Sepak Bola Nasional
Sepak bola bukan hanya tentang bisnis
30 November 2018 22:23 WIB
Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Ratu Tisha Destria (kedua dari kanan), Direktur Utama Persija Jakarta I Gede Widiade (kedua dari kiri) dan pewarta senior Weshley Hutagalung menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar kelompok pewarta PSSI di Jakarta, Jumat (30/11). (ANTARA/Michael Siahaan)
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama klub sepak bola Persija Jakarta I Gede Widiade mengatakan, sepak bola bukan hanya tentang bisnis semata, tetapi juga tentang prestasi dan hiburan.
Jika pemilik klub hanya berorientasi ke bisnis, lanjut Gede, sepak bola Indonesia berada dalam bahaya.
"Bahaya kalau orang-orang yang cuma berorientasi bisnis memegang tim sepak bola karena ada kemungkinan olahraga diarahkan untuk kepentingan tersembunyi di luar klub," ujar Gede dalam diskusi di Jakarta, Jumat.
Sepak bola, dia melanjutkan, seperti madu di mata sebagian orang. Alasannya tentu saja karena banyaknya suporter dan tingginya nilai uang yang berputar di setiap pertandingan.
Gede mencontohkan klubnya, Persija, yang bisa mendapatkan pundi-pundi mencapai Rp4-5 miliar sekali bertanding di kandang. Bahkan hanya dari penjualan di tenda pernak-pernik dagangan (merchandise), Persija bisa meraup sekitar Rp50 juta perlaga.
"Perputaran uang di sepak bola besar sekali. Kalau dibiarkan, tentu ada kesempatan untuk mengarahkan semua itu, misalnya, ke kepentingan politik dan lainnya. Agenda-agenda tersembunyi ini yang harus diwaspadai," tutur dia.
Gede melanjutkan, tiga elemen dalam sepak bola yaitu prestasi, bisnis dan hiburan harus sejalan agar industri lapangan hijau bergulir dan menghasilkan keuntungan bagi klub.
Dengan demikian, klub memiliki modal yang cukup untuk menjalani kompetisi sekaligus membiayai operasional tim usia muda. Pemain, pelatih dan staf pun mendapatkan kepastian terkait gaji.
Klub-klub pada akhirnya bisa menghilangkan atau setidak-tidaknya memperkecil kesempatan masuknya tindakan pidana seperti pengaturan skor ke dalam internal tim.
Jika pemilik klub hanya berorientasi ke bisnis, lanjut Gede, sepak bola Indonesia berada dalam bahaya.
"Bahaya kalau orang-orang yang cuma berorientasi bisnis memegang tim sepak bola karena ada kemungkinan olahraga diarahkan untuk kepentingan tersembunyi di luar klub," ujar Gede dalam diskusi di Jakarta, Jumat.
Sepak bola, dia melanjutkan, seperti madu di mata sebagian orang. Alasannya tentu saja karena banyaknya suporter dan tingginya nilai uang yang berputar di setiap pertandingan.
Gede mencontohkan klubnya, Persija, yang bisa mendapatkan pundi-pundi mencapai Rp4-5 miliar sekali bertanding di kandang. Bahkan hanya dari penjualan di tenda pernak-pernik dagangan (merchandise), Persija bisa meraup sekitar Rp50 juta perlaga.
"Perputaran uang di sepak bola besar sekali. Kalau dibiarkan, tentu ada kesempatan untuk mengarahkan semua itu, misalnya, ke kepentingan politik dan lainnya. Agenda-agenda tersembunyi ini yang harus diwaspadai," tutur dia.
Gede melanjutkan, tiga elemen dalam sepak bola yaitu prestasi, bisnis dan hiburan harus sejalan agar industri lapangan hijau bergulir dan menghasilkan keuntungan bagi klub.
Dengan demikian, klub memiliki modal yang cukup untuk menjalani kompetisi sekaligus membiayai operasional tim usia muda. Pemain, pelatih dan staf pun mendapatkan kepastian terkait gaji.
Klub-klub pada akhirnya bisa menghilangkan atau setidak-tidaknya memperkecil kesempatan masuknya tindakan pidana seperti pengaturan skor ke dalam internal tim.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: