Artikel
Martinneke hidup untuk bunga dan tata boga
4 Desember 2018 14:49 WIB
Pedagang dan pembeli bertransaksi bunga di Pasar Bunga Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (23/12). Meski harga melonjak hingga rata-rata sekitar 100 persen dalam sepekan terakhir, permintaan sejumlah jenis bunga hias potong di sentra distribusi bunga Jateng tersebut mengalami peningkatan penjualan sekitar 75 persen karena banyaknya permintaan untuk menghias gereja maupun rumah menjelang Hari Natal 2017. (ANTARA /Aditya Pradana Putra)
Kendati usianya telah menapak senja, tidak memadamkan semangat Ike berbagi ilmu tentang tata boga dan merangkai bunga lewat Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) miliknya kepada para peserta kursus yang didominasi remaja putri.
Lahir di Padang, 23 Mei 1937, perempuan yang memiliki nama lengkap Martinneke itu kini telah genap berusia 82 tahun, umur yang tak lagi muda, tapi soal semangat berbagi keterampilan tak perlu ditanya lagi.
Mengemban amanah sebagai ketua Masyarakat Floristi Indonesia (MFI) Sumatera Barat kepiawaian Ike dalam merangkai bunga tak diragukan dan telah teruji.
Baginya hanya butuh waktu lima menit, lewat tangan terampil yang cekatan memadukan beberapa tangkai bunga ke dalam vas maka rangkaian cantik dan indah dipandang tersaji apik menyejukkan mata.
Mungkin bagi orang lain merangkai, menggabung, dan memadukan beberapa tangkai bunga menjadi satu rangkaian sekilas terlihat mudah, namun di balik itu rupanya ada delapan level keterampilan merangkai yang harus dimiliki seorang perangkai bunga profesional.
Ditemui di kediamannya yang sekaligus menjadi tempat kursus tiga kali dalam sepekan bagi puluhan peserta didik, Martinneke tetap semangat mengajari cara merangkai bunga dan tata boga lewat Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Hj Martinneke.
Hebatnya semua peserta kursus tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun alias gratis untuk bisa mendapatkan ilmu dalam bidang bunga dan tata boga secara cuma-cuma.
Sejak LPK Martinneke berdiri sudah ribuan murid yang berhasil lulus menyelesaikan kursus singkat tiga bulan langsung di bawah bimbingannya.
"Ibu hanya ingin berbagi ilmu dan mewariskan keterampilan yang dipunya, kalau uang ibu sudah berlebih karena setiap bulan dikirim anak," ucapnya.
Baginya setiap peserta kursus harus mampu mandiri setelah selesai pendidikan meski hanya tiga bulan dan harus lebih baik ketimbang sekolah di SMK yang makan waktu tiga tahun.
Tak sia-sia, murid Ike sudah tersebar ke berbagai daerah dengan membawa keterampilan dan membuka usaha mulai dari membuat kue, katering, hingga merangkai bunga.
Langganan Istana
Keahlian merangkai bunga telah mengantarkan Ike menjadi perangkai bunga tetap istana selama 35 tahun setiap memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Istana Negara sejak 1982.
Bersama sekitar 25 perangkai bunga yang tergabung dalam Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI), setiap tanggal 15 Agustus Ike satu-satunya perempuan asal Padang, Sumatera Barat yang selalu dipanggil menghias bunga di Istana.
Mulai dari era Presiden Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Jokowi mempercayakan penataan bunga di Istana saat perayaan hari kemerdekaan kepada Ike dan kawan-kawan.
Awal muka keberangkatan ke Istana berawal ketika tampil sebagai peringkat pertama lomba merangkai bunga tingkat nasional yang diselenggarakan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia pada 1980.
Ketika itu, di hadapan juri lomba, istri Muis Nur tersebut mempersembahkan rangkaian bunga yang berbeda dari peserta lainnya. Ike memasang miniatur rumah adat Minangkabau yang digabung dengan ucapan "Welcome to Minangkabau".
Jika peserta lomba lain menggunakan bunga yang bagus dan mahal, seperti mawar, anggrek, Ike memilih menggunakan strategi memakai bunga biasa seperti heliconia dan sejenis agar karyanya berbeda.
"Very good....., very good....., this is beautiful," ucap juri yang berasal dari Amerika Serikat dan Belanda menyaksikan karya Martinneke seperti ditirukannya.
Akhirnya setelah empat kali berturut-turut menjuarai lomba tingkat nasional itu, Ike direkomendasikan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia menjadi salah seorang perangkai bunga tetap di Istana Negara Jakarta setiap 17 Agustus.
Ia pun punya pengalaman berkesan saat asyik merangkai bunga karena tiba-tiba Presiden Soeharto (almarhum) mendatanginya, "Terima kasih banyak, kembangkan terus keahlian ini," pesan Presiden RI kedua itu, sebagaimana ditirukan.
"Rasanya bangga sekali, disalami Kepala Negara dan diberi ucapan terima kasih. Ilmu yang saya miliki ternyata berharga, kalau tidak dengan merangkai bunga, belum tentu saya bisa masuk Istana," ucapnya haru.
Ia juga masih terkenang dengan almarhumah Ibu Tien Soeharto yang juga pecinta bunga.
"Ibu Tien suka dengan bunga melati, ia selalu minta agar menggunakan bunga-bunga asli Indonesia terutama melati," kenang Ibu lima anak itu.
Pesan Ibu Tien juga amat melekat dalam benak Ike sebagaimana disebutkannya, "Majukan terus bunga Indonesia, pegang keahlian ini terus sampai akhir hayat".
Ketika presiden berganti, ia tetap dipercaya merangkai bunga dan yang juga berkesan ketika masa Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu Ibu Negara Ani Yudhoyono memberikan apresiasi yang tinggi kepada perangkai bunga Istana.
"Pakai bunga Indonesia, wadah Indonesia dan kembangkan terus," pesan Ibu Negara Ani Yudhoyono itu ditirukan.
Keahlian merangkai bunga Ike diperoleh saat ia berusia 18 tahun ketika menuntut ilmu Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP).
Sepulang sekolah, ia belajar langsung kepada seorang perangkai bunga keturuan Tionghoa. Sejak itu ia terus berlatih dan mengasah keterampilan merangkai bunga.
Tidak hanya di pentas nasional, kiprah Martinneke sebagai perangkai bunga juga berkibar di Sumatera Barat. Setiap ada acara acara di kantor gubernur ia selalu dipanggil untuk menata bunga.
Ike pun mendirikan Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Hj Martinneke sebagai wadah untuk menyalurkan ilmunya merangkai bunga yang berlokasi di rumahnya.
Pada awalnya sepi, tapi sejak namanya dikenal sebagai perangkai bunga Istana, lembaga kursusnya mulai diminati masyarakat.
"Bahkan para istri-istri gubernur mulai dari Azwar Anas, Hasan Basri Durin pernah ia ajarkan langsung teknik merangkai bunga," katanya.
Mahir Memasak
Tidak hanya ahli merangkai bunga, Ike juga mahir memasak sehingga keahliannya itu mengantarkan ia memperoleh dua rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Pada 2012 bersama Ikatan Tata Boga Sumatera Barat ia menerima rekor MURI atas pembuatan replika Jam Gadang berbahan cokelat dengan tinggi 3,5 meter yang menghabiskan 300 kilogram kakao.
Tak hanya itu, pada 2013 Martinneke bersama Ikatan Tata Boga Sumbar juga menerima rekor Muri atas penerbitan buku tentang resep Pangan Olahan Terbanyak Berbasis Umbi-Umbian.
Yang terbaru pada Agustus 2018 ?salah seorang murid didiknya Yusriza terpilih sebagai Duta Tata Boga Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena berhasil memperoleh juara pertama Lomba Kompetensi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan Tingkat Nasional. Bersaing dengan peserta dari 25 provinsi, Yusriza menang dengan menampilkan hidangan soto dan sup.
"Saya juga tidak menyangka akan menang, di luar dugaan malah juara satu," kata Yusriza.
Sebagai salah seorang peserta didik di LPK Martinneke ia bersyukur bisa dibimbing langsung oleh Ike.
Saat itu yang menjadi penilaian juri mulai dari pemilihan bahan, proses memasak, hingga penyajian soto dan sup.
Sebelum berangkat lomba, Ike menekankan betul kepada muridnya agar benar-benar menjaga kebersihan dalam setiap proses memasak hingga penyajian.
Hasilnya hidangan soto dan sup yang ia tampilkan menarik perhatian juri karena disajikan dengan konsep ala internasional.
Saat pengumuman pemenang oleh juri awalnya, ia mengira tak akan dipanggil karena semua pemenang sudah dipanggil namun menyisakan juara pertama.
Setelah itu panitia menyebut pemenang adalah pemilik nomor peserta 25, namun rupanya nomor itu tak ada dan diralat menjadi nomor 19 yang membuat Yusriza kegirangan karena dinyatakan juara pertama.
Ia pun bersama Ike didaulat menerima hadiah yang diserahkan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Yogyakarta.
"Alhamdulillah rasanya senang sekali ketika anak didik kita berhasil, tidak sia-sia ilmu yang diajarkan," ujar Ike yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Tata Boga Indonesia Sumbar itu.
Kini, pada hari tuanya, ia tetap bersemangat untuk berbagi kepiawaian merangkai bunga dan tata boga. Semua ia lakukan dengan satu tekad apa yang telah dikuasai selama ini bisa diwariskan kepada generasi penerus.
Semua ia lakukan tanpa pamrih karena dalam diri Ike terpatri semangat semakin banyak generasi muda putri yang terampil maka mereka akan bisa mandiri secara ekonomi.
Baca juga: Bunga Segar Kerinci Dinilai Miliki Kualitas Ekspor
Baca juga: Denpasar Pasar Bunga Internasional
Lahir di Padang, 23 Mei 1937, perempuan yang memiliki nama lengkap Martinneke itu kini telah genap berusia 82 tahun, umur yang tak lagi muda, tapi soal semangat berbagi keterampilan tak perlu ditanya lagi.
Mengemban amanah sebagai ketua Masyarakat Floristi Indonesia (MFI) Sumatera Barat kepiawaian Ike dalam merangkai bunga tak diragukan dan telah teruji.
Baginya hanya butuh waktu lima menit, lewat tangan terampil yang cekatan memadukan beberapa tangkai bunga ke dalam vas maka rangkaian cantik dan indah dipandang tersaji apik menyejukkan mata.
Mungkin bagi orang lain merangkai, menggabung, dan memadukan beberapa tangkai bunga menjadi satu rangkaian sekilas terlihat mudah, namun di balik itu rupanya ada delapan level keterampilan merangkai yang harus dimiliki seorang perangkai bunga profesional.
Ditemui di kediamannya yang sekaligus menjadi tempat kursus tiga kali dalam sepekan bagi puluhan peserta didik, Martinneke tetap semangat mengajari cara merangkai bunga dan tata boga lewat Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Hj Martinneke.
Hebatnya semua peserta kursus tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun alias gratis untuk bisa mendapatkan ilmu dalam bidang bunga dan tata boga secara cuma-cuma.
Sejak LPK Martinneke berdiri sudah ribuan murid yang berhasil lulus menyelesaikan kursus singkat tiga bulan langsung di bawah bimbingannya.
"Ibu hanya ingin berbagi ilmu dan mewariskan keterampilan yang dipunya, kalau uang ibu sudah berlebih karena setiap bulan dikirim anak," ucapnya.
Baginya setiap peserta kursus harus mampu mandiri setelah selesai pendidikan meski hanya tiga bulan dan harus lebih baik ketimbang sekolah di SMK yang makan waktu tiga tahun.
Tak sia-sia, murid Ike sudah tersebar ke berbagai daerah dengan membawa keterampilan dan membuka usaha mulai dari membuat kue, katering, hingga merangkai bunga.
Langganan Istana
Keahlian merangkai bunga telah mengantarkan Ike menjadi perangkai bunga tetap istana selama 35 tahun setiap memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Istana Negara sejak 1982.
Bersama sekitar 25 perangkai bunga yang tergabung dalam Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI), setiap tanggal 15 Agustus Ike satu-satunya perempuan asal Padang, Sumatera Barat yang selalu dipanggil menghias bunga di Istana.
Mulai dari era Presiden Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Jokowi mempercayakan penataan bunga di Istana saat perayaan hari kemerdekaan kepada Ike dan kawan-kawan.
Awal muka keberangkatan ke Istana berawal ketika tampil sebagai peringkat pertama lomba merangkai bunga tingkat nasional yang diselenggarakan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia pada 1980.
Ketika itu, di hadapan juri lomba, istri Muis Nur tersebut mempersembahkan rangkaian bunga yang berbeda dari peserta lainnya. Ike memasang miniatur rumah adat Minangkabau yang digabung dengan ucapan "Welcome to Minangkabau".
Jika peserta lomba lain menggunakan bunga yang bagus dan mahal, seperti mawar, anggrek, Ike memilih menggunakan strategi memakai bunga biasa seperti heliconia dan sejenis agar karyanya berbeda.
"Very good....., very good....., this is beautiful," ucap juri yang berasal dari Amerika Serikat dan Belanda menyaksikan karya Martinneke seperti ditirukannya.
Akhirnya setelah empat kali berturut-turut menjuarai lomba tingkat nasional itu, Ike direkomendasikan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia menjadi salah seorang perangkai bunga tetap di Istana Negara Jakarta setiap 17 Agustus.
Ia pun punya pengalaman berkesan saat asyik merangkai bunga karena tiba-tiba Presiden Soeharto (almarhum) mendatanginya, "Terima kasih banyak, kembangkan terus keahlian ini," pesan Presiden RI kedua itu, sebagaimana ditirukan.
"Rasanya bangga sekali, disalami Kepala Negara dan diberi ucapan terima kasih. Ilmu yang saya miliki ternyata berharga, kalau tidak dengan merangkai bunga, belum tentu saya bisa masuk Istana," ucapnya haru.
Ia juga masih terkenang dengan almarhumah Ibu Tien Soeharto yang juga pecinta bunga.
"Ibu Tien suka dengan bunga melati, ia selalu minta agar menggunakan bunga-bunga asli Indonesia terutama melati," kenang Ibu lima anak itu.
Pesan Ibu Tien juga amat melekat dalam benak Ike sebagaimana disebutkannya, "Majukan terus bunga Indonesia, pegang keahlian ini terus sampai akhir hayat".
Ketika presiden berganti, ia tetap dipercaya merangkai bunga dan yang juga berkesan ketika masa Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu Ibu Negara Ani Yudhoyono memberikan apresiasi yang tinggi kepada perangkai bunga Istana.
"Pakai bunga Indonesia, wadah Indonesia dan kembangkan terus," pesan Ibu Negara Ani Yudhoyono itu ditirukan.
Keahlian merangkai bunga Ike diperoleh saat ia berusia 18 tahun ketika menuntut ilmu Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP).
Sepulang sekolah, ia belajar langsung kepada seorang perangkai bunga keturuan Tionghoa. Sejak itu ia terus berlatih dan mengasah keterampilan merangkai bunga.
Tidak hanya di pentas nasional, kiprah Martinneke sebagai perangkai bunga juga berkibar di Sumatera Barat. Setiap ada acara acara di kantor gubernur ia selalu dipanggil untuk menata bunga.
Ike pun mendirikan Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Hj Martinneke sebagai wadah untuk menyalurkan ilmunya merangkai bunga yang berlokasi di rumahnya.
Pada awalnya sepi, tapi sejak namanya dikenal sebagai perangkai bunga Istana, lembaga kursusnya mulai diminati masyarakat.
"Bahkan para istri-istri gubernur mulai dari Azwar Anas, Hasan Basri Durin pernah ia ajarkan langsung teknik merangkai bunga," katanya.
Mahir Memasak
Tidak hanya ahli merangkai bunga, Ike juga mahir memasak sehingga keahliannya itu mengantarkan ia memperoleh dua rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Pada 2012 bersama Ikatan Tata Boga Sumatera Barat ia menerima rekor MURI atas pembuatan replika Jam Gadang berbahan cokelat dengan tinggi 3,5 meter yang menghabiskan 300 kilogram kakao.
Tak hanya itu, pada 2013 Martinneke bersama Ikatan Tata Boga Sumbar juga menerima rekor Muri atas penerbitan buku tentang resep Pangan Olahan Terbanyak Berbasis Umbi-Umbian.
Yang terbaru pada Agustus 2018 ?salah seorang murid didiknya Yusriza terpilih sebagai Duta Tata Boga Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena berhasil memperoleh juara pertama Lomba Kompetensi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan Tingkat Nasional. Bersaing dengan peserta dari 25 provinsi, Yusriza menang dengan menampilkan hidangan soto dan sup.
"Saya juga tidak menyangka akan menang, di luar dugaan malah juara satu," kata Yusriza.
Sebagai salah seorang peserta didik di LPK Martinneke ia bersyukur bisa dibimbing langsung oleh Ike.
Saat itu yang menjadi penilaian juri mulai dari pemilihan bahan, proses memasak, hingga penyajian soto dan sup.
Sebelum berangkat lomba, Ike menekankan betul kepada muridnya agar benar-benar menjaga kebersihan dalam setiap proses memasak hingga penyajian.
Hasilnya hidangan soto dan sup yang ia tampilkan menarik perhatian juri karena disajikan dengan konsep ala internasional.
Saat pengumuman pemenang oleh juri awalnya, ia mengira tak akan dipanggil karena semua pemenang sudah dipanggil namun menyisakan juara pertama.
Setelah itu panitia menyebut pemenang adalah pemilik nomor peserta 25, namun rupanya nomor itu tak ada dan diralat menjadi nomor 19 yang membuat Yusriza kegirangan karena dinyatakan juara pertama.
Ia pun bersama Ike didaulat menerima hadiah yang diserahkan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Yogyakarta.
"Alhamdulillah rasanya senang sekali ketika anak didik kita berhasil, tidak sia-sia ilmu yang diajarkan," ujar Ike yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Tata Boga Indonesia Sumbar itu.
Kini, pada hari tuanya, ia tetap bersemangat untuk berbagi kepiawaian merangkai bunga dan tata boga. Semua ia lakukan dengan satu tekad apa yang telah dikuasai selama ini bisa diwariskan kepada generasi penerus.
Semua ia lakukan tanpa pamrih karena dalam diri Ike terpatri semangat semakin banyak generasi muda putri yang terampil maka mereka akan bisa mandiri secara ekonomi.
Baca juga: Bunga Segar Kerinci Dinilai Miliki Kualitas Ekspor
Baca juga: Denpasar Pasar Bunga Internasional
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: