Greenpeace: Sampah plastik ancaman nyata bagi satwa
23 November 2018 17:48 WIB
Arsip Sejumlah warga berkerumun di sekitar bangkai Paus Sperma atau Physeter macrocephalus di perairan Bombana, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Jumat (2/2/2018). Pendataan awal dilakukan oleh perwakilan Kementerian Perikanan dan menunjukkan ukuran Paus Sperma itu sepanjang lebih 17 meter dengan lebar badan 4 meter serta belum diketahui penyebab terdamparnya mamalia tersebut di perairan Bombana. (ANTARA FOTO/Jojon)
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya Greenpeace menyebut sampah plastik menjadi ancaman nyata bagi satwa, penemuan sampah plastik sebanyak 5,9 kilogram dalam perut bangkai paus sperma yang terdampar di Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu telah mempertegas ancaman tersebut.
“Penemuan sampah plastik di dalam perut paus sperma menambah deretan panjang peristiwa hadirnya sampah plastik di tempat yang tidak seharusnya. Diperkirakan 94 persen plastik yang masuk ke lautan akan berakhir di dasar laut," kata juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi melalui siaran pers yang diterima Antara, Jumat di Jakarta.
Dia menyebutkan solusi utama untuk mengurangi invasi sampah plastik di lingkungan termasuk lautan adalah dengan mengurangi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan.
Semua sektor perlu menanggapi permasalahan ini dengan serius dan mengambil peran dalam penyelesaiannya. Inisiatif pihak swasta seperti perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) harus lebih dari sekadar melakukan daur ulang.
"Perlu diingat bahwa tingkat daur ulang pun masih rendah sekali, hanya sembilan persen secara global," kata dia.
Selain itu pemerintah perlu membuat regulasi yang fokus pada pengurangan (reduksi) dan menunjangnya dengan meningkatkan kualitas sistem pengelolaan sampah secara nasional.
Masyarakat juga harus lebih sadar akan permasalahan dan ancaman yang nyata ini.
"Bila tidak bertindak sesegera mungkin, akan semakin banyak kehidupan satwa yang terancam oleh keberadaan sampah plastik," kata dia.
“Penemuan sampah plastik di dalam perut paus sperma menambah deretan panjang peristiwa hadirnya sampah plastik di tempat yang tidak seharusnya. Diperkirakan 94 persen plastik yang masuk ke lautan akan berakhir di dasar laut," kata juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi melalui siaran pers yang diterima Antara, Jumat di Jakarta.
Dia menyebutkan solusi utama untuk mengurangi invasi sampah plastik di lingkungan termasuk lautan adalah dengan mengurangi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan.
Semua sektor perlu menanggapi permasalahan ini dengan serius dan mengambil peran dalam penyelesaiannya. Inisiatif pihak swasta seperti perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) harus lebih dari sekadar melakukan daur ulang.
"Perlu diingat bahwa tingkat daur ulang pun masih rendah sekali, hanya sembilan persen secara global," kata dia.
Selain itu pemerintah perlu membuat regulasi yang fokus pada pengurangan (reduksi) dan menunjangnya dengan meningkatkan kualitas sistem pengelolaan sampah secara nasional.
Masyarakat juga harus lebih sadar akan permasalahan dan ancaman yang nyata ini.
"Bila tidak bertindak sesegera mungkin, akan semakin banyak kehidupan satwa yang terancam oleh keberadaan sampah plastik," kata dia.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: