Kurangi impor migas, Luhut minta produksi energi terbarukan digenjot
29 November 2018 14:32 WIB
Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan menjadi pembicara dalam acara Pertamina Energy Forum (PEF) 2018 di Jakarta, Kamis (29/11/2018). Pertamina Energy Forum (PEF) 2018 bertema "Unleashing Domestic Resources For Energy Security" tersebut digelar sebagai bagian dari rangkaian kegiatan dalam perayaan HUT ke-61 Pertamina. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.
Jakarta, (ANTARA News) - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman RI Luhut Binsar Panjaitan menegaskan Indonesia harus meningkatkan produksi energi baru dan terbarukan dengan memanfaatkan cadangan yang ada termasuk produksi DME (dimethyl eter) di dalam negeri untuk mengurangi impor minyak dan gas.
Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang saat ini telah mencapai limit tertinggi dari target pemerintah.
“Ada masalah yang perlu diperhatikan CAD kita tahun ini akan mendekati 28 miliar dolar AS, sementara tahun lalu 17, 5 miliar dolar AS. Sekarang ini kita sudah masuk ke B20. Jika kita melakukan pemurnian dan memanfaatkan local content, CAD kita bisa single digit di tahun 2019,” ujarnya dalam sambutannya pada Pertamina Energi Forum (PEF) 2018 di Jakarta, Kamis.
Ditambahkannya, jika Indonesia bisa mengimplementasikan B20 pemerintah akan dapat menghemat biaya impor hingga 10 miliar dolar. Selain B20, saat ini pemerintah juga tengah mengembangkan lithium battery di Kawasan Ekonomi Khusus Morowali, Sulawesi Tengah dengan nilai investasi 4 miliar dolar. Proyek ini ditargetkan bisa selesai dalam setahun dan akan menjadi produsen lithium battery terbesar di dunia.
Pemerintah juga tengah mengembangkan diversifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai alternatif pengganti LPG akibat peningkatan impor LPG. Selain itu pemerintah akan terus mendorong mobil listrik untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Senada dengan Luhut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, mengatakan pemerintah terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia dan mengapresiasi inisiasi sinergi antar BUMN dalam mengembangkan energi baru terbarukan.
“Terimakasih untuk Pertamina karena sudah kerjasama dengan Bukit Asam untuk memproduksi DME di Indonesia,” ujarnya pada kesempatan yang sama.
Seperti diketahui, Pertamina dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah menandatangani kerjasama pengembangan DME di Indonesia dan menggandeng perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Air Products. Kerjasama ini bertujuan untuk peningkatan nilai tambah batubara Indonesia. Kerjasama gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) dan synthetic natural gas (SNG), di Allentown, Amerika Serikat.
Kerja sama Pertamina dengan Bukit Asam serta Air Products adalah langkah strategis bagi semua pihak, untuk meningkatkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional, melalui pemanfaatan DME dan SNG. Jika melihat kondisi saat ini, sekitar 70 persen LPG masih diimpor. Sementara itu pada tahun 2017 Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 7 juta ton LPG. Pabrik gasifikasi batubara ini adalah proyek yang sangat strategis secara nasional.
Baca juga: Pengamat: impor gas berpotensi masuknya mafia
Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang saat ini telah mencapai limit tertinggi dari target pemerintah.
“Ada masalah yang perlu diperhatikan CAD kita tahun ini akan mendekati 28 miliar dolar AS, sementara tahun lalu 17, 5 miliar dolar AS. Sekarang ini kita sudah masuk ke B20. Jika kita melakukan pemurnian dan memanfaatkan local content, CAD kita bisa single digit di tahun 2019,” ujarnya dalam sambutannya pada Pertamina Energi Forum (PEF) 2018 di Jakarta, Kamis.
Ditambahkannya, jika Indonesia bisa mengimplementasikan B20 pemerintah akan dapat menghemat biaya impor hingga 10 miliar dolar. Selain B20, saat ini pemerintah juga tengah mengembangkan lithium battery di Kawasan Ekonomi Khusus Morowali, Sulawesi Tengah dengan nilai investasi 4 miliar dolar. Proyek ini ditargetkan bisa selesai dalam setahun dan akan menjadi produsen lithium battery terbesar di dunia.
Pemerintah juga tengah mengembangkan diversifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai alternatif pengganti LPG akibat peningkatan impor LPG. Selain itu pemerintah akan terus mendorong mobil listrik untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Senada dengan Luhut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, mengatakan pemerintah terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia dan mengapresiasi inisiasi sinergi antar BUMN dalam mengembangkan energi baru terbarukan.
“Terimakasih untuk Pertamina karena sudah kerjasama dengan Bukit Asam untuk memproduksi DME di Indonesia,” ujarnya pada kesempatan yang sama.
Seperti diketahui, Pertamina dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah menandatangani kerjasama pengembangan DME di Indonesia dan menggandeng perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Air Products. Kerjasama ini bertujuan untuk peningkatan nilai tambah batubara Indonesia. Kerjasama gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) dan synthetic natural gas (SNG), di Allentown, Amerika Serikat.
Kerja sama Pertamina dengan Bukit Asam serta Air Products adalah langkah strategis bagi semua pihak, untuk meningkatkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional, melalui pemanfaatan DME dan SNG. Jika melihat kondisi saat ini, sekitar 70 persen LPG masih diimpor. Sementara itu pada tahun 2017 Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 7 juta ton LPG. Pabrik gasifikasi batubara ini adalah proyek yang sangat strategis secara nasional.
Baca juga: Pengamat: impor gas berpotensi masuknya mafia
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: