Indonesia Halal Watch dorong lahirnya auditor produk halal
11 Desember 2018 20:26 WIB
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah (dua dari kanan) di acara Refleksi Akhir Tahun dan Bedah Buku "Mere(i)butkan Sertifikasi Halal" di Jakarta, Selasa (11/12/2018). (Anom Prihantoro)
Jakarta, (ANTARA News) - Indonesia Halal Watch (IHW) mendorong lahirnya auditor halal sesuai Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) sehingga sertifikasi dapat segera dilakukan dan memberi kepastian pada dunia usaha.
"Sejak Badan Penyelengara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dibentuk hingga kini, belum ada auditor produk halal yang dilahirkan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan auditor produk halal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tahapan penerbitan sertifikasi produk halal sesuai UU JPH No 33 tahun 2014.
Dalam proses sertifikasi halal untuk produk melibatkan BPJPH sebagai regulator, katanya, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di dalamnya ada auditor produk dan Majelis Ulama Indonesia sebagai pemberi fatwa produk.
Dampak yang paling dirasakan hingga kini, kata dia, adalah tidak ada satupun sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH yang diresmikan operasinya pada 10 Oktober 2017.
Padahal, lanjut dia, UU JPH memberi tenggat waktu hingga Oktober 2019 untuk dunia usaha agar memiliki sertifikat halal atau tidak halal.
"Bagaimana mau ada sertifikat yang terbit jika auditor yang diakui saja sampai sekarang belum ada," kata dia.
Adapun BPJPH sudah menggandeng sejumlah pihak agar lahir para auditor produk halal. Banyak dari kalangan yang dirangkul adalah kalangan perguruan tinggi.
Akan tetapi, Ikhsan menyebut perguruan tinggi tidak bisa menjadi LPH karena tidak boleh masuk ranah bisnis. LPH sendiri bekerja sebagai mitra bisnis yang bertugas mengecek kandungan produk apakah halal atau tidak halal.
Hal yang seharusnya dilakukan, kata dia, adalah BPJPH bekerja sama dengan MUI agar bisa melahirkan auditor produk halal. Persoalannya, BPJPH hingga akhir 2018 ini belum menjalin kerja sama dengan MUI.
Menurut dia, kerja sama dengan MUI adalah dengan menjadikan wadah ulama Indonesia itu sebagai pelaksana tugas BPJPH sampai badan tersebut siap menerbitkan sertifikasi halal.
Nyatanya, kata dia, hingga kini BPJPH belum dapat melaksanakan tugasnya menerbitkan sertifikasi halal, karena belum kunjung menyentuh persoalan mendasar yaitu melahirkan auditor halal.
Dalam pasal 59 dan 60 UU JPH, kata dia, memungkinkan MUI untuk menjadi pelaksana sertifikasi halal sampai BPJPH terbentuk atau siap melakukan tugasnya. ***4***
"Sejak Badan Penyelengara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dibentuk hingga kini, belum ada auditor produk halal yang dilahirkan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan auditor produk halal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tahapan penerbitan sertifikasi produk halal sesuai UU JPH No 33 tahun 2014.
Dalam proses sertifikasi halal untuk produk melibatkan BPJPH sebagai regulator, katanya, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di dalamnya ada auditor produk dan Majelis Ulama Indonesia sebagai pemberi fatwa produk.
Dampak yang paling dirasakan hingga kini, kata dia, adalah tidak ada satupun sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH yang diresmikan operasinya pada 10 Oktober 2017.
Padahal, lanjut dia, UU JPH memberi tenggat waktu hingga Oktober 2019 untuk dunia usaha agar memiliki sertifikat halal atau tidak halal.
"Bagaimana mau ada sertifikat yang terbit jika auditor yang diakui saja sampai sekarang belum ada," kata dia.
Adapun BPJPH sudah menggandeng sejumlah pihak agar lahir para auditor produk halal. Banyak dari kalangan yang dirangkul adalah kalangan perguruan tinggi.
Akan tetapi, Ikhsan menyebut perguruan tinggi tidak bisa menjadi LPH karena tidak boleh masuk ranah bisnis. LPH sendiri bekerja sebagai mitra bisnis yang bertugas mengecek kandungan produk apakah halal atau tidak halal.
Hal yang seharusnya dilakukan, kata dia, adalah BPJPH bekerja sama dengan MUI agar bisa melahirkan auditor produk halal. Persoalannya, BPJPH hingga akhir 2018 ini belum menjalin kerja sama dengan MUI.
Menurut dia, kerja sama dengan MUI adalah dengan menjadikan wadah ulama Indonesia itu sebagai pelaksana tugas BPJPH sampai badan tersebut siap menerbitkan sertifikasi halal.
Nyatanya, kata dia, hingga kini BPJPH belum dapat melaksanakan tugasnya menerbitkan sertifikasi halal, karena belum kunjung menyentuh persoalan mendasar yaitu melahirkan auditor halal.
Dalam pasal 59 dan 60 UU JPH, kata dia, memungkinkan MUI untuk menjadi pelaksana sertifikasi halal sampai BPJPH terbentuk atau siap melakukan tugasnya. ***4***
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018
Tags: