Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa banyaknya jumlah orang yang dipenjarakan oleh penegak hukum karena kasus korupsi bukan menunjukkan bangsa tersebut antikorupsi.

"Saya kira saudara sepaham dengan saya bahwa keberhasilan gerakan antikorupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjarakan, tetapi diukur dari ketiadaan orang yang menjalankan tindak pidana korupsi," kata Presiden Joko Widodo saat membuka acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Selasa.

KPK mengadakan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) dalam rangka Hakordia 2018 dengan tema Mewujudkan Sistem Integritas Partai Politik. Acara berlangsung pada 4-5 Desember 2018 dengan sejumlah acara seperti seminar, lelang barang rampasan negara dan gratifikasi dan pameran antikorupsi bersama dengan kementerian, lembaga, aparat penegak hukum, dan masyarakat sipil.

"Kondisi ideal dari sebuah bangsa antikorupsi ketika disaring dengan hukum seketat apapun tidak ada lagi orang yang bisa ditersangkakan sebagai seorang koruptor. Kondiai idealnya semestinya seperti itu. Sebagai bangsa yang penuh keadaban, saya yakin suatu saat kita akan berhasil membangun masyarakat bangsa nirkorupsi, membangun bangsa yang bebas korupsi," ungkap Presiden.

Sejak KPK berdiri pada 2003, KPK sudah menangani total 104 kepala daerah. Sedangkan jumlah koruptor yang dipenjara menurut data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan adalah 4.552 dari 248.690 tahanan.

"Jika sistem pelayanan sederhana cepat dan transparan maka tidak ada relevansi untuk menyuap, yang menyuap itu pasti pelayanannya ruwet, ribet, bertele-tele, lama, tidak transparan, karena pengusaha ingin cepat. Satu-satunya jalan ya suap, ini yang harus kita benahi. Sistem pelayanan yang sederhana, cepat, dan transparan," tambah Presiden.

Demikian pula kebijakan-kebijakan pengalokasi anggaran negara atau kebijakan lainnya bila proses bersifat transparan dan partisipatif dengan tujuan dan parameter keberhasilan yang jelas, menurut Presiden, maka tidak ada relevansinya menyuap untuk memperoleh kebijakan yang berpihak pada orang tersebut.

"Upaya yang sudah kita lakukan dalam memperbaiki sistem kebijakan dan sistem pelayanan publik harus kita lanjutkan dengan cara-cara yang lebih inovatif dan menjadi agenda bersama antara pemerintah dan KPK dan seluruh komponen bangsa," ungkap Presiden.

Sistem yang diminta transparan adalah sistem demokrasi, hukum, akuntansi hingga cara kerja birokrasi harus bisa mencegah semua pihak melakukan korupsi.

"Harus bisa memfasilitasi cara kerja yg cepat dan efisien, yang inovatif, serta berorientasi pada tujuan yang hasilnya dinikmati masyarakat luas, hasilnya untuk kemajuan bangsa. Ketika sosial dan budaya masyarakat termasuk etika dan budaya dalam birokrasi dan korporasi, harus semakin menghargai kesederhanaan, moralitas publik dan keadilan sosial, dipandu oleh keteladanan semua pemimpin. Hal ini harus jadi agenda brsama," jelas Presiden.

Meski Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK perlu dalam bentuk penegakan hukum namun perbaikan sistem juga harus jgua dkerjakan.

"Penegakan hukum itu perlu, tapi membangun sistem pencegahan perlu juga dilakukan, dua-duanya perlu beriringan. Saya kira jelas kita punya strategi yang jelas, kantornya (tim satgas pencegahan korupsi) juga akan disiapkan di gedung KPK," ungkap Presiden.

Baca juga: Presiden: Pemberantasan korupsi harus dilakukan bersama KPK-Pemerintah-Masyarakat
Baca juga: Presiden ingin buat pemda dan kementerian jadi contoh antikorupsi
Baca juga: Sekjen PSI buka ruang diskusi Soeharto simbol KKN
Baca juga: Pengagum Soeharto laporkan Wasekjen PDI Perjuangan
Baca juga: PDIP pertanyakan kerinduan pada Orde Baru