"Kita memang masih jauh sekali dari jumlah idealnya, pasnya perbandingan 1:7, satu dokter bedah mulut menangani pasien operasi mulut dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan mulut," kata Ketua Umum PABMI drg Muhammad Syafrudin Hak, Sp.BM, di sela pertemuan ilmiah tahunan (PIT) ahli bedah mulut dan maksilofasial Indonesia IV PABMI, di Padang, Sumatera Barat, Jumat.
Ia mengemukakan jumlah ideal ahli bedah mulut sulit terpenuhi karena jumlah perguruan tinggi yang memiliki pendidikan spesialis bedah mulut dan maksilofasial di Indonesia hanya ada di empat perguruan tinggi yakni Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, Bandung, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya.
"Pusat pendidikan dokter spesialis bedah mulut Unpad baru-baru ini telah meluluskan 30 orang ahli bedah mulut lagi," ujarnya.
Menurut Syafrudin keterbatasan ini berdampak kepada pelayanan masyarakat yang membutuhkan penanganan operasi tersebut.
Di sisi lain, kata Syafrudin, meskipun Indonesia masih kekurangan ahli bedah mulut, di kawasan Asia, Indonesia dinilai maju dalam teknologi dan peralatan serta rehabilitasi bedah mulut dan maksilofasial bersama India dan Amerika Serikat.
Sementara itu Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan PABMI Sumbar Harvindo Nismal mengatakan daerah itu juga masih kekurangan ahli bedah dan maksilofasial yang hanya ada empat orang.
"Sumatera Barat baru empat, itupun numpuk di Padang," kata Harvindo yang juga Ketua PABMI Sumbar itu.
Jumlah idealnya, kata Harvindo Nismal, adalah satu orang untuk satu kabupaten atau kota, maka seharusnya Sumbar memiliki 19 orang ahli bedah mulut.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit mengatakan terkait keterbatasan jumlah ahli bedah mulut itu di antara penyebabnya belum tersedianya peralatan pendukung untuk bedah mulut di kabupaten dan kota selain Padang.
"Ke depan kita harapkan semua pemda menyiapkan dana kesehatan 15 persen dari APBD masing-masing agar pelayanan dasar itu terlayani," katanya.
Wagub menjelaskan dari 27 indikator daerah tertinggal, sektor kesehatan berkontribusi dengan delapan indikator diantaranya, gizi, angka kematian bayi dan ibu, air bersih dan lain-lain dan untuk keluar dari daerah tertinggal pemenuhan ahli bedah mulut dan dokter gigi menjadi penting.
"Untuk memenuhinya terkendala penerimaan pegawai, barangkali ada kebijakan baru dari pemda di Sumbar untuk memenuhi kekurangan dokter gigi dengan honor atau tenaga harian lepas," katanya.
Baca juga: PDGI: 60 persen dokter gigi terkonsentrasi di Jawa
Baca juga: Daerah terpencil masih kekurangan dokter gigi
Baca juga: 9,8 persen Puskesmas tidak memiliki dokter