Jakarta (ANTARA News) - PT. First Media dan Internux mencabut gugatan terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang penundaan pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio, menurut keterangan Kominfo.

"Mereka sudah mencabut gugatan PTUN. Ini salah satu niat baik juga kami lihat," kata Plt Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, di kantor Kominfo, Senin.

Menurut Ferdinandus, kabar mengenai pencabutan gugatan ini berbarengan dengan proposal mengenai pelunasan tunggakan BHP untuk 2016 dan 2017, yang jatuh tempo pada 17 November 2018 lalu. First Media dan Internux, keduanya merupakan bagian dari Grup Lippo, menurut Ferdinandus mengirimkan proposal berisi model pembayaran pelunasan tunggakan mereka siang ini.

Perwakilan First Media dan Internux atau Bolt hingga saat ini tidak memberikan respons terkait isu ini.

Kominfo menunda surat keputusan (SK) untuk mencabut izin penggunaan frekuensi 2,3 GHZ milik First Media dan Internux (Bolt) karena kedua perusahaan tersebut mengirimkan proposal untuk melunasi tunggakan mereka.

Dalam surat tersebut, mereka akan melunasi utang paling lambat hingga 2020 mendatang. Kominfo saat ini sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk menindaklanjuti proposal tersebut, termasuk skema pembayaran.

Ferdinandus mengaku SK pencabutan izin hingga saat ini masih dalam proses dan akan menunggu hasil diskusi Kominfo dengan Kemenkeu hari ini. Kominfo menjanjikan keputusannya hari ini.

Menurut Ferdinandus, hanya Internux dan First Media yang mengirimkan surat, sementara Jasnita Telekomindo tidak mengirimkan surat kepada mereka.

Kominfo semula berencana menerbitkan surat keputusan pencabutan izin penggunaan frekuensi 2,3 GHz untuk First Media, Bolt dan Jasnita Telekomindo karena ketiga perusahaan tersebut tidak melunasi kewajiban mereka hingga tenggat waktu 17 November 2018.

Informasi yang dihimpun, ketiga operator tersebut menunggak BHP untuk tahun 2016 dan 2017, angkanya menembus miliaran rupiah untuk masing-masing perusahaan.

First Media dan Bolt dikabarkan masing-masing memiliki tunggakan BHP frekuensi 2,3 GHz senilai Rp364 miliar dan Rp343 miliar. Jasnita disebut menunggak sekitar Rp2,1 miliar.