Semarang (ANTARA News) - Pakar komunikasi Gunawan Witjaksana mengatakan bahwa simbol mahkota bergantung pada siapa yang memaknainya, termasuk mereka yang beranggapan songkok kebesaran itu sebagai lambang raja yang bijak.

"Menurut saya, tinggal siapa yang memaknai," kata Gunawan Witjaksana menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Selasa, terkait dengan poster sejumlah calon anggota legislatif (caleg) di Jawa Tengah yang menampilkan gambar Joko Widodo mengenakan mahkota.

Hiasan kepala atau songkok kebesaran bagi raja atau ratu itu, lanjut Gunawan, dari pandangan "constructivist" (konstruktivisme) ala Berger dan Luckman, sebagai simbol raja yang bijak.

"Mungkin bisa juga dikaitkan dengan sifat Satria Piningit yang justru menurut legenda Jawa akan mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan bangsa," kata Gunawan yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Namun, bisa juga oleh kalangan lain dianggap Joko Widodo ingin kekuasaan seperti raja meski menurut Gunawan pandangan pertama yang lebih logis karena poster "Raja Jokowi" hanya terpasang di wilayah Jateng.

Menurut dia, penggunaan simbol mahkota semacam itu lebih ditekankan sebagai "significant symbol" (simbol signifikan) untuk meraih simpati meski rawan juga terkonotasikan ke hal yang negatif.

Gunawan menyarankan kepada peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 untuk tidak menggunakan simbol-simbol yang justru memunculkan konotasi semacam itu yang bisa menjadi kontraproduktif.

Pada pemilu anggota legislatif di Jateng pada tanggal 17 April 2019 diikuti 16 partai peserta Pemilu 2019, yakni PKB (nomor urut 1), Gerindra (2), PDIP (3), Partai Golkar (4), Partai NasDem (5), Partai Garuda (6), Partai Berkarya (7), PKS (8), Partai Perindo (9), PPP (10), PSI (11), PAN (12), Partai Hanura (13), Partai Demokrat (14), PBB (19), dan PKPI (20).

Sementara itu, Pemilu Presiden 2019 diikuti dua pasangan calon, yakni Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widodo/K.H. Ma`ruf Amin dan Pasangan Calon Nomor Urut 02 Prabowo Subianto/Sandiaga Uno.