Tak ada angka pasti tentang jumlah peserta Reuni 212 yang digelar di lapangan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta pada 2 Desember 2018.

Juru bicara kepolisian Argo Yuwono mengatakan jumlah peserta Reuni 212 sekitar 100.000 orang, sedangkan menurut Gubernur Jakarta Anies Baswedan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan perayaan Tahun Baru 2018.

Ketua Media Center Reuni Alumni (Mujahid) 212 Novel Bamukmin memperkirakan sekitar tiga juta peserta dari berbagai golongan, kalangan, dan latar belakang menghadiri kegiatan yang dianggap sebagai momentum untuk menjalin kebersamaan dengan penuh kedamaian itu.

Sementara itu, Ketua Panitia Acara Reuni 212 Ustadz Bernard Abdul Jabbar mengatakan mereka yang hadir pada acara tersebut lebih dari delapan juta orang.

Hal ini ditunjukkan dengan padatnya massa yang berkumpul hingga di luar area lapangan Monas, meliputi daerah Gunung Sahari, Cempaka Putih, dan Hotel Indonesia.

Peserta Reuni 212 juga tampak memadati kawasan Menteng, Thamrin, dan Sarinah, bahkan hingga Senen.

Seorang warga dari Serpong mengatakan tak dapat bergerak lebih jauh dari Stasiun Tanah Abang saat dirinya tiba sekitar pukul 07.00 WIB.

Dengan banyaknya massa yang berkumpul pada waktu yang sama dalam area yang relatif terbatas, mungkin wajar jika awalnya ada keresahan dari sebagian masyarakat bahwa Reuni 212 yang melibatkan massa demikian besar itu sangat berpotensi menimbulkan kerusuhan atau tindak kekerasan.

Namun, kekhawatiran itu akhirnya tertampik langsung dengan kenyataan bahwa aksi tersebut berjalan aman dan tertib.
Umat muslim mengikuti aksi reuni 212 di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (2/12/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

Manajemen Keramaian
Tak mudah mengumpulkan massa yang sangat masif dalam sebuah kegiatan sekaligus memastikan bahwa acara itu bebas dari gesekan yang berpotensi menimbulkan keributan.

Event organizers atau penyelenggara acara-acara besar, seperti konser musik dari penyanyi atau kelompok musik terkenal dunia yang menyedot banyak penonton menerapkan crowd management atau manajemen keramaian dalam pelaksanaan suatu kegiatan guna mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Manajemen keramaian dibangun di atas sistem yang melibatkan banyak pihak serta komunikasi yang intensif antara pihak penyelenggara dengan aparat keamanan, orang-orang yang tampil dalam acara, termasuk para pengunjung acara.

Selain itu, penyelenggara juga harus memiliki personel yang kompeten dengan jumlah yang proporsional sesuai dengan banyaknya massa yang akan dikelola. Anggota tim juga harus dilengkapi dengan peralatan pendukung komunikasi.

Namun, jumlah tim manajemen keramaian mestinya terbatas. Tapi, karena seluruh area kegiatan tidak boleh lepas dari pemantauan, kamera pengawas harus dipasang di titik-titik keramaian yang dianggap penting guna mendeteksi suatu kejadian yang perlu penanganan khusus dalam waktu cepat.

Pemerintah Arab Saudi sebagai penyelenggara ibadah haji yang diikuti oleh sekitar tiga juta jiwa dari seluruh dunia menerapkan manajemen keramaian yang melibatkan banyak personel keamanan dan kesehatan.

Masjidil Haram di Mekkah punya ruang kendali khusus, tempat di mana para personel keamanan mengawasi pergerakan massa lewat layar-layar monitor yang menangkap gambar dari kamera-kamera pengawas yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 6.000 unit.

Sistem pengawasan tersebut terhubung dengan kementerian dan lembaga pemerintah terkait lainnya guna memastikan tiga juta Muslim dapat menunaikan seluruh ritual haji dengan aman dan nyaman.

Penyelenggara Reuni 212 tentu tak memiliki sumber daya yang mendukung manajemen keramaian secanggih itu. Namun, kegiatan yang juga menarik peserta dari seluruh daerah di Tanah Air itu berjalan aman, tertib, dan teratur mulai dari berdatangannya para peserta dari luar Jakarta pada satu hari menjelang acara hingga Reuni 212 berakhir pada Ahad tengah hari.
Umat muslim mengikuti aksi reuni 212 di Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Minggu (2/12/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

Menjadi Contoh
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan proses perencanaan dan pelaksanaan Reuni 212 dapat menjadi contoh dalam mengelola serta mengumpulkan masyarakat di satu tempat terbuka.

"Baik dalam bentuk reuni seperti ini ke depan, silahturahim politik, konser, perayaan pergantian akhir tahun, penyampaian aspirasi dan sebagainya yang mengikutsertakan anggota masyarakat dalam jumlah banyak," ujar dia.

Keresahan akan kemungkinan terjadinya kekacauan pada Reuni 212 muncul karena ada anggapan bahwa acara tersebut bisa menjadi tunggangan politik salah satu calon presiden yang hadir pada kegiatan itu.

Anggapan tersebut telah disanggah oleh Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo yang menyatakan bahwa kehadiran calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto tidak melanggar aturan kampanye.

Selain itu, selama Reuni 212, tak tampak satu pun atribut dan bendera partai politik serta gambar-gambar calon presiden atau tokoh politik tertentu.

Massa yang datang ke Reuni 212 telah diingatkan oleh penyelenggara untuk hanya membawa dan mengibarkan bendera Merah Putih serta bendera bertuliskan kalimat Tauhid "Laa ilaha illallah" dalam berbagai ukuran dan warna.

Ketua Media Center Reuni Alumni (Mujahid) 212 Novel Bamukmin menegaskan bahwa Reuni 212 ajang kebersamaan yang terbuka bagi seluruh pemeluk agama di Indonesia yang menguatkan komitmen untuk menjaga pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dengan kedamaian.

Acara yang diawali dengan shalat Subuh berjamaah tersebut juga tak menampilkan orasi politik.

Prabowo Subianto yang diberikan kesempatan untuk berbicara di atas panggung hanya menyampaikan ucapan terima kasih telah diundang ke Reuni 212 dan menolak berbicara politik atau berkampanye.

Meski Reuni 212 sudah diawali sejak dini hari hingga siang, para peserta tetap tertib mengikuti seluruh rangkaian acara, termasuk dalam hal memperoleh makanan dan minuman yang disediakan oleh penyelenggara, mengantre peturasan, dan mendapatkan air untuk bersuci sebelum melakasanakan shalat.

Penyelenggara juga sangat memperhatikan kebersihan di area tempat berkumpulnya massa, karenanya sejumlah anggota panitia dengan kantong-kantong plastik ditugaskan untuk mengumpulkan sampah, bahkan memungut yang tercecer.

Para peserta reuni juga saling mengingatkan untuk tidak menginjak rumput atau merusak tanaman.

Reuni 212 adalah contoh dari praktik terbaik pengelolaan kegiatan yang melibatkan massa yang besar.

Kesuksesan ini juga tak lepas dari kuatnya memegang semangat kebersamaan dan kepatuhan para peserta Reuni 212 akan peraturan yang diberlakukan oleh penyelenggara, yang telah disosialisasikan jauh hari sebelum acara digelar.

Suatu saat penyelenggara Reuni 212 mungkin dapat menyusun Protokol Manajemen Keramaian agar dapat menjadi acuan bagi penyelenggara kegiatan lainnya.*
Baca juga: Anggota Bawaslu tegaskan netral dalam menilai Reuni Akbar 212
Baca juga: LPI berkomentar soal pernyataan Anies Baswedan di Reuni 212
Baca juga: "Memanfaatkan" Reuni Akbar 212 demi suksesnya pileg-pilpres