"Agar supaya gerabah ini tetap dilestarikan, caranya perlu kerja sama semua pihak, baik dari masyarakat, tokoh adat, pemerintah dan berbagai pihak terkait lainnya seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Perindustrian, Dinas Pemberdayaan Kampung," kata Hari Suroto di Jayapura, Selasa.
Menurut dia, dinas-dinas terkait ini harus berupaya memromosikan gerabah ini kemana-kemana agar dikenal dan pangsa pasarnya luas bagi masyarakat pembuat gerabah.
"Menurut saya promosinya harus melalui media 'online' karena lebih aktif. Saya rasa ini yang mungkin lebih banyak harus digalakkan," katanya
Selain dari festival makan papeda yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura, kata dia, mungkin dari Dinas Perindustrian bisa membantu kreatifitas masyarakat untuk membuat gerabah.
Dia mengatakan, Balai Arkeologi Papua sudah membuat buku muatan lokal tentang gerabah Abar. Buku ini ini lengkap dan kini sudah diajarkan di tiga sekolah. Ketiga sekolah itu yakni SMP Negeri 6 Kota Jayapura, SMP Negeri 1 Sentani dan SMP Negeri 2 Sentani.
"Yang menyusun buku ini yaitu guru-guru di SMP Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, mereka yang menyusun, Balai Arkeologi yang memfasilitasi dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Papua," ujarnya.
Buku tersebut merupakan salah satu upaya pelestarian pembuatan gerabah, yakni mengajarkannya ke generasi muda karena sebenarnya nilai-nilainya harus digali.
"Karena sekarang gerabah kan kalah dari wadah plastik, orang kan lebih memilih membeli plastik yang lebih praktis kemudian mungkin lebih murah, kalau dilihat dari segi harga," ujarnya.
Ia menambahkan, jika lama kelamaan gerabah itu tidak dilestarikan maka akan hilang, kalau gerabahnya hilang, jelas pengetahuan tentang pembuatan gerabah itu juga akan hilang.
Sebelumnya, Balai Arkeologi Papua menyebutkan pembuat gerabah di Papua mulai berkurang.
Secara tradisional yang masih membuat gerabah itu adalah masyarakat di Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Sentani Tengah, Kabupaten Jayapura.
Pengetahuan masyarakat Abar masih ada untuk membuat gerabah. Hanya saja, gerabah tidak dibuat setiap hari. Masyarakat Abar membuat gerabah pada ajang tertentu seperti pameran, festival ataupun ada kunjungan dari pejabat atas saat masyarakat menerima pesanan.
Baca juga: Balar: tradisi pembuatan gerabah terancam punah
Kini pembuat gerabah di Kampung Kayu Batu, Kota Jayapura hanya tinggal beberapa orang saja, itupun mereka tidak rutin membuat gerabah setiap hari.
Dahulu, pada tahun 1970-an gerabah juga dibuat di Pulau Mansinam, Provinsi Papua Barat, namun kini sudah tidak ada lagi, karena orang yang membuatnya sudah meninggal, demikian Hari Suroto.
Baca juga: Arkeolog Papua temukan pecahan gerabah di Kampung Abar
Baca juga: Balai Arkeologi Temukan Dua Situs Penguburan Prasejarah Papua
Baca juga: Gerabah dan Kapak Perunggu Ditemukan di Jayapura