Siapa sangka di tanah subur di kaki Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, masih ditemukan kasus malnutrisi.
Secara akal sehat, bisa dikatakan kecil kemungkinan jika di daerah sejuk itu terjadi manutrisi atau kekurangan gizi mengingat sumber daya alam pertanian di sana melimpah.
Pertanian holtikultura menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat selain bertani bawang putih yang selama ini menjadi unggulan.
Produksi pertanian daerah tersebut menjadi produsen tetap untuk wilayah Pulau Lombok, bahkan sampai ke Bali dan Pulau Jawa.
Selain itu, Sembalun juga terkenal sebagai pusat peternakan, setiap masuk ke perkampungan penduduk di daerah itu, tidak akan sulit menemukan kandang sapi.
Namun faktanya memang demikian, berbeda 360 derajat dengan temuan adanya kasus malnutrisi itu sehingga membuat terperangah mereka yang mendengar temuan tersebut.
Fakta mengungkapkan bahwa malnutrisi bermula dari minimnya pengetahuan masyarakat setempat tentang betapa pentingnya asupan bergizi.
Tim Bengkel Gizi Terpadu (BeGiTu) Aksi Cepat Tanggap (ACT) menemukan kenyataan getir bahwa malnutrisi muncul karena masih ada informasi gizi yang tidak dipahami masyarakat.
Misalnya saja, jenis-jenis makanan sehat yang memiliki kandungan gizi yang memadai.
Koordinator Lapangan BeGiTu ACT Ade Arfa Putra mengungkapkan, fakta itu ditemukan ketika timnya mengadakan Forum Group Discussion lintas sektor pada pertengahan November 2018.
FGD tersebut selain pihak Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan tokoh masyarakat Sembalun, pertemuan itu juga dihadiri oleh anak penderita malnutrisi beserta para orang tuanya.
"Saya sempat kaget, ketika kebanyakan orang tua yang memiliki anak penderita malnutrisi mengaku tidak tahu bentuk makanan bergizi itu seperti apa. Di sana saya baru sadar, selain kondisi ekonomi, pengetahuan masyarakat akan pentingnya pemenuhan makanan bergizi masih minim," katanya.
Bahkan yang membuat lebih terenyuh, kata Ade, adalah ketika mereka dihadapi keterbatasan pascabencana gempa. Ketika para orang tua terpaksa memberikan makan anaknya hanya dengan nasi.
Itu pun harus dikunyah terlebih dahulu oleh para orang tua sebelum dimakan oleh anaknya, katanya.
"Saya tidak tega mendengarnya, sampai mereka tidak tahu bahwa ketika makanan telah dikunyah maka nutrisi akan berkurang. Anak-anak mereka pun jadi tidak menyerap nutrisi secara sempurna," kata Ade.
Sebelum itu, Tim BeGiTu ACT juga telah melakukan penimbangan ulang di hampir 27 Posyandu Kecamatan Sembalun. Dari sana, tim menemukan data sebanyak 110 anak dengan kisaran usia 1-4 tahun yang menderita malnutrisi, baik berstatus gizi buruk maupun gizi kurang.
Jumlah 110 orang yang terdata itu tidak bisa dianggap sepele, itu cukup besar untuk sebuah kecamatan. Maka, melalui Program BeGiTu, ACT ingin membantu sekaligus mengajak berbagai pihak untuk membuat komitmen dalam mengurangi kasus malnutrisi yang terus merebak, khususnya di Sembalun.
Sementara itu, Dr Muhammad Riedha Bambang selaku Penanggung Jawab Program BeGiTu ACT menuturkan, ACT berencana mematenkan program tersebut untuk mendukung pemulihan Lombok pada pertengahan Desember mendatang.
Adapun tiga agenda yang menjadi fokus utama, yaitu pelayanan kesehatan, edukasi, sekaligus pelatihan langsung dalam mengolah makanan bergizi dengan hasil pertanian dan peternakan lokal.
"Semoga dengan adanya program BeGiTu, masyarakat bisa secara mandiri menopang kebutuhan gizi keluarganya, terutama anak-anak. Sebab sesungguhnya kebutuhan gizi juga perlu dipenuhi jauh sebelum seorang ibu mengandung anaknya," katanya.
Program bengkel gizi
Program Bengkel Gizi Terpadu (BeGiTu), merupakan pusat pemulihan gizi dengan tujuan membangun derajat kesehatan melalui proses rehabilitasi terpadu, sekaligus partisipatif.
Program yang telah hadir sejak 2010 ini, kini digulirkan di Lombok dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan anak-anak yang terjangkit malnutrisi di Lombok.
Kehadiran program BeGiTu ditopang dari dana zakat masyarakat Indonesia yang disalurkan melalui Global Zakat ACT, kata Nurjannatunaim selaku Koordinator Program BeGiTu.
Ia menambahkan khususnya program di Sembalun itu, akan berlangsung secara berkala. Anak-anak yang telah melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif menderita malnutrisi akan mendapatkan pelayanan kesehatan gizi, katanya.
"Tim kami akan datang secara rutin ke daerah mereka untuk melakukan pendampingan, meliputi penimbangan dan konsultasi gizi. Anak-anak juga akan mendapat paket pangan bergizi secara gratis untuk menopang proses rehabilitasi gizi mereka," katanya.
Tidak berhenti sampai di sana, kata Nur, para orang tua juga nantinya akan turut serta dalam fase pemulihan gizi sang anak. Tim BeGiTu-ACT akan memberikan edukasi kepada para orang tua tentang pola hidup sehat pola asuh anak.
"Tentu kami juga akan memberikan wawasan tentang kecukupan gizi untuk keluarga, sekaligus tentang air dan sanitasi (watsan)," katanya.
Seusai, memberikan wawasan dan penyuluhan, ACT juga akan melakukan pemberdayaan keluarga berupa modal dan keterampilan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, sehingga mereka bisa secara mandiri menopang pola hidup sehat keluarganya sendiri.
Apabila semua sudah diberikan, maka sedikit banyak akan mengurangi jumlah penderita malnutrisi pada anak.
Semoga program BeGiTu bisa terus berjalan bersama lebih banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya kemampuan dalam memenuhi makanan yang bergizi.*
Baca juga: Bengkel Gizi Terpadu ACT pulihkan malnutrisi di Lombok
Baca juga: "nabu" ciptaan mahasiswa universitas brawijaya atasi malnutrisi
Artikel
Malnutrisi di lereng Rinjani
8 Desember 2018 01:55 WIB
Bengkel Gizi Terpadu ACT pulihkan penderita malnutrisi di Lombok. (Foto: act.id)
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: