Ternate (ANTARA News) - Posisi Ternate sebagai pintu gerbang Maluku Utara (Malut), juga pusat pendidikan, pusat perdagangan dan jasa di provinsi ini mengharuskan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate untuk menyediakan berbagai infrastruktur.

Namun, untuk menyediakan berbagai infrastruktur itu dihadapkan dengan sejumlah kendala, di antaranya keterbatasan lahan, karena Ternate berada di pulau kecil yang luas kelilingnya kurang dari 50 kilometer dan sebagian daratannya berupa bukit dan lereng gunung.

Daratan di pulau penghasil rempah ini yang dijadikan lokasi permukiman, pembangunan perkantoran, sarana pendidikan dan kesehatan serta fasilitas publik lainnya sudah padat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk.

Oleh karena itu, upaya yang dilakukan Pemkot Ternate untuk mengatasi keterbatasan lahan tersebut, sesuai kebijakan Walikota Ternate Burhan Abdurahman adalah mereklamasi pantai, seperti yang pada 2018 ini di Pantai Kalumata dan Kayu Merah.

Reklamasi di Pantai Kalumata dan Kayu Merah itu, sesuai perencanaan akan di teruskan hingga ke Pantai Fitu dan Gambesi untuk mendukung wilayah itu sebagai kawasan pengembangan industri baru di kota berpenduduk 200 ribu jiwa lebih ini.

Lahan reklamasi di Pantai Kalumata dan Kayu Merah, selain dimanfaatkan untuk pembangunan kawasan ekonomi dan fasilitas publik, juga akan dijadikan lokasi pembangunan RSUD.

Sebelumnya, Pemkot Ternate melakukan reklamasi di Pantai Mangga dan Kota Baru serta Pantai Soasio, sementara pada 2019 dimulai pula reklamasi pantai di wilayah Ternate Utara mulai dari Pantai Salero hingga Pantai Dufa-Dufa dengan anggaran Rp30 miliar.

Walikota Burhan Abdurahman ingin menjadikan lokasi reklamasi Pantai Salero hingga Dufa-Dufa itu untuk pembangunan kawasan ekonomi dan fasilitas publik serta akses jalan, yang akan menghubungkan Bandara Sultan Babullah Ternate dengan pusat kota Ternate.

Reklamasi pantai dalam skala besar telah dilakukan Pemkot Ternate sejak 2003 di Pantai Gamalama, kala itu Pemkot menjalin kerja sama dengan pengusaha lokal dalam kegiatan reklamasinya.

Dalam kerja sama itu pengusaha menanggung anggaran reklamasinya dengan kompensasi sebagian lokasi reklamasi akan menjadi milik pengusaha bersangkutan untuk membangun kawasan bisnis.

Pemkot Ternate diuntungkan dalam kerja sama reklamasi itu, karena selain Pemkot tidak mengeluarkan anggaran reklamasi, juga mendapatkan lahan gratis di lokasi reklamasi untuk pembangunan jalan dan fasilitas publik serta lokasi pembangunan Masjid Raya Al-Munawwar yang kini menjadi ikon tempat ibadah umat muslim di Ternate.

Di lokasi reklamasi di Pantai Gamalama tersebut, kini telah berkembang menjadi pusat kawasan bisnis utama di kota Ternate yang di dalamnya ada pusat perbelanjaan modern, kompleks pertokoan, hotel, perbankan dan usaha jasa lainnya.



Dampak Lingkungan

Walaupun reklamasi pantai di kota berjuluk daerah seribu benteng ini memunculkan pro-kontra, tidak dapat dipungkiri bahwa reklamasi pantai itu telah memberi kontribusi besar bagi penyediaan lahan untuk lokasi pembangunan berbagai fasilitas publik dan kawasan ekonomi di daerah ini.

Adanya kawasan ekonomi di lokasi reklamasi pantai otomatis mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi, membuka lapangan kerja serta menjadi sumber pendapatan bagi daerah, baik dalam bentuk retribusi maupun pajak yang mencapai puluhan miliar rupiah per tahun.

Reklamasi pantai di berbagai lokasi di Ternate memberi kontribusi pula terhadap upaya menghilangkan kawasan permukiman kumuh, seperti di Pantai Kota Baru dan Mangga Dua yang dulunya terlihat kumuh sekarang telah berubah menjadi rapi dan indah.

Lalu bagaimana dampak reklamasi pantai itu terhadap lingkungan perairan Ternate, sesuai pengamatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Ternate, Mansur Abdurahman, sejauh ini tidak menunjukan dampak yang menggambarkan terjadinya kerusakan lingkungan.

Kegiatan reklamasi pantai itu memang telah mengubah keaslian bentangan pantai, tetapi karena setiap reklamasi selalu didahului dengan kajian yang mendalam serta mengacu pada semua ketentuan yang berlaku, sehingga dampaknya terhadap kerusakan lingkungan diminimalisasi.

Reklamasi pantai itu dapat menghalangi masyarakat di pesisir pantai untuk membuang langsung sampah di laut, selain itu perairan pantai di lokasi reklamasi kini dimanfaatkan masyarakat untuk berenang karena lingkungannya sudah bersih.

Para nelayan yang selama ini memancing ikan di perairan Ternate juga sejauh ini belum mengeluhkan berkurangnya hasil tangkapan mereka, karena adanya reklamasi pantai, begitu pula aktivitas penyelaman di sejumlah lokasi terumbuh karang di perairan pantai Ternate tidak terpengaruh.

Langkah Pemkot Ternate untuk mengatasi keterbatasan lahan dengan mereklamasi pantai bagi pemerhati lingkungan di Malut, Jafar, dapat dipahami dan upaya seperti itu dilakukan pula di berbagai daerah di Indonesia.

Dampak dari kegiatan reklamasi pantai terhadap lingkungan pasti ada, sehingga Pemkot Ternate dituntut untuk selalu berupaya meminimalisasi dampak itu, misalnya jika berdampak terhadap kelestarian terumbuh karang di perairan Ternate maka harus melakukan tingkatkan konservasi.

Masyarakat di sejumlah pulau sekitar Ternate, seperti di Pulau Maitara, Kota Tidore Kepulauan, justru menganggap reklamasi itu sangat berdampak terhadap lingkungan pantai di pulau mereka.

Dulu sebelum ada reklamasi pantai di Ternate, kondisi pantai Pulau Maitara yang letaknya hanya sekitar 1 mil dari Ternate selalu bersih dari sampah, baik saat air surut maupun air pasang.

Tetapi sekarang Pantai Pulau Maitara setiap hari dipenuhi sampah, diduga akibat arus air laut menuju Pantai Ternate kini berbalik arah ke Pulau Maitara dengan membawa sampah karena adanya reklamasi pantai di Ternate.*



Baca juga: Pelepasan segel pulau eks reklamasi dinilai persoalan lanjutan

Baca juga: Warga harap pulau eks reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan ekonomi mereka

Baca juga: Warga pesisir bersyukur pulau reklamasi dikelola pemerintah