Jakarta (ANTARA News) – Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunandjar, mengakui perlunya pemerintah mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah (Otda) agar tata pemerintahan daerah mampu memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


"Kewenangan diberikan belum sepenuhnya disertai penyerahan alokasi anggaran," kata Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunandjar dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Sabtu.

Agun menyampaikan hal tersebut saat menghadiri Seminar Nasional di Kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat pada 29 November 2018.


Dalam kesempatan tersebut, dirinya memaparkan tiga masalah yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan otonomi daerah.


Masalah pertama adalah tentang egoisme kedaerahan yang berlebihan. “Ada yang merasa sebagai daerah paling berjasa dalam kontribusi nasional,” ujarnya.


Kedua, liberalisasi ekonomi global di daerah yang tidak terkontrol oleh pemerintah pusat.


Ketiga adalah masalah kebijakan pemerintah pusat yang tidak konsisten dengan Pasal 18 UUD NRI tahun 1945, UU tentang perimbangan keuangan pusat-daerah, UU tentang pemerintahan daerah, UU tentang kementriaan negara dan UU tentang desa.


Agun juga mengingatkan kembali bahwa konsep otonomi daerah telah dimulai pada awal reformasi, pasca-Amendemen UUD 1945 dan diselesaikan pada 2002. DPR dan pemerintah juga telah mengesahkan UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang juga mengatur tata kelola desa.


Selain UU No.32 tahun 2004, UU No.39 tahun 2008 tentang kementerian negara juga mengatur pembagian fungsi dan manajemen pemerintahan yang mendorong peningkatan alokasi anggaran untuk daerah.


Namun, meski telah ada aturan, Agun mengakui pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih terkendala sejumlah masalah dalam penerapannya, seperti isu keberadaan raja-raja kecil di daerah, potensi separatism dan korupsi yang dilakukan kepala daerah.


Akibatnya, alokasi APBN terus menumpuk di Jakarta, “di kementerian,” ungkapnya.


Dan untuk memuaskan pemerintah daerah, pemerintah pusat mentransfer alokasi dana tersebut melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU dialokasikan untuk belanja rutin. Sementara DAK ditujukan untuk pembangunan.


“DAK lebih kecil disbanding DAU,” katanya.


Selain DAU dan DAK, ada juga dana yang ditransfer dari kementerian. Dan untuk mendapatkan dana tersebut, pemerintah daerah wajib mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diselenggarakan di Jakarta dan kewajiban untuk membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) sebagai markas instansi pusat di daerah yang berfungsi untuk menyerap anggaran tersebut.


“Mengapa tidak diserahkan saja ke provinsi, kabupaten, dan kota secara langsung?,” tanya Agun tentang keruwetan penyaluran alokasi dana tersebut.

Dengan mengefisienkan penyaluran dana, maka pemerintah pusat atau kementerian tidak perlu lagi membuat pengadaan alat dan barang, apapun bentuknya, tegas Agun.


Pria asal Ciamis, Jawab Barat itu menegaskan kembali bahwa penyaluran dana secara langsung ke daerah akan mampu mendorong pertumbuhan pelaku usaha yang bermuara pada terciptanya lapangan kerja dan pemerataan pembangunan serta perekonomian.


Dirinya bersyukur pemerintahan Joko Widodo konsisten menjalankan UU No.6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa. Dia mengatakan pemerintahan saat ini terus meningkatkan alokasi dana desa.


“Tahun 2005, Rp22 triliun dan di tahun 2019 meningkat hingga Rp70 triliun", tuturnya.

Baca juga: Agun ingatkan penafsiran masa jabatan presiden dan wapres harus sesuai UUD


Agun mengingatkan perlunya pemerintah memperhatikan tiga hal sehingga pelaksanaan otonomi daerah mampu memperkokoh NKRI.


Pertama adalah perlunya upaya pemerintah daerah untuk menghilangkan egoisme kedaerahan yang berlebihan.


Kedua, pemerintah daerah perlu berkonsultasi dan bersinergi dengan pemerintah pusat terkait masuknya kekuatan ekonomi global ke daerah yang dapat membawa paham liberalisasi di tingkat lokal.


Ketiga, pemerintah pusat harus konsisten dengan UUD dan UU terkait penyerahan kewenangan dan anggaran ke daerah, terutama dengan terus meningkatkan dana desa sesuai UU No.6 tahun 2014 yang dapat mencegah urbanisasi, mendorong kreatifitas dan menciptakan lapangan kerja secara mandiri.


Terakhir, Agun berharap desa dapat menjadi tempat produksi dan jasa yang kelak menjadi basis awal untuk membebaskan ketergantungan impor.


Menurut Agun, penguatan desa dapat semakin memperkuat negara. Begitu juga dengan kemajuan daerah yang kelak akan dapat memajukan negara.(KR-KAT)