Bandarlampung (ANTARA News) - Target pada 2030 dalam Milestone Sustainable Development Goals (SDGs) setiap negara, termasuk Indonesia, mampu mewujudkan 100 persen akses air dan sanitasi higienis penduduknya seperti tercantum pada tujuan enam SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan).

Indonesia meletakkan target pencapaian lebih awal yaitu akhir tahun 2019 dan telah diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Sejak akhir tahun 2015, negara-negara di dunia sepakat untuk menyusun agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs) tahun 2030. Agenda ini merupakan tindak lanjut dari Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir tahun 2015.

Pembangunan berkelanjutan 2030 memiliki 17 tujuan dan 169 indikator capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet Bumi.

Tujuan ini dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB yang diterbitkan pada 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030.

Tujuan ini merupakan kelanjutan atau pengganti dari Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) yang ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin dari 189 negara sebagai Deklarasi Milenium di Markas Besar PBB pada tahun 2000 dan tidak berlaku lagi sejak akhir 2015.

Pada tahun 2017, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendukung TPB/SDGs melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Menurut I Nyoman Suartana, Urban Sanitation Specialist SNV Indonesia, melalui Program WASH SDGs, SNV Indonesia mendukung Pemerintah Indonesia untuk mencapai target TPB, yaitu tujuan 6 tentang air dan sanitasi khususnya terkait dengan pengelolaan sanitasi yang aman (safely managed sanitation).

Program ini bertujuan mendukung pemerintah kota untuk membangun layanan sanitasi kota yang menyeluruh, inklusif, dan berkelanjutan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pengelolaan sanitasi yang aman serta perilaku kebersihan yang lebih baik.

Program WASH SDGs akan dilakukan selama lima tahun (2017-2022) di enam negara, yaitu Indonesia, Bangladesh, Nepal, Zambia, Tanzania, dan Ethiopia.

Di Indonesia dengan pendekatan Sanitasi Perkotaan dan Kebersihan untuk Kesehatan dan Pembangunan/Urban Sanitation & Hygiene for Health & Development (USHHD).

Di Indonesia, program ini akan dilaksanakan di tiga kota, yaitu Bandarlampung dan Kota Metro (Provinsi Lampung), serta Kota Tasikmalaya (Jawa Barat).

SNV Indonesia bekerja sama dengan Plan International dan WASH Alliance (WAI) melalui Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Kerajaan Belanda dalam pelaksanaan programnya.

Pendekatan USHHD adalah peningkatan kapasitas pemerintah kota, sektor swasta dan organisasi/kelompok masyarakat dalam enam komponen, yaitu komunikasi perubahan perilaku dan peningkatan kesadaran, penyediaan layanan sanitasi yang aman dan terjangkau, tata kelola sanitasi, regulasi, dan penerapannya.

Selain itu, keuangan dan investasi yang berkelanjutan, pengelolaan, pembuangan, dan pemanfaatan kembali, serta manajemen pengetahuan dan pembelajaran.

Namun, fakta upaya pencapaian SDGs itu di Indonesia saat ini, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Tahun 2018, sebanyak 31 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses sanitasi sehat.

Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah tiga tahun, yaitu sebesar 19 persen atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya, dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3 persen dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, penanganan masalah sanitasi merupakan kewenangan daerah. Pembangunan sanitasi dapat menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah.

Namun, pada kenyataannya belum semua kabupaten/kota di Provinsi Lampung menjadikan pembangunan sanitasi sebagai salah satu prioritas pembangunan.

Hal tersebut mengakibatkan pengelolaan sampah rumah tangga, air limbah domestik, drainase lingkungan, dan lain-lain tidak terkelola dengan baik dan berdampak kepada kualitas kesehatan yang memburuk, degradasi lingkungan, dan tercemari sumber daya air.

Nyoman Suartana membeberkan pada tahap persiapan (inception phase) 2017-2018, SNV telah melakukan survei data dasar (baseline) terhadap 2.041 rumah tangga (RT) di Kota Bandarlampung dan 1.067 RT di Kota Metro untuk mengetahui kondisi dan perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sanitasi yang aman.

Di Bandarlampung, Ibu Kota Provinsi Lampung sembilan persen rumah tangga masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Sebanyak 91 persen sudah memiliki toilet namun dua persennya tidak memiliki penampungan tinja (tangki septik). Dari 89 persen yang memiliki penampungan tinja, hanya 11 persen yang melakukan penyedotan dan pengangkutan limbah tinja.

Namun, praktik pengangkutan yang dilakukan masih dikategorikan tidak aman.

Di Kota Metro, enam persen rumah tangga masih melakukan BABS. Dari 94 persen yang memiliki toilet, 93 persen sudah memiliki penampungan tinja, namun hanya 17 persen yang melakukan penyedotan dan pengangkutan limbah tinja. Dari 17 persen tersebut, 14 persen pengangkutannya dikategorikan tidak aman.

Komitmen pemerintah kota dan peran serta dukungan multipihak sangat diperlukan untuk mendorong percepatan akses terhadap pengelolaan sanitasi yang aman.

Pendekatan STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienes dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.

Melalui STBM yang dijalankan oleh pemerintah pusat, juga telah dijalankan oleh seluruh daerah dari tingkat provinsi, kabupaten hingga desa/kelurahan, termasuk di Lampung.

Provinsi Lampung yang memiliki 15 kabupaten/kota telah menjalankan Program STBM. Saat ini total akses sanitasi mencapai 84,75 persen (data Smart STBM November 2018). Dari 1.926.840 KK, 228 kecamatan dan 2.643 desa/kelurahan, masih tersisa 15,25 persen.

Pelaksana Tugas Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung Taufik Hidayat mewakili Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo dalam sambutan pembukaan kegiatan Learning Event Percepatan Target Universal Akses Bidang Sanitasi di Bandarlampung, Rabu (21/11), menyampaikan bahwa penduduk Provinsi Lampung tahun 2018 dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 9,2 juta jiwa, masih ada sekitar 1,3 juta penduduk Lampung belum mengakses sanitasi sehat, dan masih berperilaku BABS tersebar di 14 kabupaten/kota.

Dari 15 kabupaten/kota, wilayah dengan akses sanitasi terendah terdapat di Kabupaten Tulangbawang Barat (55,11 persen), Mesuji (72,83 persen), Pesawaran (81,99 persen), dan Lampung Timur (82,03 persen). Dari 15 kabupatenn/kota baru satu kabupaten yaitu Kabupaten Pringsewu yang telah mencapai 100 persen akses sanitasi pada tahun 2017.

Persoalan sanitasi di Provinsi Lampung masih menjadi tugas berat. Keterbatasan regulasi, anggaran, dan kelembagaan yang menggerakkan program sanitasi menjadi faktor belum tercapai target universal akses.

Namun, masih ada sisa waktu untuk mengejar pencapaian target 100 persen akses sanitasi hingga 2019.

Kabupaten Pringsewu patut dijadikan pembelajaran untuk pencapaian universal akses, dengan komitmen kepala daerah dengan didukung para pihak menjadi kunci sukses Pringsewu menjadi kabupaten yang berhasil mencapai 100 persen akses sanitasi.

"Semoga strategi yang dikembangkan oleh Pringsewu bisa diimplementasikan di kabupaten/kota lainnya di Lampung," kata Taufik.

Upaya untuk menentukan strategi dalam pencapaian universal akses itu, perlu dilakukan pemetaan permasalahan setiap kabupaten/kota oleh setiap dinas-dinas terkait.

Paling utama harus ada visi yang sama dari setiap instansi kabupaten untuk mencapai SDGs 100 persen akses santasi.

Selain itu juga harus ada upaya advokasi yang terus dilakukan untuk mengawal komitmen maupun program terkait yang dijalankan.

Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Febrilia Ekawati menyatakan upaya advokasi untuk mendorong percepatan target universal akses air dan sanitasi higienis di Provinsi Lampung telah dilakukan oleh YKWS, Mitra Bentala, dan SNV melalui Voice for Change Partnership Programme sejak tahun 2016.

Dalam rangka upaya advokasi pencapaian target 100 persen universal akses air dan sanitasi higienis di Provinsi Lampung, diselenggarakan kegiatan Learning Event yang merupakan kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Lampung, SNV, Yayasan Konservasi Way Seputih, dan Mitra Bentala.

Kegiatan Learning Event menjadi wadah untuk 15 kabupaten/kota di Provinsi Lampung saling bersinergi dan berbagi strategi untuk pencapaian target 100 persen universal akses sanitasi tahun 2019.

Kegiatan itu diselenggarakan selama dua hari, 21-22 November 2018). Para peserta berasal dari Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Lampung, serta dari 15 kabupaten/kota di daerah ini.

Tujuan kegiatan Learning Event ini adalah untuk memetakan kemajuan, pencapaian, tantangan, dan faktor keberhasilan kabupaten/kota dalam pencapaian target universal akses sanitasi, serta untuk menyusun rencana strategi pencapaian target yang harus didukung dengan komitmen seluruh para pihak, khususnya kepala daerah.

"Pada `event` ini juga mengundang Direktur Asosiasi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) Nasional dan Bupati Pringsewu untuk berbagi strategi program sanitasi," kata Febrilia.

AKKOPSI menjadi salah satu organisasi yang memiliki peran besar dalam memengaruhi seluruh kepala daerah untuk percepatan target universal akses air dan sanitasi higienis. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia ada 426 kepala daerah yang menjadi anggota AKKOPSI.

Direktur Eksekutif AKKOPSI Nasional Capt Yosrizal Zain menyampaikan untuk terwujudnya target suatu pembangunan atau pun program, kuncinya ada pada kepala daerah.

Gubernur, bupati atau pun wali kota adalah pemimpin yang bisa membawa perubahan kepada hal yang lebih baik. Keberhasilan untuk mencapai kondisi sanitasi yang lebih baik kuncinya ada pada kepala daerah.

"Memimpin itu salah satu bagian dari seni dan keahlian. Pemimpin yang bisa membawa perubahan selalu konsisten dalam komitmen. Yang dituangkan dalam visi dan misi," katanya.

Komitmen kepala daerah itu bisa melalui regulasi, dukungan program, dan anggaran.

Kepala daerah yang menjadi anggota AKKOPSI, disebut Yosrizal yang juga Wali Kota Payakumbuh periode 2002-2012, banyak yang telah menunjukkan komitmennya untuk mencapai target universal akses bidang sanitasi seperti Bupati Pringsewu.

Kabupaten Pringsewu yang telah berhasil dalam mencapai 100 persen akses sanitasi menjadi kabupaten untuk pembelajaran strategi pengembangan program sanitasi.

Program Jihad Sanitasi yang dikembangkan oleh Bupati Pringsewu Sujadi Sadad telah memotivasi anggota AKKOPSI di Indonesia untuk mencapai target universal akses.

"Jihad itu tidak harus dikonotasikan pada hal kekerasan atau bom-mengebom. Jihad bisa kita lakukan melalui hal-hal positif untuk pembangunan seperti perbaikan pada bidang sanitasi. Jihad sanitasi yang kami kembangkan di Pringsewu menjadi gerakan bersama seluruh para pihak, sehingga Pringsewu bisa mencapai open defecation free (ODF)," kata Bupati Sujadi.

Persoalan sanitasi itu, ucap dia, hal dasar yang pertama harus diselesaikan, meski tidak populer, namun membangun sanitasi lebih baik dampaknya sangat besar untuk kehidupan, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.

Berjihad untuk akses sanitasi universal, terutama meninggalkan perilaku BABS di tengah masyarakat, salah satu upaya penting dan bagian dari target capaian SDGs yang hendak ditargetkan pemerintah Indonesia bersama pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.

Berjihad untuk sanitasi langkah konkret yang dilakukan dan diwujudkan bersama-sama, demi kehidupan lebih sehat dan kebaikan semua.

Baca juga: Kemendikbud minta sekolah jalankan UKS dan sanitasi
Baca juga: Gresik gandeng Amerika capai sanitasi layak 2019