Jakarta (ANTARA News) - Peristiwa bersejarah terjadi saat perhelatan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2018 di Port Moresby, Papua Nugini pada Sabtu (17/11).

Dua negara raksasa ekonomi, Tiongkok dan Amerika Serikat, menyita perhatian sejumlah pemimpin negara yang hadir dalam rangkaian KTT APEC tersebut.

Negara-negara adidaya itu mempermasalahkan beberapa pasal mengenai World Trade Organization serta saling sindir mengenai dana pinjaman pembangunan hingga isu perang dagang.

Dalam pidatonya saat KTT CEO APEC pada Sabtu (17/11), Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan negara-negara lain tidaklah harus terpaksa mengikuti model perekonomian suatu negara.

Dia menegaskan bahwa suatu negara yang secara mentah-mentah mengikuti model pembangunan negara lain akan kontraproduktif dalam pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Presiden Xi menjelaskan Inisiatif Belt and Road (BRI) bukanlah upaya untuk "mengklaim" kendali politik di wilayah negara lain.

"BRI adalah pijakan terbuka kerja sama yang dibimbing oleh prinsip konsultasi dan kolaborasi bagi keuntungan bersama. Hal ini tidak dibentuk untuk memengaruhi isu geopolitis secara tersembunyi," ujar Xi saat memberi pernyataan dalam KTT itu yang disiarkan oleh Xinhua Video melalui laman www.youtube.com.

Presiden Xi mengungkap inisiatif itu tidak bersifat eksklusif serta tidak menantang suatu negara, dan bukanlah suatu jebakan hutang.

Ketegangan argumentasi antara Tiongkok dan Negeri Paman Sam semakin kentara dalam pertemuan para pemimpin negara-negara di Asia-Pasifik tersebut.

Dalam pidatonya, Wakil Presiden AS Mike Pence menegaskan negaranya telah cukup memberikan "kebaikan ekonomi" kepada Negeri Tirai Bambu.

Pence mengingatkan agar negara-negara lain waspada terhadap pihak yang menawarkan bantuan dana untuk pembangunan infrastruktur di Asia Pasifik dan kawasan lain.

"Jangan menerima hutang luar negeri yang dapat membahayakan kedaulatan negara anda, lindungi kepentingan anda, rawatlah kemerdekaan anda," tegas Pence saat pidato KTT CEO APEC di video yang diunggah oleh akun The White House di laman www.youtube.com.

Dua negara itu bersaing mendapatkan pengaruh, baik di bidang ekonomi maupun pertahanan di kawasan Asia-Pasifik.

Hal yang menjadi hambatan adalah dua negara raksasa ekonomi itu memiliki perbedaan pandangan dalam sektor perdagangan bebas dan regulasi ekonomi ataupun investasi di negara lain.

Hingga pada akhirnya, karena menemui jalan buntu, KTT APEC pada 2018 tidak berujung kepada konsensus yang seharusnya menghasilkan dokumen kominike bersama.

Menjembatani

Indonesia sebagai negara yang bersahabat dengan kedua "raksasa" itu, telah mencoba untuk menjembatani perbedaan pendapat antarkeduanya.

Dalam jumpa pers di Port Moresby pada Minggu (18/11), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan sejumlah negara turut menengahi keduanya untuk mencapai kominike, termasuk Presiden Joko Widodo.

"Tampaknya `gap` antara mereka berdua memang besar dan sulit untuk dijembatani," kata dia.

Namun demikian, Indonesia tetap bersikap mendukung integrasi ekonomi regional yang berfokus kepada perdagangan multilateral.

Presiden Joko Widodo dalam KTT Dewan Penasehat Bisnis Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (ABAC) juga menegaskan bahwa isu konflik perdagangan antara AS dan Tiongkok merugikan banyak masyarakat di dunia.

"Dan ini pula yang juga dapat mendorong konflik sosial," tegas Presiden.

Presiden Jokowi, jelas Retno, juga menyebutkan dalam KTT APEC 2018 bahwa Indonesia mendukung proses menuju Free Trade Area of Asia Pacific yang inklusif dan berkeadilan.

Hal itu pun diimplementasikan Indonesia dengan mendukung konektivitas di wilayah Pasifik Selatan.

Pasifik Selatan, ujar Retno, juga merupakan prioritas politik luar negeri Indoensia.

Dalam hubungan luar negeri, Indonesia melakukan intensifikasi kerja sama dengan negara-negara yang ada di Pasifik Selatan, salah satunya dengan Fiji dalam membangun kapasitas SDM.

"Saat ini yang dilakukan dengan mereka adalah di `capacity building` yang terkait dengan isu samudera, yang kedua `capacity building` dengan Fiji untuk `women empowerment` dan UMKM," jelas Retno.

Menurut Menlu, Indonesia dapat berbagi pengalaman dan asistensi mengenai bagaimana perempuan dapat berkarya melalui UMKM.

Selain itu, tentu saja Indonesia juga memperhatikan mengenai penanganan dampak perubahan iklim yang begitu besar bagi negara-negara di Pasifik Selatan.

Saat menghadiri KTT Dewan Penasihat Bisnis Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (ABAC), Presiden berdialog mengenai rencana kebijakan dan kebijakan yang dilakukan negara-negara APEC dalam perekonomian.

Pemerintah Indonesia juga menjelaskan bagaimana bangsa ini memanfaatkan ekonomi digital untuk menumbuhkan perekonomian.

Jokowi menegaskan perlunya pemberian motivasi bagi pengusaha yang memanfaatkan teknologi digital serta peranan pemuda dan perempuan dalam memajukan ekonomi di seluruh negara anggota APEC.

Indonesia sendiri diperkirakan menjadi negara dengan perkembangan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.

Pada tahun 2017 tercatat 132,7 juta pengguna internet dan 92 juta pengguna telepon pintar di Indonesia.

Hal itu mendorong pemerintah perlu menyelesaikan pembangunan infrastruktur digital dengan menambah serat optik Palapa Ring dan penataan spektrum frekuensi guna menyediakan jangkauan akses digital bagi masyarakat.

Dalam pertemuan ABAC, Presiden Jokowi bersama Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Perdana Menteri Vietnam Nguyn Xu?n Ph?c, dan Utusan Khusus Cina Taipei Morris Chang membahas mengenai aspek inklusifitas bagi masyarakat.

Presiden mengingatkan bahwa keterbukaan dalam ekonomi digital yang dapat memberikan banyak manfaat bagi rakyat perlu dilakukan untuk mengembangkan perekonomian.

Indonesia juga menyampaikan dalam KTT APEC 2018 bahwa ketimpangan harus diatasi sebagai masalah yang utama.

Ketimpangan pertumbuhan dapat memicu rekasi negatif terhadap globalisasi.

Untuk membangun hal tersebut dan mengoptimalkan manfaat ekonomi digital di Indonesia, Presiden menjelaskan reformasi struktural kepada SDM sangat penting dilakukan.

Dengan tetap meneruskan pembangunan infrastruktur di seluruh pelosok Tanah Air, Indonesia pada 2019 akan melanjutkan investasi di SDM untuk mempersiapkan bangsa masuk ke revolusi industri keempat dan meraih manfaat bonus demografi pada 2030 secara positif.

Baca juga: KTT APEC bahas ekonomi digital
Baca juga: Indonesia latih polisi dan protokoler PNG untuk KTT APEC 2018