Soal Papua, peneliti sebut ada persoalan mendasar belum terselesaikan
8 Desember 2018 04:53 WIB
Keluarga korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) memegang foto Muhammad Agus saat jenazah tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12/2018). Sebanyak 16 jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga. ANTARA FOTO/Abriawan abhe/ama. (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth, mengatakan bahwa kasus pembunuhan di Nduga Papua berawal dari persoalan mendasar yang tidak diatasi oleh pemerintah.
"Ada persoalan yang sangat mendasar yang merupakan dampak kekerasan berulang dan pelanggaran HAM yang tidak segera diselesaikan oleh Pemerintah," ujar Adriana dalam diskusi di kantor Amnesty International di Jakarta, Jumat.
Berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM yang sebelumnya terjadi di Papua, dikatakan Adriana telah menimbulkan banyak korban dan trauma masyarakat.
"Belum ada program khusus untuk menangani korban yang alami trauma akibat konflik," kata Adriana.
Adriana lalu membandingkan bagaimana tanggapnya Pemerintah Indonesia menangani trauma korban bencana alam, namun kurang memperhatikan trauma yang dialami korban konflik.
Menurut Adriana pemulihan trauma bagi korban konflik harus segera ditangani, karena kondisi ini bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan dampak yang lebih parah di kemudian hari.
"Ini akan menimbulkan dampak panjang termasuk aksi represif karena ingatan konflik itu yang terekam oleh masyarakat korban konflik," kata Adriana.
Lebih lanjut Adriana mengatakan bahwa pelanggaran HAM dan trauma yang dialami korban konflik merupakan akar permasalahan dari berbagai kasus di Papua, salah satunya kasus pembunuhan di Nduga.
"Kasus di Nduga menjadi konfirmasi bahwa kekerasan masih terjadi, memang tidak semua kasus kekerasan merupakan pelanggaran HAM, tapi bisa mengarah ke sana," kata Adriana.
Baca juga: TNI dilibatkan dalam pengerjaan proyek pembangunan di Papua
Baca juga: Warga korban insiden Nduga diberikan pemulihan trauma
Baca juga: Ma'ruf Amin: Pembangunan di Papua tidak boleh terhenti
"Ada persoalan yang sangat mendasar yang merupakan dampak kekerasan berulang dan pelanggaran HAM yang tidak segera diselesaikan oleh Pemerintah," ujar Adriana dalam diskusi di kantor Amnesty International di Jakarta, Jumat.
Berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM yang sebelumnya terjadi di Papua, dikatakan Adriana telah menimbulkan banyak korban dan trauma masyarakat.
"Belum ada program khusus untuk menangani korban yang alami trauma akibat konflik," kata Adriana.
Adriana lalu membandingkan bagaimana tanggapnya Pemerintah Indonesia menangani trauma korban bencana alam, namun kurang memperhatikan trauma yang dialami korban konflik.
Menurut Adriana pemulihan trauma bagi korban konflik harus segera ditangani, karena kondisi ini bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan dampak yang lebih parah di kemudian hari.
"Ini akan menimbulkan dampak panjang termasuk aksi represif karena ingatan konflik itu yang terekam oleh masyarakat korban konflik," kata Adriana.
Lebih lanjut Adriana mengatakan bahwa pelanggaran HAM dan trauma yang dialami korban konflik merupakan akar permasalahan dari berbagai kasus di Papua, salah satunya kasus pembunuhan di Nduga.
"Kasus di Nduga menjadi konfirmasi bahwa kekerasan masih terjadi, memang tidak semua kasus kekerasan merupakan pelanggaran HAM, tapi bisa mengarah ke sana," kata Adriana.
Baca juga: TNI dilibatkan dalam pengerjaan proyek pembangunan di Papua
Baca juga: Warga korban insiden Nduga diberikan pemulihan trauma
Baca juga: Ma'ruf Amin: Pembangunan di Papua tidak boleh terhenti
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: