Jakarta (ANTARA News) - Pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian periode 2012-2013, Eko Mardiyanto, divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai terbukti korupsi pengadaan fasilitasi sarana budidaya mendukung pengendalian organisme penggangu tanaman tahun anggaran 2013.

Ketua majelis hakim, Emilia Subagdja, membacakan putusan pengadilan itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.

Putusan itu masih lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut agar dia divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.

"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah, memberantas korupsi, terdakwa tidak mengakui perbuatan, terdakwa menikmati hasil perbuatan. Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan dan masih punya tanggungan keluarga," kata anggota majelis hakim, Ansyori Saifuddin

Majelis yang terdiri dari Djajasubagja, Franky Tambuwun, Sukartono, Anwar, dan Saifuddin juga menetapkan Mardiyanto harus membayar uang pengganti sebesar Rp1,05 miliar.

"Menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sejumlah Rp1,05 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 4 bulan," kata Djajasubagja.

Perbuatan Mardiyanto bersama-sama dengan selaku pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian TA 2012-2013 bersama-sama dengan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW), Sutrisno, Direktur Utama PT Karya Muda Jaya, Ahmad Yani, Nasser Ibrahim, dan Dirjen Holtikultura Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, itu merugikan keuangan negara senilai Rp12,947 miliar.

Mereka merekayasa kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budidaya mendukung pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam rangka belanja barang fisik lainnya untuk diserahkan kepada masayrakat/pemda di Ditjen Holtikultura Kementasn Tahun Anggaran 2013.

Rekayasa itu dengan cara mengarahkan ke spesfikasi pupuk merek Rhizagold, menggelembungkan harga barang pengadaan dan melakukan pengaturan peserta lelang untuk memenangkan perusahaan tertentu yaitu PT Karya Muda Jaya.

Perbuatan itu memperkaya Mardiyanto senilai Rp1,005 miliar, Sutrisno senilai Rp7,303 miliar, Yani melalui CV Ridho Putra sejumlah Rp1,7 miliar, Ibrahim sejumlah Rp200 juta, Dirut PT Karya Muda Jaya, Subhan, senilai Rp195 juta, PT HNW sejumlah Rp2 miliar dan CV Danaman Surya Lestari sejumlah Rp500 juta. Sutrisno adalah pemasok pupuk mikoriza merek Rhizagold di Indonesia.

Ibrahim mengarahkan Siswanto Mulyaman sebagai koordinator tim perencanaan agar pengadaan faislitasi budidaya mendukung pengendaliaan organisme pengganggu tanaman dimasukkan dalam anggaran TA 2013. Hasanuddin juga menaikkan nilai pengadaan pupuk mikoriza/cendawan penyubur menjadi senilai Rp18,615 miliar.

Sutrisno lalu menawarkan pupuk mikoriza merek Rhizagold kepada Direktur Perlindungan Holtikultura Kementerian Pertanian, Soesilo. Lelang barang kemudian dimenangkan PT KMJ yang berada di bawah kendali Sutrisno dengan anggaran senilai Rp18,309 miliar.

Sutrisno memberikan uang Rp300 juta kepada Mardiyanto untuk membayar denda keterlambatan atas temuan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian sebesar Rp98 juta sedangkan sisanya diserahkan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Rp100 juta dan Rp102 juta digunakan untuk keperluan pribadi Mardiyanto.

Uang juga mengalir ke Ibrahim pada 25 Juni 2013 yang merupakan adik dari Dirjen Holtikultura Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, sebesar Rp200 juta sehingga biaya yang digunakan Sutrisno untuk menyelesaikan pekerjaan pembelian pupuk ke Biotrack dan distribusi ke petani penerima bantuan hanyalah sebesar Rp3,477 miliar dari total anggaran Rp18,309 miliar.