Ekonom: suku bunga KPR berpotensi naik 2019
6 Desember 2018 15:17 WIB
Acara peluncuran Rumah.com Property Market Outlook 2019 yang digelar di Jakarta, Kamis (6/12/2018). Para pembicara adalah Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro (kiri), Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan, Endang Kawidjaja (tengah), dan Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan. (ANTARA/M Razi Rahman).
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Andry Asmoro mengemukakan, kenaikan suku bunga acuan akan semakin meningkatkan potensi kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA) pada 2019.
"Tantangan ke depan adalah lebih kepada suku bungan KPR yang kemungkinan naik pada 2019," kata Andry Asmoro dalam peluncuran Rumah.com Property Outlook 2019 di Jakarta, Kamis.
Namun, meski mengalami kenaikan, perkembangan properti diperkirakan terus naik tahun depan yang terindikasi antara lain dari masih banyaknya promo dari perbankan terkait KPR/KPA.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa KPR masih menjadi salah satu andalan warga dalam membeli rumah.
"Jadi memang KPR masih kencang untuk pembiayaan rumah sehingga juga tetap akan menarik bagi perbankan ke depannya," ujarnya.
Sementara itu, Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan menyatakan, harga dan pasokan properti, terutama untuk sektor residensial, diperkirakan akan meningkat pada tahun 2019.
Menurut dia, diprediksi bahwa permintaan pasar pada tahun depan akan tetap stabil, sedangkan permintaan untuk properti kelas menengah atas bakal meningkat.
"Pemerintah meningkatkan anggaran infrastruktur sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sejumlah kebijakan pemerintah lainnya seperti pelonggaran `loan to value` (LTV), serta program Sejuta Rumah membantu memudahkan masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah untuk memiliki hunian," tambah Ike.
Pembicara lainnya, Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan (Himperra) Endang Kawidjadja menyatakan, penjualan rumah subsidi di berbagai tempat dinilai tidak goyah dengan volatilitas kondisi ekonomi.
Menurut Endang, salah satu penjelasan kenapa rumah subsidi atau tempat tinggal untuk menengah-bawah tidak goyah antara lain karena adanya "trickling effect".
Hal yang dimaksud dengan itu adalah adanya efek semakin mahalnya harga properti mewah sehingga membuat kalangan yang mampu juga lebih memilih untuk membeli rumah yang lebih murah seperti rumah subsidi.
Sebelumnya, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Riski Wicaksono menekankan pentingnya agar penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat berjalan dengan lancar karena akan berdampak kepada semakin kondusifnya kondisi perekonomian nasional di tengah iklim global yang masih tidak menentu.
"Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif memiliki skala yang lebih luas dibandingkan dengan Pilkada 2018," kata Riski Wicaksono di Jakarta, Kamis (19/7).
Menurut dia, pihaknya memproyeksikan bahwa Pemilu 2019 jika berjalan kondusif akan beriringan dampaknya dengan kondisi peekonomian serta berpotensi meningkatkan pertumbuhan di beberapa sektor perekonomian.
Baca juga: BNI janji tidak naikkan bunga kredit perumahan
Baca juga: SMF perkuat peran kurangi beban fiskal pemerintah
"Tantangan ke depan adalah lebih kepada suku bungan KPR yang kemungkinan naik pada 2019," kata Andry Asmoro dalam peluncuran Rumah.com Property Outlook 2019 di Jakarta, Kamis.
Namun, meski mengalami kenaikan, perkembangan properti diperkirakan terus naik tahun depan yang terindikasi antara lain dari masih banyaknya promo dari perbankan terkait KPR/KPA.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa KPR masih menjadi salah satu andalan warga dalam membeli rumah.
"Jadi memang KPR masih kencang untuk pembiayaan rumah sehingga juga tetap akan menarik bagi perbankan ke depannya," ujarnya.
Sementara itu, Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan menyatakan, harga dan pasokan properti, terutama untuk sektor residensial, diperkirakan akan meningkat pada tahun 2019.
Menurut dia, diprediksi bahwa permintaan pasar pada tahun depan akan tetap stabil, sedangkan permintaan untuk properti kelas menengah atas bakal meningkat.
"Pemerintah meningkatkan anggaran infrastruktur sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sejumlah kebijakan pemerintah lainnya seperti pelonggaran `loan to value` (LTV), serta program Sejuta Rumah membantu memudahkan masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah untuk memiliki hunian," tambah Ike.
Pembicara lainnya, Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan (Himperra) Endang Kawidjadja menyatakan, penjualan rumah subsidi di berbagai tempat dinilai tidak goyah dengan volatilitas kondisi ekonomi.
Menurut Endang, salah satu penjelasan kenapa rumah subsidi atau tempat tinggal untuk menengah-bawah tidak goyah antara lain karena adanya "trickling effect".
Hal yang dimaksud dengan itu adalah adanya efek semakin mahalnya harga properti mewah sehingga membuat kalangan yang mampu juga lebih memilih untuk membeli rumah yang lebih murah seperti rumah subsidi.
Sebelumnya, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Riski Wicaksono menekankan pentingnya agar penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat berjalan dengan lancar karena akan berdampak kepada semakin kondusifnya kondisi perekonomian nasional di tengah iklim global yang masih tidak menentu.
"Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif memiliki skala yang lebih luas dibandingkan dengan Pilkada 2018," kata Riski Wicaksono di Jakarta, Kamis (19/7).
Menurut dia, pihaknya memproyeksikan bahwa Pemilu 2019 jika berjalan kondusif akan beriringan dampaknya dengan kondisi peekonomian serta berpotensi meningkatkan pertumbuhan di beberapa sektor perekonomian.
Baca juga: BNI janji tidak naikkan bunga kredit perumahan
Baca juga: SMF perkuat peran kurangi beban fiskal pemerintah
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018
Tags: