepercayaan pada permulaan pembicaraan perdamaian, yang ditaja PBB di Swedia.

Pembebasan dan pengiriman itu akan dikelola PBB dan ICRC, satu lembaga bantuan independen, yang mengatakan pekan lalu bahwa sekitar 5.000 hingga 8.000 tawanan dapat dipertukarkan, demikian Reuters melaporkan.

"Kami tahu bahwa daftar (tawanan) telah dipertukarkan. Langkah itu akan memakan waktu beberapa pekan agar terjamin," kata Johannes Bruwer, mantan kepala delegasi ICRC di Yaman, kepada wartawan di Jenewa.

"Itu akan jadi langkah berikut dalam pembahasan setelah daftar tersebut dipertukarkan untuk melihat bagaimana pihak berbeda akan meminta kami menangani ini, dan bagaimana mereka akan meramalkan pemulangan warga negara ke negara ketiga," kata dia.

Baca juga: Saudi klaim laporan PBB terkait Yaman menyesatkan

Baca juga: PBB kecewa koalisi Saudi tolak cabut blokade Yaman

Arab Saudi memimpin koalisi negara-negara Arab Teluk dukungan Barat melancarkan serangan-serangan udara mendukung pemerintahan Yaman Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi melawan gerakan Houthi sekutu Iran.

ICRC melihat "jumlah orang yang kekurangan gizi meningkat tajam selama bebebarpa bulan" di Yaman dan kelompok menengah "sudah tak ada lagi" di negara tempat 1,2 juta orang tak menerima gaji selama berbulan-bulan, kata Bruwer.

Bahkan penghentian segera dalam permusuhan mungkin tak akan mencegah kelaparan di Yaman, tempat 22 juta orang, atau empat di antara lima, bergantung pada bantuan," kata dia.

"Barang dagangan perlu mengalir dengan pembatasan dikurangi. Itulah masalah di seluruh negara tersebut, tidak hanya di pelabuhan Hudeidah, bandara di Sanaa perlu dibuka," kata dia.

Editor: Boyke Soekapdjo