KPPPA: jangan lagi diskriminasi ODHA/ADHA
23 November 2018 12:47 WIB
Sejumlah siswa dan santri menandatangani spanduk saat aksi deklarasi antiseks bebas, hoaks dan antinarkoba di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (29/3/2018). Deklarasi sebagai bentuk kesadaran bersama yang diikuti 2.500 siswa, santri dan tokoh masyarakat tersebut merupakan aksi keprihatinan terhadap penyebaran HIV-AIDS, peredaran narkoba, dan berita hoaks. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dermawan meminta masyarakat Indonesia tidak lagi melakukan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan anak dengan HIV/AIDS (ADHA).
"Jauhi virusnya, bukan orangnya. Jauhi penyakitnya bukan ODHA atau ADHA," kata Dermawan melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dermawan mengimbau masyarakat, termasuk anak-anak mampu menjadi sahabat bagi ODHA dan ADHA. Negara harus hadir dalam upaya pencegahan dan penanganan anak korban HIV/AIDS dengan melibatkan masyarakat.
Diperlukan kehadiran negara dan melibatkan masyarakat dalam mencegah HIV/AIDS serta memberi pendidikan kepada masyarakat agar tidak melakukan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA dan ADHA.
"Anak korban HIV/AIDS betul-betul ada dan perlu dicarikan solusi bagi mereka dengan berdasarkan kepada kepentingan terbaik bagi anak dan menghargai hak-hak yang melekat pada anak," katanya.
Menurut data Kementerian Kesehatan pada 2017, tercatat 280.623 jiwa terinfeksi HIV, 17.288 diantaranya adalah anak-anak dengan perincian usia nol hingga empat tahun 8.564 anak dan usia 15 tahun hingga 19 tahun 8.724 anak.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam penanganan HIV/AIDS adalah upaya pencegahan dini yang sulit dilakukan karena tidak semua pengidap mau atau berani memeriksakan diri ke lembaga layanan.
Baca juga: HIV/AIDS yang semakin mengkhawatirkan
Baca juga: Remaja rentan penularan HIV/AIDS di Jabar
"Jauhi virusnya, bukan orangnya. Jauhi penyakitnya bukan ODHA atau ADHA," kata Dermawan melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dermawan mengimbau masyarakat, termasuk anak-anak mampu menjadi sahabat bagi ODHA dan ADHA. Negara harus hadir dalam upaya pencegahan dan penanganan anak korban HIV/AIDS dengan melibatkan masyarakat.
Diperlukan kehadiran negara dan melibatkan masyarakat dalam mencegah HIV/AIDS serta memberi pendidikan kepada masyarakat agar tidak melakukan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA dan ADHA.
"Anak korban HIV/AIDS betul-betul ada dan perlu dicarikan solusi bagi mereka dengan berdasarkan kepada kepentingan terbaik bagi anak dan menghargai hak-hak yang melekat pada anak," katanya.
Menurut data Kementerian Kesehatan pada 2017, tercatat 280.623 jiwa terinfeksi HIV, 17.288 diantaranya adalah anak-anak dengan perincian usia nol hingga empat tahun 8.564 anak dan usia 15 tahun hingga 19 tahun 8.724 anak.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam penanganan HIV/AIDS adalah upaya pencegahan dini yang sulit dilakukan karena tidak semua pengidap mau atau berani memeriksakan diri ke lembaga layanan.
Baca juga: HIV/AIDS yang semakin mengkhawatirkan
Baca juga: Remaja rentan penularan HIV/AIDS di Jabar
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: