Warga mengikuti upacara tradisi sadranan dengan membawa tempat makanan khas desa setempat yang disebut "Tenong" yang berbentuk bundar, untuk makan bersama-sama usai melakukan doa bersama sebagai rasa syukur atas limpahan rezeki yang diberikan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Hadi Sutarno (65) salah satu tokoh masyarakat Desa Sruni, ada ratusan tenong yang dibawa warga dalam acara itu. Setiap kepala keluarga membawa tenong dengan mengisi berbagai jenis makanan khas desa setempat. Tradisi ini, sudah berlangsung turun temurun sejak nenek moyang, yang terus dilestarikan hingga sekarang.
Ratusan warga yang hadir di tempat pemakaman desa setempat tersebut, katanya, dengan tujuan untuk mendoakan kepada para leluhur dan sanak keluarganya yang telah meninggal dunia, agar diampuni dosa-dosanya dan mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
"Makanan yang dibawa dengan tempat tenong itu, sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah dilimpahkan," kata Sutarno.
Menurutnya acara sadranan menjadi agenda tetap yang dilaksanakan setiap bulan Maulud (kalender Jawa), sehingga oleh warga biasa disebut "Muludan", yang dilaksanakan dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pada acara sadranan tersebut, kata dia, diawali bersih-bersih tempat pemakaman desa setempat, dan kemudian baru digelar tradisi sadranan. Dalam tadisi ini, semua warga yang hadir melakukan doa bersama, dan makanan yang dibawa kemudian dimakan bersama-sama serta saling tukar makanan.
Zaeni seorang tokoh Agama Desa Sruni mengatakan upacara tradisi sadranan tersebut juga untuk mengingatkan warga kepada para leluhur yang telah meninggal dunia dan mendoakannya agar mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT.
"Jika warga ingat para leluhur, juga diharapkan makin meningkatkan ketaqwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa," katanya.
Baca juga: Warga lereng Merapi laksanakan tradisi sadranan
Baca juga: Ribuan warga Merapi ikuti tradisi Sadranan