Jakarta (ANTARA News) - Delegasi Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kembali meminta Uni Eropa (UE) menghentikan pelabelan produk "Bebas Minyak Sawit" secara sukarela karena diskriminatif dan hanya menguntungkan salah satu pihak.

"Indonesia kembali meminta UE agar anggotanya dan perusahaan yang berada di wilayahnya berhenti mempraktikkan pelabelan 'Bebas Minyak Sawit' secara sukarela," kata Wakil tetap RI untuk Kantor PBB, WTO dan organisasi internasional lainnya di Jenewa, Swiss, Hasan Kleib dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (19/11).

Duta Besar Kleib memimpin Delegasi Indonesia untuk memperjuangkan akses ekspor kelapa sawit ke pasar Uni Eropa (UE) dalam pertemuan Komite Hambatan Teknis Perdagangan Barang (TBT) di Jenewa, Swiss, 14-15 November 2018.

Pelabelan "Bebas Minyak Sawit" pada produk-produk konsumsi telah aktif dilakukan perusahaan swasta di wilayah UE secara sukarela yang menciptakan kampanye negatif terhadap minyak kelapa sawit.

"Hal ini dirasa tidak adil karena mendiskriminasi produk impor dari produk domestik, suatu kondisi yang dilarang oleh perjanjian WTO," kata Kleib.

"Argumentasi UE terkait penerapan kebijakan pelabelan sukarela bersifat ambigu dan cenderung 'misleading' karena tidak menyertakan bukti ilmiah konkret akan adanya dampak negatif terhadap kesehatan dari penggunaan atau konsumsi minyak sawit," lanjut dia.

Selain terkait pelabelan produk "Bebas Minyak Sawit", Indonesia juga memprotes kebijakan RED II yang menghambat akses masuk ekspor kelapa sawit dan produk-produk turunannya ke 28 pasar negara anggota UE.

RED II atau "Amendment Renewable Energy Directive 2009/20/EC" merupakan peraturan terkait rencana UE untuk melarang penggunaan bahan bakar biofuel yang bersumber kelapa sawit.

Delegasi Indonesia pada pertemuan TBT WTO menegaskan bahwa kedua kebijakan UE tersebut diskriminatif terhadap ekspor kelapa sawit Indonesia dan hanya akan menguntungkan produsen minyak nabati asal UE yang bersumber biji rapa ("rapeseed").

Keprihatinan Indonesia terhadap pelabelan "Bebas Minyak Sawit" dan kebijakan RED II itu mendapat dukungan dari beberapa anggota WTO lainnya, antara lain Malaysia, Honduras, Kolombia, dan Thailand.

Menanggapi tekanan Indonesia, UE berjanji untuk melakukan konsultasi dengan anggota WTO yang terkena dampak negatif dari kebijakan RED II.

Baca juga: Indonesia angkat isu sawit pada pertemuan Asean-Uni Eropa
Baca juga: Pertemuan CPOPC dukung keberpihakan petani dan pembangunan sawit berkelanjutan