UN WOMAN: #HearMeToo mengajak masyarakat mendengarkan perempuan korban
27 November 2018 22:47 WIB
STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mahasiswi berorasi saat unjuk rasa damai bertajuk ''Stop Kekerasan Terhadap Perempuan'' di Bundaran Tugu Adipura, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (26/11/2018). Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Sukabumi mengajak kaum perempuan agar tidak boleh takut dalam melawan para pelaku tindakan kekerasan karena dilindungi peraturan perundang-undangan. ANTARA FOTO/Budiyanto/wsj. (ANTARA FOTO/Budiyanto)
Jakarta (ANTARA News) - Programme Management Specialist UN Women Lily Puspasari mengatakan tema #HearMeToo dalam kampanye 16 Hari Antikekerasan Terhadap Perempuan mengajak masyarakat untuk mendengarkan perempuan korban.
"Kita harus mendorong semua pihak untuk berdiri dalam solidaritas dengan penyintas dan gerakan antikekeras, serta mulai bersuara untuk akhiri kekerasan terhadap perempuan," kata Lily di Jakarta, Selasa.
UN Women menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang paling luas, terus-menerus dan menghancurkan perempuan.
Lily mengatakan para korban yang berani melaporkan kekerasan yang mereka alami tidak selalu mendapatkan bantuan pendampingan, bahkan para korban dipaksa untuk diam.
"Membuat korban diam iti harus diubah, kekerasan bukan sesuatu yang normal. Mengubah paradigma tersebut harus dilakukan secara bersama-sama," kata Lily.
Selama ini isu kekerasan terhadap perempuan selalu terpinggirkan. Dengan kampanye ini dapat menjadi kesempatan agar isu tentang kekerasan terhadap perempuan menjadi perhatian masyarakat.
Kekerasan terhadap perempuan terus menjadi hambatan untuk mencapai kesetaraan, pembangunan, perdamajan serta pemenuhan hak asasi perempuan dan anak perempuan.
Secara keseluruhan janji Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah tidak meninggalkan siapapun di belakang.
Hal tersebut akan sulit dicapai tanpa mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
Baca juga: Lembaga kemanusiaan galang dana untuk perempuan korban kekerasan
Baca juga: 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan momentum sahkan RUU P-KS
Baca juga: Perlu payung hukum komperhensif lindungi korban kekerasan seksual
"Kita harus mendorong semua pihak untuk berdiri dalam solidaritas dengan penyintas dan gerakan antikekeras, serta mulai bersuara untuk akhiri kekerasan terhadap perempuan," kata Lily di Jakarta, Selasa.
UN Women menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang paling luas, terus-menerus dan menghancurkan perempuan.
Lily mengatakan para korban yang berani melaporkan kekerasan yang mereka alami tidak selalu mendapatkan bantuan pendampingan, bahkan para korban dipaksa untuk diam.
"Membuat korban diam iti harus diubah, kekerasan bukan sesuatu yang normal. Mengubah paradigma tersebut harus dilakukan secara bersama-sama," kata Lily.
Selama ini isu kekerasan terhadap perempuan selalu terpinggirkan. Dengan kampanye ini dapat menjadi kesempatan agar isu tentang kekerasan terhadap perempuan menjadi perhatian masyarakat.
Kekerasan terhadap perempuan terus menjadi hambatan untuk mencapai kesetaraan, pembangunan, perdamajan serta pemenuhan hak asasi perempuan dan anak perempuan.
Secara keseluruhan janji Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah tidak meninggalkan siapapun di belakang.
Hal tersebut akan sulit dicapai tanpa mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
Baca juga: Lembaga kemanusiaan galang dana untuk perempuan korban kekerasan
Baca juga: 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan momentum sahkan RUU P-KS
Baca juga: Perlu payung hukum komperhensif lindungi korban kekerasan seksual
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: