KPK merespons keberatan Lucas
23 November 2018 00:20 WIB
SIDANG EKSEPSI LUCAS Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan KPK, Lucas memberikan berkas nota keberatan (eksepsi) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/11/2018). Dalam eksepsinya Lucas membantah membantu pelarian mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro ke luar negeri. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons terkait keberatan advokat Lucas yang merupakan terdakwa merintangi penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.
Pertama, soal Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bukan kewenangan dari KPK.
"Silakan saja pihak Lucas mengatakan demikian, KPK yakin secara hukum dengan kewenangan menangani Pasal 21, 22, dan seterusnya yang diatur sebagai pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Dasar hukumnya tegas diatur di Pasal 6 huruf c juncto Pasal 1 angka 1 Undang-Undang KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Lucas didakwa dengan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut terkait dugaan perbuatan merintangi penanganan perkara atau yang disebut dengan "obstruction of justice".
Selanjunya, kata Febri, dalam bebeberapa keterangan pihak Lucas, banyak yang disandarkan pada keterangan Eddy Sindoro yang merupakan Chairman PT Paramount Enterprise itu.
Untuk diketahui, Eddy Sindoro merupakan tersangka dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"KPK telah melakukan pemeriksaan sekitar 32 orang saksi, namun pihak Lucas cenderung menyandarkan pada keterangan Eddy Sindoro. Seolah-olah jika Eddy Sindoro tidak mengatakan meminta bantuan Lucas maka itu artinya tidak ada upaya menghalang-halangi," tuturnya.
Menurut Febri, hal itu tentu saja keliru, selain karena Eddy Sindoro juga tersangka sebagai pihak yang diduga pemberi suap, KPK juga yakin telah memiliki bukti yang sangat kuat dari sejumlah saksi yang telah diperiksa baik warga negara Indonesia ataupun asing.
Bahkan, kata dia, pemeriksaan tidak hanya dilakukan di Indonesia tetapi juga di Malaysia dengan koordinasi bersama Malaysia Anti-Corruption Commission (MACC/Komisi Antikorupsi Malaysia).
"Selain itu, bukti-bukti elektronik termasuk yang bukti visual juga sudah kami miliki. KPK akan membuka bukti-bukti tersebut di persidangan," ungkap Febri.
Selain itu, KPK juga menanggapi soal pihak Lucas yang mengatakan tidak mengenal Dinas Soraya.
Febri menyatakan bahwa bantahan seperti itu sebaiknya disampaikan saja di proses persidangan perkara pokok karena bukti dugaan adanya relasi antara Lucas dan Dina Soraya baik langsung atau tidak langsung atau dugaan perbuatan bersama-sama antara Lucas dan Dina Soraya juga sudah dimiliki KPK.
"Karena pada dasarnya seluruh pihak yang disebut pada dakwaan tersebut memiliki peran, pengetahuan atau relasi satu dengan yang lainnya sesuai yang sudah diuraikan pada dakwaan," ujar Febri.
Kemudian, KPK juga merespons soal tidak berwenang melakukan penggeledahan, penyitaan dan pemblokiran.
"Hal ini telah dijawab oleh Jaksa Penuntut Umum KPK secara tegas karena KUHAP dan Undang-Undang KPK telah mengatur secara jelas dan tegas kewenangan tersebut," kata Febri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK telah menolak keberatan yang diajukan Lucas dalam persidangan yang dilakukan Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/11).
Dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK, Lucas disebut membantu Eddy keluar dari Indonesia dan menyarankan Eddy untuk membuat paspor negara lain agar lepas dari jerat hukum sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016.
Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno-Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan ke luar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.
Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael Sindoro di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, di mana Ridwan telah mempersiapkan "boarding pass" mereka.
Baca juga: Jaksa KPK tolak keberatan Lucas
Baca juga: KPK: Tidak ada hal baru eksepsi Lucas
Baca juga: Lucas bantah jadi pengacara Eddy Sindoro
Pertama, soal Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bukan kewenangan dari KPK.
"Silakan saja pihak Lucas mengatakan demikian, KPK yakin secara hukum dengan kewenangan menangani Pasal 21, 22, dan seterusnya yang diatur sebagai pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Dasar hukumnya tegas diatur di Pasal 6 huruf c juncto Pasal 1 angka 1 Undang-Undang KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Lucas didakwa dengan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut terkait dugaan perbuatan merintangi penanganan perkara atau yang disebut dengan "obstruction of justice".
Selanjunya, kata Febri, dalam bebeberapa keterangan pihak Lucas, banyak yang disandarkan pada keterangan Eddy Sindoro yang merupakan Chairman PT Paramount Enterprise itu.
Untuk diketahui, Eddy Sindoro merupakan tersangka dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"KPK telah melakukan pemeriksaan sekitar 32 orang saksi, namun pihak Lucas cenderung menyandarkan pada keterangan Eddy Sindoro. Seolah-olah jika Eddy Sindoro tidak mengatakan meminta bantuan Lucas maka itu artinya tidak ada upaya menghalang-halangi," tuturnya.
Menurut Febri, hal itu tentu saja keliru, selain karena Eddy Sindoro juga tersangka sebagai pihak yang diduga pemberi suap, KPK juga yakin telah memiliki bukti yang sangat kuat dari sejumlah saksi yang telah diperiksa baik warga negara Indonesia ataupun asing.
Bahkan, kata dia, pemeriksaan tidak hanya dilakukan di Indonesia tetapi juga di Malaysia dengan koordinasi bersama Malaysia Anti-Corruption Commission (MACC/Komisi Antikorupsi Malaysia).
"Selain itu, bukti-bukti elektronik termasuk yang bukti visual juga sudah kami miliki. KPK akan membuka bukti-bukti tersebut di persidangan," ungkap Febri.
Selain itu, KPK juga menanggapi soal pihak Lucas yang mengatakan tidak mengenal Dinas Soraya.
Febri menyatakan bahwa bantahan seperti itu sebaiknya disampaikan saja di proses persidangan perkara pokok karena bukti dugaan adanya relasi antara Lucas dan Dina Soraya baik langsung atau tidak langsung atau dugaan perbuatan bersama-sama antara Lucas dan Dina Soraya juga sudah dimiliki KPK.
"Karena pada dasarnya seluruh pihak yang disebut pada dakwaan tersebut memiliki peran, pengetahuan atau relasi satu dengan yang lainnya sesuai yang sudah diuraikan pada dakwaan," ujar Febri.
Kemudian, KPK juga merespons soal tidak berwenang melakukan penggeledahan, penyitaan dan pemblokiran.
"Hal ini telah dijawab oleh Jaksa Penuntut Umum KPK secara tegas karena KUHAP dan Undang-Undang KPK telah mengatur secara jelas dan tegas kewenangan tersebut," kata Febri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK telah menolak keberatan yang diajukan Lucas dalam persidangan yang dilakukan Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/11).
Dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK, Lucas disebut membantu Eddy keluar dari Indonesia dan menyarankan Eddy untuk membuat paspor negara lain agar lepas dari jerat hukum sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016.
Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno-Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan ke luar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.
Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael Sindoro di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, di mana Ridwan telah mempersiapkan "boarding pass" mereka.
Baca juga: Jaksa KPK tolak keberatan Lucas
Baca juga: KPK: Tidak ada hal baru eksepsi Lucas
Baca juga: Lucas bantah jadi pengacara Eddy Sindoro
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: