Kanada-Bappenas luncurkan program peningkatan kesehatan reproduksi
10 Desember 2018 19:41 WIB
Ilustrasi seorang petugas Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) menunjukkan peraga alat reproduksi perempuan kepada sejumlah pelajar. (ANTARA/ERIC IRENG)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kanada dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI meluncurkan program Better Reproductive Health and Rights for All in Indonesia (BERANI) untuk meningkatkan kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan serta kaum muda di Indonesia.
Dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar Kanada di Jakarta, Senin, dijelaskan bahwa program ini akan meningkatkan kualitas bidan sehingga menurunkan angka kematian ibu, sementara kaum muda akan memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi melalui pendidikan kesehatan reproduksi remaja serta layanan kesehatan yang ramah remaja.
Program ini juga bertujuan untuk mengubah sikap seputar praktik perkawinan anak dan kekerasan berbasis gender, melalui peningkatan fokus pada advokasi, pengumpulan bukti, pengembangan kapasitas, dan kemitraan.
“Program BERANI sangat strategis karena membahas agenda yang belum selesai dalam kerangka pembangunan negara dan memiliki hubungan yang jelas dengan kesenjangan SDGs saat ini yang ditangani oleh negara," kata Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Subandi Sardjoko.
Menurut Subandi, program ini sejalan dengan program nasional yang ada dan Bappenas berharap dapat memfasilitasi strategi yang tepat untuk keberlanjutan program.
Berinvestasi pada perempuan dan anak perempuan merupakan strategi penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
Perempuan dan anak perempuan merupakan setengah dari populasi di negara ini tetapi sering tidak menerima informasi dan layanan yang mereka butuhkan untuk berkembang.
Misalnya, satu dari sembilan anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun di Indonesia dan kemudian sering meninggalkan pendidikan yang belum selesai untuk melanjutkan kehidupan pernikahan, menciptakan siklus kemiskinan yang berlanjut ke kehidupan anak-anak mereka.
Menghilangkan perkawinan anak akan membantu anak perempuan menyelesaikan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, berkontribusi terhadap ekonomi, dan dapat meningkatkan PDB lebih dari 1,7 persen.
Baca juga: Ibu sehat bangsa kuat
Bermitra dengan Dana Populasi PBB (UNFPA) dan Dana Anak PBB (UNICEF) untuk menangani masalah kesehatan reproduksi dan perkawinan anak, pemerintah Kanada meluncurkan Kebijakan Bantuan Internasional Feminis yang mengidentifikasi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan sebagai dasar bantuannya. Pemerintah Kanada mengakui ini adalah cara terbaik untuk mengurangi kemiskinan.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, pemerintah Kanada berkomitmen berinvestasi sebanyak 650 juta dolar AS secara global selama tiga tahun untuk meningkatkan kesehatan serta hak seksual dan reproduksi untuk semua.
“Pemerintah Kanada percaya bahwa perempuan dan anak perempuan dapat mengubah dunia. Jika diberi kesempatan yang sama untuk berhasil, mereka dapat menjadi agen perubahan yang kuat, yang artinya, mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, mendorong perdamaian dan kerja sama yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup bagi keluarga mereka dan komunitas mereka,” kata Duta Besar Kanada untuk Indonesia Peter MacArthur.
Kebijakan baru pemerintah Kanada sesuai dengan mandat UNFPA dan UNICEF di Indonesia dalam upaya kolektif untuk mencapai Agenda 2030, terutama Tujuan 5 tentang Kesetaraan Gender dan Tujuan 3 tentang Kesehatan dan Kesejahteraan.
“Fokus Program BERANI adalah untuk menangani hak dalam mengakses perawatan kesehatan reproduksi berkualitas bagi semua, terutama perempuan dan anak perempuan yang terpinggirkan dan kurang beruntung," kata Perwakilan UNFPA di Indonesia, Dr. Annette Sachs Robertson.
Memberdayakan perempuan dan anak perempuan, serta memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, diperlukan baik untuk kemajuan individu maupun pembangunan yang adil.
Memajukan kesetaraan gender, menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan praktik-praktik berbahaya serta memastikan perempuan memiliki akses ke layanan dan informasi kesehatan reproduksi adalah tonggak utama pembangunan suatu negara dan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Di Indonesia, satu dari enam anak perempuan saat ini tidak masuk sekolah setiap bulan karena menstruasi dan kurangnya fasilitas yang memadai di sekolah.
Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki kemungkinan empat kali lebih sedikit untuk menyelesaikan sekolah menengah daripada anak perempuan yang menunda pernikahan.
Baca juga: Akademisi: aturan perlindungan anak Indonesia tidak konsisten
Program BERANI bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak perempuan dengan memberdayakan mereka untuk tetap bersekolah, membuat keputusan yang sehat, dan berkembang.
Menurut Perwakilan UNICEF di Indonesia Debora Comini, memprioritaskan pendidikan anak perempuan adalah strategi yang kuat untuk mengakhiri perkawinan anak dan memastikan bahwa anak perempuan dapat memenuhi potensi mereka.
Semakin lama seorang anak perempuan tetap bersekolah, semakin lama perkawinan ditunda dan semakin banyak waktu seorang anak perempuan harus mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan keyakinannya untuk membuat keputusan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap anak perempuan memiliki hak dan kemampuan untuk menyelesaikan pendidikan mereka, untuk memasuki dunia kerja formal, dan untuk berkontribusi pada masyarakat dan ekonomi. Dengan menunda pernikahan dan kehamilan, anak perempuan akan lebih mampu menyehatkan dan merawat anak-anak mereka, menuju keluarga yang lebih sehat dari generasi ke generasi,” kata Debora.
Pelaksanaan program BERANi akan melibatkan sejumlah instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Asosiasi Bidan Indonesia, Yayasan Siklus Sehat Indonesia serta sejumlah organisasi keagamaan.
Baca juga: Sunat perempuan hanya karena budaya
Dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar Kanada di Jakarta, Senin, dijelaskan bahwa program ini akan meningkatkan kualitas bidan sehingga menurunkan angka kematian ibu, sementara kaum muda akan memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi melalui pendidikan kesehatan reproduksi remaja serta layanan kesehatan yang ramah remaja.
Program ini juga bertujuan untuk mengubah sikap seputar praktik perkawinan anak dan kekerasan berbasis gender, melalui peningkatan fokus pada advokasi, pengumpulan bukti, pengembangan kapasitas, dan kemitraan.
“Program BERANI sangat strategis karena membahas agenda yang belum selesai dalam kerangka pembangunan negara dan memiliki hubungan yang jelas dengan kesenjangan SDGs saat ini yang ditangani oleh negara," kata Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Subandi Sardjoko.
Menurut Subandi, program ini sejalan dengan program nasional yang ada dan Bappenas berharap dapat memfasilitasi strategi yang tepat untuk keberlanjutan program.
Berinvestasi pada perempuan dan anak perempuan merupakan strategi penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
Perempuan dan anak perempuan merupakan setengah dari populasi di negara ini tetapi sering tidak menerima informasi dan layanan yang mereka butuhkan untuk berkembang.
Misalnya, satu dari sembilan anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun di Indonesia dan kemudian sering meninggalkan pendidikan yang belum selesai untuk melanjutkan kehidupan pernikahan, menciptakan siklus kemiskinan yang berlanjut ke kehidupan anak-anak mereka.
Menghilangkan perkawinan anak akan membantu anak perempuan menyelesaikan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, berkontribusi terhadap ekonomi, dan dapat meningkatkan PDB lebih dari 1,7 persen.
Baca juga: Ibu sehat bangsa kuat
Bermitra dengan Dana Populasi PBB (UNFPA) dan Dana Anak PBB (UNICEF) untuk menangani masalah kesehatan reproduksi dan perkawinan anak, pemerintah Kanada meluncurkan Kebijakan Bantuan Internasional Feminis yang mengidentifikasi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan sebagai dasar bantuannya. Pemerintah Kanada mengakui ini adalah cara terbaik untuk mengurangi kemiskinan.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, pemerintah Kanada berkomitmen berinvestasi sebanyak 650 juta dolar AS secara global selama tiga tahun untuk meningkatkan kesehatan serta hak seksual dan reproduksi untuk semua.
“Pemerintah Kanada percaya bahwa perempuan dan anak perempuan dapat mengubah dunia. Jika diberi kesempatan yang sama untuk berhasil, mereka dapat menjadi agen perubahan yang kuat, yang artinya, mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, mendorong perdamaian dan kerja sama yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup bagi keluarga mereka dan komunitas mereka,” kata Duta Besar Kanada untuk Indonesia Peter MacArthur.
Kebijakan baru pemerintah Kanada sesuai dengan mandat UNFPA dan UNICEF di Indonesia dalam upaya kolektif untuk mencapai Agenda 2030, terutama Tujuan 5 tentang Kesetaraan Gender dan Tujuan 3 tentang Kesehatan dan Kesejahteraan.
“Fokus Program BERANI adalah untuk menangani hak dalam mengakses perawatan kesehatan reproduksi berkualitas bagi semua, terutama perempuan dan anak perempuan yang terpinggirkan dan kurang beruntung," kata Perwakilan UNFPA di Indonesia, Dr. Annette Sachs Robertson.
Memberdayakan perempuan dan anak perempuan, serta memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, diperlukan baik untuk kemajuan individu maupun pembangunan yang adil.
Memajukan kesetaraan gender, menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan praktik-praktik berbahaya serta memastikan perempuan memiliki akses ke layanan dan informasi kesehatan reproduksi adalah tonggak utama pembangunan suatu negara dan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Di Indonesia, satu dari enam anak perempuan saat ini tidak masuk sekolah setiap bulan karena menstruasi dan kurangnya fasilitas yang memadai di sekolah.
Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki kemungkinan empat kali lebih sedikit untuk menyelesaikan sekolah menengah daripada anak perempuan yang menunda pernikahan.
Baca juga: Akademisi: aturan perlindungan anak Indonesia tidak konsisten
Program BERANI bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak perempuan dengan memberdayakan mereka untuk tetap bersekolah, membuat keputusan yang sehat, dan berkembang.
Menurut Perwakilan UNICEF di Indonesia Debora Comini, memprioritaskan pendidikan anak perempuan adalah strategi yang kuat untuk mengakhiri perkawinan anak dan memastikan bahwa anak perempuan dapat memenuhi potensi mereka.
Semakin lama seorang anak perempuan tetap bersekolah, semakin lama perkawinan ditunda dan semakin banyak waktu seorang anak perempuan harus mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan keyakinannya untuk membuat keputusan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap anak perempuan memiliki hak dan kemampuan untuk menyelesaikan pendidikan mereka, untuk memasuki dunia kerja formal, dan untuk berkontribusi pada masyarakat dan ekonomi. Dengan menunda pernikahan dan kehamilan, anak perempuan akan lebih mampu menyehatkan dan merawat anak-anak mereka, menuju keluarga yang lebih sehat dari generasi ke generasi,” kata Debora.
Pelaksanaan program BERANi akan melibatkan sejumlah instansi terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Asosiasi Bidan Indonesia, Yayasan Siklus Sehat Indonesia serta sejumlah organisasi keagamaan.
Baca juga: Sunat perempuan hanya karena budaya
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018
Tags: