Artikel
Kualitas SDM, formula utama kesuksesan infrastruktur
27 November 2018 14:22 WIB
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan konstruksi jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (27/7/2018). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Animator terkemuka, Walt Disney (1901-1966), pernah menyatakan bahwa kita semua bisa merancang dan membayangkan bangunan yang paling indah di dunia ini.
Namun, ujar sosok pencipta Miki Tikus dan Donal Bebek itu, harus diingat bahwa dibutuhkan orang-orang untuk mewujudkan impian itu menjadi kenyataan.
Apa yang diucapkan oleh Disney berlaku pada berbagai aspek kehidupan, demikian halnya dengan pembangunan infrastruktur.
Seindah apapun seseorang membayangkan suatu bangunan, tanpa adanya tenaga kerja yang mumpuni maka bangunan itu juga tidak akan berwujud.
Karena itu, tidak heran pula bila berbagai pihak mengingatkan pentingnya mengutamakan kualitas sumber daya manusia (SDM) dari sektor konstruksi nasional.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa saat ini sudah memasuki era kompetisi global.
Dalam memenangkan era kompetisi itu, ujar dia, seharusnya bukan proteksi yang dikedepankan, tetapi kompetensi. Khusus di bidang konstruksi adalah mutu dari tenaga kerja konstruksi tersebut.
Basuki mengemukakan bahwa Kementerian PUPR telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kerja konstruksi, baik tenaga terampil maupun ahli sebagai ujung tombak pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menyatakan bahwa SDM yang berkualitas merupakan formula dan kunci utama untuk keberhasilan penyelenggaraan infrastruktur, sehingga kompetensi harus benar-benar diperhatikan.
Menurut Syarif, pembangunan infrastruktur telah diketahui menjadi fokus utama pemerintah, karenanya guna mengimbangi masifnya pembangunan infrastruktur tersebut dibutuhkan kesiapan rantai pasok konstruksi, material dan peralatan, teknologi, dan kesiapan kompetensi dan jumlah SDM yang memadai.
Belum terpenuhi
Namun saat ini, jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat masih belum memenuhi kebutuhan Pembangunan Infrastruktur yang besar.
Dari total 8,14 juta tenaga kerja konstruksi, baru 10 persen yang bersertifikat, dengan latar belakang tingkat pendidikan di bawah pendidikan SMA sebanyak 5,98 juta orang dan di atas pendidikan SMA sebanyak 2,15 juta orang.
Sertifikat yang telah dikeluarkan terdiri atas 525.857 untuk tenaga terampil (analis/teknisi dan operator) dan sertifikat tenaga ahli sebanyak 241.322.
Sedangkan, dilihat dari jumlah tenaga kerjanya yang sudah tersertifikasi sebanyak 485.534 orang dengan komposisi tenaga terampil sebanyak 333.706 orang dan tenaga ahli sebanyak 151.828 orang.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa SDM konstruksi masih didominasi tenaga terampil, yang ditunjukkan bahwa tenaga ahli hanya 4,49 persen dari total tenaga kerja konstruksi.
Dengan demikian, menurut Syarif, jumlah tenaga ahli bersertifikat baru sekitar 150.000 orang dan berarti masih belum memenuhi kebutuhan yang mencapai 700.000 orang, atau dengan kata lain terdapat gap atau kesenjangan kebutuhan tenaga ahli hingga sebesar 550.000 orang.
Ia mengemukakan bahwa di sinilah peran asosiasi seperti Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) dalam rangka mendukung terciptanya tenaga-tenaga ahli konstruksi bersertifikat, sehingga bangsa ini juga dapat semakin maju dan berdaya saing.
Ia juga berpendapat peran asosiasi lainnya juga agar banyak tenaga ahli muda seperti lulusan baru universitas yang tertarik masuk ke industri jasa konstruksi.
Menurut data tenaga ahli madya lebih banyak dibandingkan tenaga ahli muda, serta sebaran tenaga ahli juga masih terpusat di pulau Jawa yaitu 65 persen, di Sumatera 17 persen, dan sebaran terkecilnya yaitu sekitar 1 persen di Maluku-Papua.
Meningkatkan kapasitas
Pemerintah, melalui Kementerian PUPR, juga telah melakukan sejumlah program untuk meningkatkan kapasitas kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) konstruksi dalam berbagai BUMN Karya dengan penyelenggaraan sertifikasi Ahli K3 Konstruksi yang terbagi dalam beberapa angkatan sepanjang tahun 2018 ini.
Menurut Syarif, berbagai pihak di Tanah Air sudah melakukan beragam upaya perbaikan reorganisasi termasuk BUMN, yang terindikasikan pihak yang bertanggung jawab terhadap K3 sudah banyak yang bukan lagi berada di bawah tapi sejajar dengan direksi, bahkan posisinya juga ada yang berada di bawah dirut secara langsung.
Ia juga menginginkan berbagai perusahaan jasa konstruksi dari Indonesia agar dapat berekspansi atau melebarkan sayapnya lebih luas ke tingkat global.
Hal itu karena dinilai sangat penting bagi pengusaha konstruksi nasional dapat memperluas wawasannya dengan mengenali potensi pasar infrastruktur utamanya di kawasan Afrika dan Asia.
Pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk mereformasi proses sertifikasi tenaga kerja konstruksi dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia dalam sektor infrastruktur nasional.
Syarif juga mengungkapkan bahwa total alokasi anggaran untuk kebutuhan sertifikasi, pelatihan dan vokasi di balai tahun anggaran 2019 adalah Rp202,22 miliar, sedangkan target pembinaan tenaga kerja konstruksi melaui balai-balai pada tahun 2019 adalah 212.000 orang.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Ruslan Rivai mengemukakan bahwa peran LPJK yang ditetapkan peraturan per-UU adalah registrasi dan sertifikasi tenaga kerja badan usaha konstruksi.
Ruslan berpendapat bahwa tenaga kerja konstruksi saat ini sebenarnya sudah kompeten, hanya masih ada yang belum bisa menunjukkan bukti kompetensinya, dan belum tercatat sebagai tenaga ahli dan tenaga terampil konstruksi.
Ketua LPJKN menyatakan, pihaknya tetap optimistis bahwa akan mencapai target sertifikasi total sebanyak 900.000 orang pada tahun 2019.
LPJKN, lanjutnya, telah bekerja sama antara lain dengan 38 perguruan tinggi, dan diharapkan juga akan dapat dihasilkan tenaga kerja "fresh graduate" hingga sebesar 50.000-60.000 orang.
Lembaga pendidikan
Sedangkan Ketua Komite Tetap Pengembangan Infrastruktur Bidang Konstruksi Kadin, Dandung Sri Harnito menginginkan BUMN Karya melalui berbagai lembaga pengembangan pendidikan dan pelatihannya juga dapat membantu meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi swasta.
Terkait dengan lembaga pendidikan, telah diwartakan bahwa rencana pendirian Politeknik PUPR merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka fokus meningkatkan SDM sektor konstruksi nasional.
Kementerian PUPR kini juga tengah mempersiapkan pendirian Politeknik PUPR yang akan memiliki tiga program studi yakni Konstruksi Gedung, Struktur Bangunan Air, dan Teknologi Konstruksi Jalan dan Jembatan.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti mengatakan tujuan pendirian Politeknik adalah untuk menghasilkan tenaga kerja konstruksi yang memiliki kompetensi dengan spesifikasi keahlian tertentu yang siap bekerja pada proyek-proyek infrastruktur khususnya infrastruktur PUPR.
Menurut Anita, materi kuliah dirancang memenuhi kebutuhan kerja dalam pembangunan infrastruktur PUPR, sehingga menghasilkan lulusan siap kerja.
Dalam mempersiapkan Politeknik PUPR sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi teknik terbaik di Indonesia, Kementerian PUPR menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi teknik terkemuka baik di dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya dengan IHE Delft Institute for Water Education, Belanda.
Sekjen PUPR Anita Firmanti mengatakan ruang lingkup kerjasama untuk mendukung Politeknik PUPR diantaranya berupa Training of Trainee (ToT) bagi para pengajar Politeknik PUPR, pemanfaatan akses teknologi IHE Delft, pengiriman dosen tamu dan praktisi dari IHE Delft.
Selain itu, ujar dia, sebagian besar pengajar merupakan para ahli dari Kementerian PUPR yang memiliki kompetensi dan pengalaman panjang pada berbagai proyek infrastuktur PUPR.
Politeknik PUPR rencananya akan berlokasi di Semarang, Jawa Tengah, ditargetkan mulai menerima mahasiswa pada tahun ajaran baru 2019 dan terbuka untuk umum.
Jumlah mahasiswa yang akan diterima total untuk tiga program studi sebanyak 150 mahasiswa atau 50 mahasiswa per program studi.
Selain itu, direncanakan adanya program beasiswa bagi lulusan SMA/SMK berprestasi untuk dapat masuk ke Politeknik PUPR.
Daya saing
Tidak hanya Politeknik PUPR, sebenarnya berbagai perguruan tinggi di beragam wilayah Nusantara didorong untuk dapat meningkatkan SDM konstruksi sebagai salah satu upaya untuk membantu meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR, Hadi Sucahyono, menuturkan bahwa perguruan tinggi berperan sebagai laboratorium riset, inkubator produk inovatif, jaringan pengetahuan dan teknologi, serta basis produksi SDM ahli.
Menurut Hadi, Kementerian PUPR telah melakukan terobosan dalam meningkatkan daya saing bidang konstruksi yaitu melalui konsep triple helix.
Ia memaparkan bahwa konsep triple helix tersebut adalah melakukan kerjasama untuk saling bersinergi antara perguruan tinggi, pelaku usaha dan pemerintah.
Dalam pengembangan jasa konstruksi, perguruan tinggi diharapkan dapat membangun minat siswa didik kepada industri konstruksi, mengembangkan SDM, memperkuat kurikulum yang menunjang konstruksi, akreditasi untuk program studi, meningkatkan riset dalam bidang konstruksi, dan melakukan riset dengan pendekatan multi-disiplin terpadu.
Dengan demikian, dibantu sinergi baik dari akademisi dan dunia swasta, maka pemerintah juga dapat menyelaraskan visi yang dimilikinya dalam rangka mewujudkan tenaga kerja konstruksi SDM yang berkualitas, di tengah gencarnya membangun beragam infrastruktur.*
Baca juga: Pemerintah bakal tingkatkan kapasitas SDM sektor konstruksi
Baca juga: Pekerja konstruksi di Jakpus alami kecelakaan kerja
Namun, ujar sosok pencipta Miki Tikus dan Donal Bebek itu, harus diingat bahwa dibutuhkan orang-orang untuk mewujudkan impian itu menjadi kenyataan.
Apa yang diucapkan oleh Disney berlaku pada berbagai aspek kehidupan, demikian halnya dengan pembangunan infrastruktur.
Seindah apapun seseorang membayangkan suatu bangunan, tanpa adanya tenaga kerja yang mumpuni maka bangunan itu juga tidak akan berwujud.
Karena itu, tidak heran pula bila berbagai pihak mengingatkan pentingnya mengutamakan kualitas sumber daya manusia (SDM) dari sektor konstruksi nasional.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa saat ini sudah memasuki era kompetisi global.
Dalam memenangkan era kompetisi itu, ujar dia, seharusnya bukan proteksi yang dikedepankan, tetapi kompetensi. Khusus di bidang konstruksi adalah mutu dari tenaga kerja konstruksi tersebut.
Basuki mengemukakan bahwa Kementerian PUPR telah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kerja konstruksi, baik tenaga terampil maupun ahli sebagai ujung tombak pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menyatakan bahwa SDM yang berkualitas merupakan formula dan kunci utama untuk keberhasilan penyelenggaraan infrastruktur, sehingga kompetensi harus benar-benar diperhatikan.
Menurut Syarif, pembangunan infrastruktur telah diketahui menjadi fokus utama pemerintah, karenanya guna mengimbangi masifnya pembangunan infrastruktur tersebut dibutuhkan kesiapan rantai pasok konstruksi, material dan peralatan, teknologi, dan kesiapan kompetensi dan jumlah SDM yang memadai.
Belum terpenuhi
Namun saat ini, jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat masih belum memenuhi kebutuhan Pembangunan Infrastruktur yang besar.
Dari total 8,14 juta tenaga kerja konstruksi, baru 10 persen yang bersertifikat, dengan latar belakang tingkat pendidikan di bawah pendidikan SMA sebanyak 5,98 juta orang dan di atas pendidikan SMA sebanyak 2,15 juta orang.
Sertifikat yang telah dikeluarkan terdiri atas 525.857 untuk tenaga terampil (analis/teknisi dan operator) dan sertifikat tenaga ahli sebanyak 241.322.
Sedangkan, dilihat dari jumlah tenaga kerjanya yang sudah tersertifikasi sebanyak 485.534 orang dengan komposisi tenaga terampil sebanyak 333.706 orang dan tenaga ahli sebanyak 151.828 orang.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa SDM konstruksi masih didominasi tenaga terampil, yang ditunjukkan bahwa tenaga ahli hanya 4,49 persen dari total tenaga kerja konstruksi.
Dengan demikian, menurut Syarif, jumlah tenaga ahli bersertifikat baru sekitar 150.000 orang dan berarti masih belum memenuhi kebutuhan yang mencapai 700.000 orang, atau dengan kata lain terdapat gap atau kesenjangan kebutuhan tenaga ahli hingga sebesar 550.000 orang.
Ia mengemukakan bahwa di sinilah peran asosiasi seperti Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) dalam rangka mendukung terciptanya tenaga-tenaga ahli konstruksi bersertifikat, sehingga bangsa ini juga dapat semakin maju dan berdaya saing.
Ia juga berpendapat peran asosiasi lainnya juga agar banyak tenaga ahli muda seperti lulusan baru universitas yang tertarik masuk ke industri jasa konstruksi.
Menurut data tenaga ahli madya lebih banyak dibandingkan tenaga ahli muda, serta sebaran tenaga ahli juga masih terpusat di pulau Jawa yaitu 65 persen, di Sumatera 17 persen, dan sebaran terkecilnya yaitu sekitar 1 persen di Maluku-Papua.
Meningkatkan kapasitas
Pemerintah, melalui Kementerian PUPR, juga telah melakukan sejumlah program untuk meningkatkan kapasitas kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) konstruksi dalam berbagai BUMN Karya dengan penyelenggaraan sertifikasi Ahli K3 Konstruksi yang terbagi dalam beberapa angkatan sepanjang tahun 2018 ini.
Menurut Syarif, berbagai pihak di Tanah Air sudah melakukan beragam upaya perbaikan reorganisasi termasuk BUMN, yang terindikasikan pihak yang bertanggung jawab terhadap K3 sudah banyak yang bukan lagi berada di bawah tapi sejajar dengan direksi, bahkan posisinya juga ada yang berada di bawah dirut secara langsung.
Ia juga menginginkan berbagai perusahaan jasa konstruksi dari Indonesia agar dapat berekspansi atau melebarkan sayapnya lebih luas ke tingkat global.
Hal itu karena dinilai sangat penting bagi pengusaha konstruksi nasional dapat memperluas wawasannya dengan mengenali potensi pasar infrastruktur utamanya di kawasan Afrika dan Asia.
Pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk mereformasi proses sertifikasi tenaga kerja konstruksi dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia dalam sektor infrastruktur nasional.
Syarif juga mengungkapkan bahwa total alokasi anggaran untuk kebutuhan sertifikasi, pelatihan dan vokasi di balai tahun anggaran 2019 adalah Rp202,22 miliar, sedangkan target pembinaan tenaga kerja konstruksi melaui balai-balai pada tahun 2019 adalah 212.000 orang.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Ruslan Rivai mengemukakan bahwa peran LPJK yang ditetapkan peraturan per-UU adalah registrasi dan sertifikasi tenaga kerja badan usaha konstruksi.
Ruslan berpendapat bahwa tenaga kerja konstruksi saat ini sebenarnya sudah kompeten, hanya masih ada yang belum bisa menunjukkan bukti kompetensinya, dan belum tercatat sebagai tenaga ahli dan tenaga terampil konstruksi.
Ketua LPJKN menyatakan, pihaknya tetap optimistis bahwa akan mencapai target sertifikasi total sebanyak 900.000 orang pada tahun 2019.
LPJKN, lanjutnya, telah bekerja sama antara lain dengan 38 perguruan tinggi, dan diharapkan juga akan dapat dihasilkan tenaga kerja "fresh graduate" hingga sebesar 50.000-60.000 orang.
Lembaga pendidikan
Sedangkan Ketua Komite Tetap Pengembangan Infrastruktur Bidang Konstruksi Kadin, Dandung Sri Harnito menginginkan BUMN Karya melalui berbagai lembaga pengembangan pendidikan dan pelatihannya juga dapat membantu meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi swasta.
Terkait dengan lembaga pendidikan, telah diwartakan bahwa rencana pendirian Politeknik PUPR merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka fokus meningkatkan SDM sektor konstruksi nasional.
Kementerian PUPR kini juga tengah mempersiapkan pendirian Politeknik PUPR yang akan memiliki tiga program studi yakni Konstruksi Gedung, Struktur Bangunan Air, dan Teknologi Konstruksi Jalan dan Jembatan.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti mengatakan tujuan pendirian Politeknik adalah untuk menghasilkan tenaga kerja konstruksi yang memiliki kompetensi dengan spesifikasi keahlian tertentu yang siap bekerja pada proyek-proyek infrastruktur khususnya infrastruktur PUPR.
Menurut Anita, materi kuliah dirancang memenuhi kebutuhan kerja dalam pembangunan infrastruktur PUPR, sehingga menghasilkan lulusan siap kerja.
Dalam mempersiapkan Politeknik PUPR sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi teknik terbaik di Indonesia, Kementerian PUPR menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi teknik terkemuka baik di dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya dengan IHE Delft Institute for Water Education, Belanda.
Sekjen PUPR Anita Firmanti mengatakan ruang lingkup kerjasama untuk mendukung Politeknik PUPR diantaranya berupa Training of Trainee (ToT) bagi para pengajar Politeknik PUPR, pemanfaatan akses teknologi IHE Delft, pengiriman dosen tamu dan praktisi dari IHE Delft.
Selain itu, ujar dia, sebagian besar pengajar merupakan para ahli dari Kementerian PUPR yang memiliki kompetensi dan pengalaman panjang pada berbagai proyek infrastuktur PUPR.
Politeknik PUPR rencananya akan berlokasi di Semarang, Jawa Tengah, ditargetkan mulai menerima mahasiswa pada tahun ajaran baru 2019 dan terbuka untuk umum.
Jumlah mahasiswa yang akan diterima total untuk tiga program studi sebanyak 150 mahasiswa atau 50 mahasiswa per program studi.
Selain itu, direncanakan adanya program beasiswa bagi lulusan SMA/SMK berprestasi untuk dapat masuk ke Politeknik PUPR.
Daya saing
Tidak hanya Politeknik PUPR, sebenarnya berbagai perguruan tinggi di beragam wilayah Nusantara didorong untuk dapat meningkatkan SDM konstruksi sebagai salah satu upaya untuk membantu meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR, Hadi Sucahyono, menuturkan bahwa perguruan tinggi berperan sebagai laboratorium riset, inkubator produk inovatif, jaringan pengetahuan dan teknologi, serta basis produksi SDM ahli.
Menurut Hadi, Kementerian PUPR telah melakukan terobosan dalam meningkatkan daya saing bidang konstruksi yaitu melalui konsep triple helix.
Ia memaparkan bahwa konsep triple helix tersebut adalah melakukan kerjasama untuk saling bersinergi antara perguruan tinggi, pelaku usaha dan pemerintah.
Dalam pengembangan jasa konstruksi, perguruan tinggi diharapkan dapat membangun minat siswa didik kepada industri konstruksi, mengembangkan SDM, memperkuat kurikulum yang menunjang konstruksi, akreditasi untuk program studi, meningkatkan riset dalam bidang konstruksi, dan melakukan riset dengan pendekatan multi-disiplin terpadu.
Dengan demikian, dibantu sinergi baik dari akademisi dan dunia swasta, maka pemerintah juga dapat menyelaraskan visi yang dimilikinya dalam rangka mewujudkan tenaga kerja konstruksi SDM yang berkualitas, di tengah gencarnya membangun beragam infrastruktur.*
Baca juga: Pemerintah bakal tingkatkan kapasitas SDM sektor konstruksi
Baca juga: Pekerja konstruksi di Jakpus alami kecelakaan kerja
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018
Tags: