Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memastikan tidak semua pembangkit listrik yang dikelola PLN bisa menggunakan energi biodiesel (B20) yang diwajibkan oleh pemerintah.

"Beberapa daerah tidak mungkin, terus pembangkit yang aero-derivative, tidak bisa. Kadang-kadang, kalau gas itu pasokannya tidak ada, kita pakai HSD (high speed diesel)," kata Sofyan seusai mengikuti rapat koordinasi mengenai penerapan B20 di Jakarta, Rabu malam.

Sofyan memastikan sebagian besar pembangkit listrik yang tidak bisa memanfaatkan energi B20 berada di daerah pendalaman dan terpencil yang membutuhkan biaya transportasi tinggi untuk akses.

"Dalam arti kata akan jauh lebih mahal akhirnya. Biaya transportasi dan lain sebagainya. Misalkan di pulau terpencil di bagian timur NTT atau pendalaman Papua, untuk membawa B20 kesana kan sulit sekali," ujarnya.

Untuk itu, menurut dia, pembangkit listrik yang berada di kawasan tertinggal dan terluar masih diperbolehkan menggunakan bahan bakar solar dengan HSD, sambil secara pelan-pelan nantinya memakai energi baru terbarukan.

Meski demikian, Sofyan memastikan sebagian besar pembangkit listrik di Jawa dan Sumatera sudah menggunakan energi biodiesel dan tidak lagi memakai solar sebagai bahan bakar utama.

"Di Sumatera itu hampir diesel kita sudah B20. Karena sumbernya banyak dan kalau dipakai sekarang jadinya murah. Jadi kita pakai B20," kata Sofyan.

Pemerintah mewajibkan penggunaan B20 sejak awal September 2018, untuk mengurangi impor migas terutama solar, yang selama ini menjadi salah satu penyebab tingginya defisit neraca transaksi berjalan.

Baca juga: ESDM: penggunaan B20 tekan impor solar 4000 Kl per hari

Baca juga: Kementerian ESDM bakal sidak SPBU terkait penggunaan B20

Baca juga: BPPT ungkap tahapan agar penggunaan biodiesel lebih masif